Wednesday, 10 April 2013
Tinjauan konstruksi sumur gali terhadap kwalitas pisik air
14:10
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Salah satu misi
pembangunan kesehatan dalam mewujudkan
visi Indonesia sehat 2010, adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungan. Untuk itu diperlukan
terciptanya lingkungan yang sehat termasuk tersedia air yang aman memenuhi
syarat kesehatan. Untuk dapat mewujudkan Visi Air Aman Bagi Kesehatan
ditetapkan misi penyehatan air yaitu mengamankan air yaitu “Mengamankan Air
Untuk Berbagai Kebutuhan dan Kehidupan Manusia” Misi ini akan tercapai apabila
tersedia air yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan (Depkes RI. 2000).
Dalam memenuhi
kebutuhan air bersih, air tanah merupakan sumber yang paling banyak dipergunakan
dibandingkan dengan sumber air lainnya di daerah pedesaan dan daerah yang belum
terjangkau Perusahaan Air Minum (PDAM), untuk penyediaan sarana air bersih yang
paling banyak dipergunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih
tersebut adalah sumur gali. Sumur gali merupakan sarana penyediaan air bersih tradisional
yang paling banyak dijumpai di kalangan masyarakat pedesaan dan perkotaan
kondisi sosial ekonomi mereka yang masih rendah. Pada umumnya sumur gali yang
ada di masyarakat untuk menampung air dengan kedalaman kurang dari 7 meter.
(Darpito, 1991).
Untuk meningkatkan kesehatan
lingkungan masyarakat diterapkan agar air bersih yang diperoleh dari sarana
sumur gali hendaknya dapat memenuhi syarat, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas sehingga air bersih tersebut cukup layak dijadikan air minum. Dengan
demikian air minum yang dikonsumsi masyarakat akan mendukung terciptanya
derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang diharapkan. Untuk mewujudkan air
yang memenuhi syarat kesehatan di daerah pedesaan maka, sumur gali merupakan
salah satu sarana penyediaan air bersih yang bebas dari berbagai sumber
pencemaran bila konstruksinya memenuhi syarat. Untuk kebutuhan sarana sumur
gali yang dipergunakan oleh masyarakat berbagai sumber air bersih maka kondisi
fisik sumur gali perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pencemaran terhadap
air sumur. Pengawasan kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat masih
banyak yang belum memenuhi syarat secara fisik, hal ini dikarenakan konstruksi
sumurnya belum sesuai dengan ketentuan yang dianjurkan (Depkes, RI. 1999).
Berdasarkan Profil
Kesehatan RI, 2004 sebagian besar (65,7%) penduduk Indonesia terutama di daerah
pedesaan menggunakan air sumur gali sebagai sumber air bersih, namun air sumur
gali yang digunakan belum memenuhi syarat secara fisik 62,7% hanya 38,3% yang
memenuhi syarat sedangkan secara bakteriologi hanya 31,2% yang memenuhi syarat
dan 68,9% tidak memenuhi syarat. Hal ini berkaitan dengan konstruksi sumur gali
yang memadai serta lokasi sumur yang dekat dengan sumber pencemaran. (Depkes.
RI, 2004).
Berdasarkan Profil
Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 jumlah penduduk yang menggunakan air bersih dari sumur gali sebagai
sumber air bersih untuk kebutuhan-kebutuhan lain sebanyak 3.195.512 jiwa,
dengan jumlah sarana sumur gali 982.957 sumur gali dengan persentase cakupan
penyediaan air bersih yang memenuhi syarat secara bakteriologi 47.3% dengan
jumlah sarana konstruksi sumur gali yang memenuhi syarat 311.013 (31,6%) sumur
gali.
ANALISA PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS DAN NONMEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM
13:49
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah
meningkatkan kesehatan, kemajuan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal. Terciptanya kesehatan masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia
yang optimal ditandai oleh penduduk hidup di lingkungan yang sehat. dengan
perilaku yang sehat pula, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata. (Depkes RI, 1999)
Berhasil tidaknya pembangunan di bidang kesehatan sudah
tentu tidak lepas dari dukungan seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Karena dalam pembangunan
kesehatan peranan masyarakat sangat penting artinya ditinjau dari segi potensi,
peran aktif masyarakat maupun ditinjau dari segi masyakat sebagai sasaran
pembangunan.
Menurut Hendrik L. Blum, derajat kesehatan dipengaruhi
oleh empat faktor yaitu : faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan
kesehatan dan faktor keturunan. Dari keempat faktor tersebut faktor lingkungan
merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu upaya pengawasan terhadap berbagai faktor
lingkungan perlu diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip sanitasi yang menitik
beratkan pada kebersihan. (Notoatmodjo, 1997)
Upaya peningkatan kesehatan lingkungan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dalam rangka mencapai kualitas hidup yang
optimal melalui upaya kesehatan lingkungan yang dinamis serta membangkitkan dan
memupuk swasembada masyarakat dalam upaya kesehatan lingkungan.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam peningkatan
kualitas lingkungan adalah dengan melakukan kegiatan dibidang kesehatan
ditingkatkan antara lain dalam hal pembuangan sampah, karena dengan pengelolaan
sampah yang saniter merupakan bagian yang penting dalam upaya mencapai derajat
kesehatan masyarakat.
