Saturday, 16 March 2013

Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Dinas Pendidikan Cabang



A.  Latar belakang masalah
Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendidikan juga merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, dimana peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia dalam mengarungi kehidupan yang penuh ketidakpastian. Dalam kerangka inilah pendidikan diperlukan dan dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ingin maju.
Dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa tiga tantangan besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang dicapai; (2) mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten  dan mampu bersaing dalam pasar kerja global; dan (3) sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah system pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat diwujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memerhatikan keberagaman, memerhatikan kebutuhan dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat (Hasbullah, 2007).

Dalam konteks  pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan bahwa sistem pendidikan nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Dalam pasal 1 ayat (7) UU nomor 32 tahun 2004 (Hasbullah, 2007:9) disebutkan bahwa desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan megurus urusan pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia.
Meskipun desentralisasasi pendidikan merupakan sebuah keharusan, namun dalam realitasnya,  pelaksanaan desentralisasi pendidikan terkesan satu tindakan yang agak tergesa-gesa dan tidak siap. Hal ini bisa dilihat dari belum memadainya sumber daya manusia (SDM) daerah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, manajemen pendidikan yang belum optimal.
Dalam upaya memaksimalisasikan penyelenggaraan pendidikan tersebut, maka perlu dikembangkan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang berupaya meningkatkan peran sekolah dan masyarakat sekitar (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih baik dan mutu lulusan semakin bisa ditingkatkan. MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam pengusaan ilmu dan tehnologi, yang ditunjukan dengan pernyataan politik dalam Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan dalam pengembangan pendidikan  di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan.     
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang mengharuskan semua sekolah  melaksanakan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dalam pengelolaannya manajemen pendidikan. MBS adalah bentuk pengelolaan sekolah yang diberikan kewenangan lebih besar kepada sekolah untuk merencanakan,melaksankan,dan menilai program sekolah.Kewenangan tersebut anatara lain (1) menentukan program sekolah (2) merencanakan bagaimana sekolah memeperoleh dana serta bagai mana  pengggunaannya, (3) mengatur jadwal belajar (4) menentukan jumlah  siswa baru yang diterima di awal tahun (5) menentukan jumlah tenaga guru yang diperlukan.
Depdiknas (2001) ”Sekolah yang melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah partisifasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupan, hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisifasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan makin besar pula tingkat dedikasi”.
Dari kutipan diatas dapat menunjukan bahwa transparan, partisipatif dan akuntabel cukup menentukan untuk  peningkatan mutu pendidikan. Sekolah yang melaksanakan MBS, kepala sekolah memilki peran yang kuat dalam mengkoordinasi, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujutkan Visi, Misi tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.
Keterbukaan kepala sekolah melibatkan semua warga sekolah (stakeholder) dalam merumuskan Visi, Misi serta tujuan, penyusunan  program kerja sekolah,  penyusunan RAPBS melibatkan  agar warga sekolah mengetahui jumlah dana  masuk dana keluar, sehingga tidak timbul polemik baik dipihak guru atau masyarakat  terhadap kepala sekolah.
Segi pembelajaran sekolah yang melaksanakan MBS memilki efektifitas Proses Belajar Mengajar (PBM) yang tinggi yaitu menekankan pada Pembelajaraan peserta didik. PBM  bukan sekedar penekanan pengusaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan, akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik.

0 komentar:

Post a Comment