Thursday, 17 January 2013
Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistim Kekebalan Tubuh Pada Bayi
18:11
No comments
B
A B I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Visi
Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat
Sehat yang mandiri dan berkeadilan. Sedangkan misinya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani;
melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan
yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan
pemerataan sumberdaya kesehatan; dan menciptakan tata kelola kepemerintahan
yang baik (Depkes RI, 2010)
Pencapaian program
imunisasi, Indonesia tahun 2009 dari 4.866.842. bayi, hanya 2.000.355 bayi (41,1 %) yang mendapatkan
imunisasi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2010 cakupan imunisasi adalah 13.686 bayi (12,5 %) (Laporan Din Kes Prop NAD,
2010)
Berdasarkan hasil
laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya jumlah bayi
seluruhnya 5798 bayi yang mendapat imunisasi adalah 4.889 bayi (84,3 %) (laporan Dinkes Kab Pidie Jaya, 2010) sedangkan menurut data Puskesmas Ulim untuk tahun 2010 target imuniasasi 201 bayi cakupan imunisasi adalah 181 bayi (90,04%) selebihnya 20 bayi
(9,94%) tidak di imunisasi
Bayi
yang baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan/ zat daya tahan tubuh
dari ibunya melalui plasenta/ari-ari tetapi kadar itu akan cepat menurun
setelah kelahiran bayi sedangkan kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya
sangat lambat (Pembawa pesan kesehatan, 2008).
Menurut
survey yang dilakukan The Save The Children pada bulan Juli sampai Agustus 2007
di 10 kecamatan di kabupaten Pidie Jaya, Bireun, Lhokseumawe dan Simelu
mendapatkan hasil ibu dari anak usia 0-11 bulan yang member ASI kepada anaknya
95%, namun setelah dilihat lebih dekat ditemukan hanya terdapat 35% ibu yang
benar-benar melaksanakan pemberian ASI eksklusif dan hanya 32% ibu yang
memberikan ASI pada waktu dini atau 1 jam setelah mereka melahirkan (Pembawa
pesan kesehatan, 2008).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
18:06
No comments
A.
Konsep Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Pengertian
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2004
Tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Kekerasan dalam rumah
tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalamlingkup keluarga (Depkes RI, 2005).
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah
jaminan yang diberikan oleh Negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan melindunggi
korban kekerasan dalam rumah tangga.
Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat,
lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Penentuan batas usia anak tersebut
mengaju pada ketentuan dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi
oleh indonesia melalui keputusan Presiden No 36 tahun 1990. Dan sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 2 kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH) Perdata yang menyatakan bahwa
“Anak yang masih dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan anak
memerlukan untuk itu, sebaliknya dianggap tidak pernah ada apabila anak
meninggal pada waktu dilahirkan”. Ketentuan ini juga penting untuk mencegah
adanya tindakan dari orang yang tidak bertanggung jawab terhadap usaha
penghilangan janin yang dikandung seseorang (UNICEF, 2003).
UUPA tidak mengsyaratkan “dan belum
pernah kawin” dalam menentukan batas usia anak agar undang-undang ini dapat
memberikan perlindungan secara utuh tampa adanya diskriminasi antara yang sudah
kawin dengan yang belum pernah kawin diantara persaratan tersebut lebih ditekan
pada segi legalistiknya, sedangkan dalam perlindungan anak penentuan batas usia
anak lebih dititik beratkan pada aspek untuk melindunggi anak agar dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya. Sedangkan
dalam undang-undang Kesejahteraan anak dan Undang-undang pengadilan anak
difinisi anak dibatasi dengan syarat “belum pernah kawin” (UNICEF, 2003)
2. Lingkup Rumah Tangga
Menurut
Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) lingkup rumah tangga meliputi:
a.
Suami,
Istri dan Anak
b.
Orang-orang
yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang
menetap dalam rumah tangga, dan atau
c.
Orang
yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
d.