Seperti halnya denngan pemukiman-pemukiman penduduk,
taman hiburan dan tempat-tempat umum yang menghasilkan sampah, rumah sakit juga
merupakan salah satu tempat-tempat umum yang memproduksi sampah dari hasil
kegiatan yang dilaksanakan di rumah sakit. Semakin komplek kegiatan pada setiap
ruangan/unit di rumah sakit maka akan semakin besar pula masalah sampah yang
harus ditanggulangi. Oleh sebab itu lingkungan rumah sakit perlu dijaga dan
dipelihara karena selain mencegah kemungkinan terjadinya infeksi silang juga
akan meningkatkan kondisi lingkungan rumah sakit menjadi lebih nyaman, indah
dan menarik bagi semua orang yang berada dalam lingkungan rumah sakit tersebut.
(Azwar, 1989)
Tujuan utama rumah sakit sebagai penyelenggara kesehatan
masyarakat yang berkualitas tinggi belum dapat dicapai, akibatnya seringkali
rumah skit kehilangan citranya dan berubah fungsinya menjadi tempat yang
memberi kesan kurang rapi, tidak nyaman, kotor, berbahaya dan sebagainya. Salah
satu penyebab yang cukup berperan dalam menciptakan kondisi rumah sakit yang
demikian adalah kurangnya perhatian terhadap sanitasi di rumah sakit dalam
pengelolaan sampahnya. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000 di Indonesia
terdapat 1.111 rumah sakit. Di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam terdapat 25
rumah sakit yang terdiri dari 12 rumah sakit pemerintah dan 13 rumah sakit
swasta.
Pembuangan
sampah merupakan salah satu aspek sanitasi rumah sakit yang harus ditangani
dengan baik dan benar, karena selain menimbulkan infeksi nosokomial juga dapat
menimbulkan gangguan-gangguan terhadap manusia maupun lingkungan antara lain :
- Tempat berkembang dan sarang dari pada serangga dan tikus.
- Dapat menjadi sumber pengotoran tanah, sember-sumber air permukaan tahan atau air dalam tanah maupun udara.
- Dapat menjadi sumber dan tempat hidup dari kuman-kuman yang membahayakan kesehatan. (Depkes RI, 1978)
Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak berguna lagi
bagi manusia dan perlu dibuang. Sampah yang berserakan dan bertumpuk lama
merupakan tempat bersarangnya bibit penyakit, sehingga dalam pengelolaan sampah
diperlukan alat pelindung diri (APD) bagi orang yang kontak langsung dengan
sampah tersebut baik itu sampah medis maupun sampah non medis. (Depkes RI,
1981)
hubungan motivasi dengan prestasi siswa dalam pembelajaran fisika pada SMP Negeri
13:41
No comments
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Permasalahan yang
dihadapi pemerintah di bidang pendidikan yaitu untuk mengantisipasi era
globalisasi. Pendidikan dituntut dapat mempersiapkan sumberdaya manusia yang
kompeten agar mampu bersaing di dunia global. Untuk memenuhi hal tersebut
diperlukan lulusan yang unggul (kompetitif) sehingga dapat eksis di dunia
global. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki kompetitif tidak bisa
terlepas dari kualitas manajemen pendidikan, bail dalam hal efektivitas
dan efisiensi proses kearah peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah dalam
mengatasi permasalahan mutu pendidikan telah banyak berbuat melalui
program-program peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Cara hidup
suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, karena pendidikan akan
dapat meningkatkan peradaban manusia, sehingga tingkat pendidikan merupakan
masalah yang tidak bisa diabaikan begitu saja dan mendapat tempat yang penting
dalam kehidupan bangsa.
Tidak ada suatu
negarapun yang memisahkan kehidupan masyarakat dengan pendidikan, Wirnano
Surahman (dalam Darwis A. Soelaiman, 1979 : 2) mengemukakan bahwa “bila ada suatu
negara yang mengharapkan kebebasan tetapi tidak mengutamakan pendidikan
bangsanya, maka negara itu memimpikan kemustahilan”.
Dengan demikian
setelah sebagai suatu lembaga formal pendidikan, harus mampu meningkatkan mutu
pendidikan, dengan jalan meningkatkan prestasi belajar siswanya. Pekerjaan ini
dapat dilakukan dengan baik apabila ada keinginan dari siswa itu sendiri, guru
sebagai tenaga pendidik disekolah, maupun kepala sekolah serta kerja sama antar
unsur terkait.
Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono (1990 : 130) mengatakan bahwa :
Prestasi belajar yang
dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
mempengaruhi, bila dalam diri siswa (internal), maupun dari luar diri siswa
(external). Pengenalan terhadap faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi
belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai
prestasi belajar yang sebaik-baiknya.
Berdasarkan
kutipan diatas, maka peranan guru sangat diharapkan untuk mencapai tujuan
tersebut. Untuk itu guru harus mampu berinteraksi dengan sebaik-baiknya dengan
siswanya, baik dalam belajar maupun diluar jam belajar. Dengan perkataan lain
guru harus mampu membenahi dirinya agar ia disenangi muridnya, dan pada
gilirannya ia mampu meningkatkan perhatian atau motivasi terhadap pelajaran.
Disamping
tujuan pembelajaran fisika ditegaskan pula dalam kurikulum fisika (1995 : 2)
antara lain disebutkan bahwa “siswa memilih keterampilan fisika sebagai
peningkat fisika pendidikan dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan yang
lebih luas (di dunia kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari, memiliki sikap
kritis, logis, objektif, kreatif, serta inovatif”.
Subscribe to:
Posts (Atom)