Wednesday, 23 January 2013
DAFTAR JUDUL KARYA TULIS ILMIAH
15:21
No comments
FAKTOR FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN EPISIOTOMI
PADA IBU BERSALIN
DI BPK RUMAH SAKIT UMUM
FAKTOR FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN (KJDK) DI RUANG
BERSALIN DI BPK RUMAH SAKIT UMUM
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KURETAGE DI RUANG
KEBIDANAN DI BPK RSU
GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
PRE-EKLAMSI BERAT DI RUANG KEBIDANAN BPK RSU
GAMBARAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGETAHUAN IBU
TENTANG PERAWATAN PERINEUM PADA MASA NIFAS
“Gambaran Pengetahuan Akseptor KB tentang
Kontrasepsi MAL (Metode Amenorea Laktasi) di Puskesmas”.
TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI DESA
GAMBARAN
FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL DI BPS
Gambaran
Gambaran Pengetahuan ibu menyusui tentang Manajemen laktasi Di Desa
GAMBARAN PENGETAHUAN YANG MENDORONG IBU AGAR BAYINYA
MENDAPATKAN IMUNISASI DASAR DI DESA
GAMBARAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN
AIR SUSU IBU DI BIDAN PRAKTEK SWASTA
Gambaran Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Ibu Hamil Di Bidan Praktek Swasta
GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU IBU HAMIL TENTANG PLASENTA
PREVIA DI BIDAN PRAKTEK SWASTA
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU POSTPARTUM TENTANG
PERAWATAN PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH
DI BPS
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERTUMBUHAN FISIK
BALITA DI BPS
Gambaran
Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Pelayanan Antenatal Care Di Puskesmas
GAMBARAN FAKTOR - FAKTOR KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI
TABLET ZAT BESI DI PUSKESMAS
GAMBARAN TUMBUH KEMBANG ANAK YANG DIBERIKAN SUSU
FORMULA PADA USIA 0 – 1 TAHUN DI
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG IMUNISASI
TETANUS TOXOID DI PUSKESMAS
KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL (KBI) DAN KOMPRESI BIMANUAL EKTERNAL (KBE)
15:13
No comments
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium
tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali keadaan ini dapat terjadi bila uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri, dan untuk
mengatasinya segera dilakukan Kompresi Bimanual Internal (KBI) dan kompresi Bimanual Eksternal
(KBE) (Sumarah, 2008).
Pada
kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah
kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500
cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka
miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut
otot tadi. Atonia uteri adalah suatu
kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka
darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali (Depkes RI, 2008).
Seorang
ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari
satu jam. Atonia uteri menjadi
penyebab lebih dari 90% perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam
setelah kelahiran bayi. Sebagian besar kematian akibat perdarahan
pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi.
Karena alasan ini, penatalaksanaan persalinan kala tiga sesuai standar dan
penerapan manajemen aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat penting
untuk mengurangi kematian ibu (Depkes
RI, 2008)
2. Faktor
Predisposisi Atonia Uteri
Beberapa factor predisposisi yang
terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uterus adalah:
a.
Yang menyebabkan uterus
membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya: Jumlah air
ketuban yang berlebihan (polihidramnion), Kehamilan gemeli. Janin besar (makrosomia)
b.
Kala satu dan/atau dua yang memanjang
c.
Persalinan cepat (partus
presipatatus)
d.
Persalinan yang diinduksi atau
dipercepat dengan oksitosin (augmentasi)
e.
Infeksi intrapartum
f.
Multiparitas tinggi
g.
Magnesium sulfat digunakan
untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia/eklampsia
Pemantulan melekat pada semua ibu
pascaperdarahan, dua per tiga dari semua kasus perdarahan pascapersalinan
terjadi pada ibu tanpa factor risiko yang diketahui sebelumnya dan tidak mungkin
memperkirakan ibu mana yang akan
mengalami atonia uteri atau
perdarahan pascapersalinan. Karena alasan tersebut maka manajemen aktif kala
tiga merupakan hak yang sangat penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan
kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan.