Orang
yang bekerja sebagaimana dimaksud dalam huruf c dipandang sebagai anggota
keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
3. Jenis kekerasan
Kekerasan dalam rumah tangga sangat bervariasi dan dapat
berupa penyerangan fisik, seperti pemukulan, menampar, menendang, menempeleng,
menyepak, menggigit atau mencoba menggantung, membakar atau menyiramkan asam
kewajah, memukul dan memperkosa dengan wagian tubuh atau benda tajam,
mengunakan senjata mematikan untuk menusuk atau menembak istri/pasanganya.
Kekerasan dapat pula berbentuk penyalahgunaan spikis lainnya seperti
meremehkan, melecehkan, menekan dan menghina, termasuk mengendalikan perilaku
melalui isolasi perempuan terhadap keluarga dan teman-temannya, mengawasi dan
membatasi ruang lingkup kehidupannya (Depkes RI, 2007).
Jenis
kekerasan dalam rumah tangga digolongkan dari berbagai sudut pandang, beberapa
pengelompokannya antara lain sebagai berikut:
a. Kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga
- Kekerasan fisik.
- Perkosaan oleh pasangan
- Kekerasan psikologi maupun mental
b. Perkosaan dan kekerasan seksual.
-
Perdangan
perempuan
-
Prostitusi
paksa
-
Kekersan
terhadap pekerja rumah tangga
c. Penyalah gunaan anak perempuan.
- Penyalahgunaan secara seksual
- Eksploitasi komersial
- kekerasan akabat kecendrungan memilih anak laki-laki
- Pengabaian anak perempuan ketika sakit
- Pemberian makanan yang lebih rendah kwalitasnya bagi
anak perempuan.
- Beban kerja yang sangat berat sejak usia sangat muda
- keterbatasan akses terhadap pendidikan.
4. Pelaku tindak kekerasan terhadap
anak.
Dalam hubungan antar tindakan kekerasan
dapat dilakukan, kekerasan bisa dalam bentuk mengupat, ancaman atau kekerasan fisik,
misalnya dengan teman merampas hak milik dengan memaksa anak untuk memberikan
uang, itu merupakan contoh kekerasan dari teman. Kekerasan pada anak umumnya
dilakukan oleh:
a. Pihak
keluarga (bapak, Ibu, abang, kakak, dan anggota keluarga lainnya)
b. Teman
sebaya
c. Teman
yang lebih tua
d. Orang
yang tak dikenal oleh anak
4.
Akibat kekerasan terhadap anak
Pengaruh
kekerasan terhadap anak disamping luka yang nyata tetapi masalah perilaku yang
timbul sebagai akibat menerima perlakuan kekerasan untuk setiap anak berbeda.
Hampir semua dapat dikaitkan dengan peristiwa mencekam tertentu dan reaksi
setiap anak berbeda. Reaksi yang sering muncul adalah:
a. Perubahan
pada tingkah laku yang dapat dilihat dengan mudah, mereka bisa berubah menjadi
sangat agresif.
b. Ada
juga anak yang menarik diri (misalnya
menjadi sangat pendiam dan sangat penurut dan menunjukan tanda-tanda depresi).
Dua hal perubahan diatas mempengaruhi pergaulan anak dengan temannya, dan
terkadang menjadi anak terasing dari temannya.
c. Bagi
anak yang berusia remaja akan tindakan yang merusak diri sendiri sebagai akibat
rasa marah dan depresi. Seperti terjerumus dalam penggunaan narkoba.
d. Ansietas
atau kecemasan yang berlebihan.
Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Balita Sakit
18:01
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah
satu tujuan pembangunan Nasional adalah membangun manusia seutuhnya, yang
terpenuhi kebutuhan lahir batin. Untuk mencapai hal tersebut, di perlukan
berbagai usaha antara lain perbaikan gizi masyarakat yang dijadikan sebagai
pedoman demi tercapainya kemajuan program Pembangunan Nasional.
Blum (1974) dan Notoadmodjo (2003),
menyatakan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan,
lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku. Perilaku manusia sangat kompleks
dan mempunyai ruang lingkup sangat luas yang merupakan hasil dari segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang diwujudkan dalam
bentuk pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakan yang berhubungan
dengan derajat kesehatan.