3. Penatalaksanaan
KBI menurut Depkes (2008)
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri:
a.
Segera lakukan kompresi
bimanual internal.
1)
Pakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukan secara obstetric (menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam
vagina ibu.
2)
Periksa vagina dan serviks. Jika
ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum
uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus
tak dapat berkontraksi secara penuh.
3)
Kepalkan tangan dalam dan
tempatkan pada forniks anterior,
tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong
dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan
dan belakang.
4)
Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang
terbuka (bekas implantasi plasenta)
di dinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
5)
Evaluasi keberhasilan:
a)
Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan
KBI selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu
secara melekat selama kala empat.
b)
Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa
ulang perineum,vagina dan serviks apakah terjadi leserasi . jika demikian, segera lakukan
penjahitan untuk menghentikan
perdarahan.
c)
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga
untuk melakukan kompresi bimanual eksternal kemudian lakukan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri
selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan. Alasan : Atonia uteri sering kali bisa diatasi
dengan KBI, jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan
tindakan-tindakan lain.
b.
Berikan 0,2 mg ergometrin IM
atau misoprostol 600-1000 meg per rectal.
Jangan berikan ergometrin dapat menaikkan tekanan darah .
c.
Gunakan jarum berdiameter besar
( ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan berikan 500 cc larutan Ringer Laktat
yang mengandung 20 unit oksitosin. Alasan : Jarum berdiameter besar
memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat dan dapat dipakai untuk transfusi
darah (jika perlu). Oksitosin secara IV
cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang
selama perdarahan.
d.
Pakai sarung tangan steril atau
disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI. Alasan
: KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
e.
Jika uterus tidak berkontraksi
dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan
tindakan gawat darurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan
tindakan operasi dan transfusi darah.
f.
Sambil membawa ibu ke tempat
rujukan, teruskan tindakan KBI dan infuse cairan hingga ibu tiba di tempat
rujukan.
1)
Infus 500 ml pertama dihabiskan
dalam waktu 10 menit.
2)
Berikan tambahan 500 ml/jam
hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan
mencapai 1,5 liter dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam.
3)
Jika cairan infus tidak cukup,
infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infuse dengan tetesan sedang dan tambah
dengan pemberian cairan secara oral untuk dehidrasi.
4. Penatalaksanaan
KBE Menurut Depkes RI (2008)
a.
Letakkan satu tangan pada
dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di atas simfisis pubis.
b.
Letakkan tangan lain pada
dinding abdomen dan dinding belakang korrpus uteri, sejajar dengan dinding
depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus
seluas mungkin.
c.
Lakukan kompresi uterus dengan
cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah di dalam
anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit
pembuluh darah uterus dan membantu uterus berkontraksi.
GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG PENATALAKSANAAN KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL (KBI) DAN KOMPRESI BIMANUAL EKTERNAL (KBE) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
15:10
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan
Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya
Kesehatan Masyarakat yang optimal, melalui terciptanya masyarakat bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai
oleh penduduknya hidup dalam lingkungan
dengan berperilaku hidup yang sehat. memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan, yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia ( Dep Kes RI, 2003 )
Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu
228/100.000 kelahiran hidup (SKRT, 2008) dibandingkan AKI Negara-negara Asian
lainya mengharuskan Depertemen Kesehatan kebijaksanaan pelayanan obsteri dan
neonatus (kebidanan dan bayi baru lahir) sedekat mungkin kepada ibu sesuai
dengan pendekatan MPS. Visi utama dari MPS adalah kehamilan ibu dan persalinan
berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat. Menurunkan angka kematian ibu
( maternal ) menjadi 125 per 100.000 kelahiran
hidup dan angka kematian neonatus (neonatal ) menjadi 16/100.000 kelahiran.
Untuk mencapai sasaran tersebut di tetapkan srategis utama dan azas-azas pedoman operasionalisasi srategis
antara lain bahwa MPS memusatkan perhatiannya pada pelayanan kesehatan material
dan neanatal yang baku serta cost effective (Depkes RI, 2008 )
Penyebab langsung kematian ibu
terutama disebabkan pendarahan 50%, Eklamsi 13 %, Infeksi 10%,
Komplikasi Abortus 11%, partus
lama 9%, sedangkan penyebab tidak
langsung, untuk ibu hamil menderita KEP 37 % Anemia (Hb < 11 gr%) 40 %.
Kejadian anemia pada ibu hamil akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu
dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia (Depkes RI, 2005)
Nyeri persalinan
15:07
No comments
1.
Definisi nyeri
Nyeri adalah proses alamiah dalam persalinan. Rasa
nyeri muncul akibat adanya respons psikis dan refleks fisik. Nyeri pada
persalinan menimbulkan gejala-gejala yang dapat dikenali. Ketegangan emosi
akibat rasa cemas dan takut dapat menginduksi ketakutan, sehingga timbul
kecemasan yang berakhir dengan kepanikan yang memperberat persepsi nyeri dalam
persalinan. Selain itu, keletihan dan kurang tidur dapat juga memperparah nyeri
(Bobak, 2006).
Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak
menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada
setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya. Nyeri sangat mengganggu dan
menyulitkan lebih banyak orang dibandingkan suatu penyakit manapun (Suddart dan
Brunner, 2006).
Nyeri adalah rasa tidak nyaman akibat perangsangan
ujung-ujung saraf khusus. Ada studi-studi yang mendukung teori bahwa persalinan
adalah akibat adanya dilatasi serviks, segmen bawah rahim, adanya tahanan yang
berlawanan, tarikan serta perlukaan pada jaringan otot-otot maupun
ligamen-ligamen yang menopang struktur diatasnya. Teori tersebut dapat
dijelaskan dengan pendapat Bonica & Mc. Donald melalui faktor-faktor
berikut diantaranya
(a) Regangan dari otot-otot halus memberikan rangsangan pada
nyeri visceral
(b) Intensitas dan lamanya nyeri berhubungan dengan munculnya
tekanan intrauterin, yang berpengaruh pada dilatasi dari struktur tersebut
(c) Saat serviks diperlebar secara cepat pada perempuan yang tidak bersalin, misalnya
pada saat dilakukan tindakan kuret, mereka akan mengalami nyeri seperti yang
dialami ibu bersalin (Asrinah, et al. 2010).
Skala Nyeri
Menurut Bourbanis (2007)
0 : Tidak nyeri, 1-3 :
Nyeri ringan (secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik), 4-6 :
Nyeri sedang (secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik),
7-9 : Nyeri berat (secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi), dan 10 : Nyeri sangat berat (pasien sudah tidak mampu
lagi berkomunikasi, memukul).
2.
Penyebab nyeri persalinan
Rasa nyeri persalinan
muncul karena:
a. Kontraksi otot rahim
Kontraksi rahim menyebabkan dilatasi
dan penipisan servikm serta iskemia rahim akibat kontraksi arteri miometrium.
Karena rahim merupakan organ internal maka nyeri yang timbul disebut nyeri
visceral. Nyeri visceral juga dapat dirasakan pada organ lain yang bukan
merupakan asalnya disebut nyeri alih (reffered pain). Pada persalinan nyeri alih
dapat dirasakan pada punggung bagian bawah dan sacrum. Biasanbya ibu hanya
mengalami rasa nyeri ini hanya selama kontraksi dan babas dari rasa nyeri pada
interval antar kontraksi.
b. Regangan otot dasar panggul
Jenis nyeri ini timbul pada saat
mendekati kala II. Tidak seperti nyeri visceral, nyeri in terlokalisir di
daerah vagina, rectum dan perineum, sekitar anus. Nyeri kenis ini disebut nyeri
somatic dan disebabkan peregangan struktur jalan lahir bagian bawah akibat
penirunan bagian terbawah janin.
c. Episiotomy
Ini dirasakan apabila ada tindakan episiotomy,
laserasi maupun rupture pada jalan lahir
d. Kondisi Psikologis
Nyeri dan rasa sakit yang berlebihan
akan menimbulkan rasa cemas. Takut, cemas dan tegang memicu produksi hormone
prostatglandin sehingga timbul stress. Kondisi stress dapat mempengaruhi
kemampuan tubuh menahan rasa nyeri.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap
Nyeri Persalinan
a. Budaya
Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri
persalinan dipengarui oleh budaya individu. Budaya mempengaruhi sikap ibu pada
saat bersalin. Menurut Mulyati (2006) menjelaskan bahwa budaya mempengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu
primipara. Penting bagi perawat maternitas untuk mengetahui bagaimana
kepercayaan, nilai, praktik budaya mempengaruhi seorang ibu dalam
mempresepsikan dan mengekspresikan nyeri persalinan.
b. Emosi (cemas dan takut)
stres atau rasa takut ternyata secara
fisiologis dapat menyebabkan kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri dan
sakit dirasakan. Karena saat wanita dalam kondisi inpartu tersebut mengalami
stress maka secara otomatif tubuh akan melakukan reaksi defensif sehingga
secara otomatis dari stress tersebut merangsang tubuh mengeluarkan hormon
stressor yaitu hormon Katekolamin dan hormon Adrenalin, Katekolamin ini akan
dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon ibu tidak bisa
menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan,
berbagai respon tubuh yang muncul antara lain dengan “bertempur atau
lari’ (“fight or flight”). Dan akibat respon
tubuh tersebut maka uterus menjadi semakin tegang sehingga aliran darah dan
oksigen ke dalam otot otot uterus berkurang karena arteri mengecil dan
menyempit akibatnya adalah rasa nyeri yang tak terelakkan. Maka dari itu, ketika ibu yang
sedang melahirkan ini dalam keadaan rileks yang nyaman, semua lapisan otot
dalam rahim akan bekerja sama secara harmonis seperti seharusnya. Dengan begitu
persalinan akan berjalan lancar, mudah dan nyaman. Apabila ibu sudah terbiasa dengan latihan
relaksasi, jalan lahir akan lebih mudah terbuka. Sebaliknya, apabila ibu dalam
keadaan tegang, tekanan kepala janin tidak akan membuat mulut rahim terbuka.
Yang dirasakan hanyalah rasa sakit dan sang ibu pun bertambah panic dan stress. Pada saat tubuh dalam keadaan stres,
hormon stres yaitu katekolamin akan dilepaskan, sehingga tubuh memberikan
respon untuk “bertempur atau lari’.
Namun sebaliknya dalam kondisi yang rileks justru bisa memancing keluarnya
hormon endorfin, penghilang rasa sakit yang alami di dalam tubuh. Menurut para
ahli, endorfin ini efeknya 200 kali lebih kuat daripada morfin.
c. Pengalaman Persalinan
Menurut Bobak (2006) pengalaman melahirkan sebelumnya juga dapat
mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagi ibu yang mempunyai pengalaman yang
menyakitkan dan sulit pada persalina sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada
pengalaman lalu akan mempengaruhi sensitifitasnya rasa nyeri.
d. Support system
Dukungan dari pasangan, keluarga
maupun pendamping persalinan dapat membantu memenuhi kebutuhan ibu
bersalin,juga membantu mengatasi rasa nyeri (Martin, 2006).
e. Persiapan persalinan
Persiapan persalinan tidak menjamin
persalinan akan berlangsung tanpa nyeri. Namun, persiapan persalinan diperlukan
untuk mengurangi perasaan cemas dan takut akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat
memilih berbagai teknik atau metode latihan agar ibu dapat mengatrasi
ketakutannya.
Subscribe to:
Posts (Atom)