Dalam pembangunan nasional, perhatian
terhadap dunia anak-anak tidak dapat diabaikan. Karena anak-anak perlu
mendapatkan perhatian sedini mungkin. Di samping ia masih dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan baik jasmani, kecerdasan, rohani maupun sosialnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
faktor keturunan, lingkungan sebelum lahir, lingkungan sesudah lahir, serta
gizi dan penyakit. (Depkes.RI, 2003)
Anak Bawah Lima Tahun (Balita)
menderita Demam
mungkin menderita penyakit Malaria, Campak, Demam Berdarah atau penyakit berat
lainnya. Demam juga timbul karena hanya menderita batuk pilek saja atau infeksi virus lainnya. Demam merupakan gejala
utama penyakit malaria. Demam bisa timbul sepanjang waktu atau hilang timbul
dengan jarak waktu yang teratur. Anak dengan malaria juga mungkin menderita anemia kronis atau menderita penyakit demam dan sesak nafas
yang merupakan suatu tanda pneumonia. Demam dan ruam yang menyeluruh merupakan
tanda-tanda utama penyakit Campak. Sedangkan demam akut 2 sampai 7 hari, lemah,
gelisah , nyeri ulu hati diikuti gejala pendarahan dan kecendrungan syok
merupakan ciri dari penyakit Demam Berdarah (Depkes RI, 2005).
Menurut WHO, kriteria untuk
menentukan bahwa kematian pneumonia
pada balita masih dinyatakan di suatu negara/wilayah adalah apabila angka
kematian berada di atas 40/1000 balita atau proporsi kematian akibat pneumonia pada balita di atas 20 %
(Depkes RI, 2005).
Penyebab kematian utama pada anak
Bawah Lima Tahun (Balita) di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007 yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Depertemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
disebabkan oleh penyakit Diare 25,2 %, Penyakit Pneumonia 15,5 %, Penyakit
Minigitis/ensefalitis 8,8 %, Penyakit Demam Berdarah Dengue 6,8 %, Penyakit Campak 5,8 %,
Penyakit Tuberculosis (TBC) 3,9 %, Penyakit Malaria 2,9 %, Semua penyakit ini
merupakan penyakit yang disertai dengan demam (Mediakom, edisi XV Desember
2008).
Infeksi pernafasan akut (ISPA) merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan masih
tingginya angka kematian ISPA, karena pneumonia
pada bayi dan anak balita. (DepKes RI, 2002)
Pola pengasuhan anak balita sangat
tergantung pada nilai-nilai yang dimiliki keluarga itu. Di Indonesia peran perawatan
dan pengasuhan anak lebih banyak dipegang oleh istri atau ibu meskipun
pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama, Walaupun demikian perubahan
status istri atau ibu menjadi wanita karier dapat mempengaruhi tugas pengasuhan
ini. Dalam menangani anak bila demam usia dan pengalaman orang tua sebelumnya
dalam merawat anak akan lebih rilek dalam menghadapi anak balita sakit.
Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kekerasan Oleh Suami Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga
17:56
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah
global yang terkait dengan kesehatan dan hak asazi manusia. Kekerasan terhadap perempuan sangat berkaitan
dengan ketimpangan gender dan memberikan dampak yang sangat merugikan terhadap
kesehatan perempuan. Tindakan kekerasan ini sering digunakan sebagai cara untuk
mempertahankan dan memaksakan subordinasi perempuan terhadap laki-laki (Depkes
RI, 2005)
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2004
Tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Kekerasan dalam rumah
tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalamlingkup keluarga (Depkes RI, 2005).
Menurut United Nation
Fondation Asociatoin UNFPA (2007) penduduk
di Indonesia, suatu saat dalam kehidupannya perempuan, pernah mengalami
kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh laki-laki. Kekerasan yang
dilakukan terhadap perempuan merupakan penyebab terjadinya kematian urutan ke sepuluh
pada wanita usia subur pada tahun 1998. Diperkirakan 2-3 juta wanita
diperdagangkan diberbagai penjuru dunia pertahunnya.
Menurut 50 survey kependudukan di seluruh dunia, 10-50%
perempuan melaporkan pernah terjadi kekerasan atau disakiti secara fisik oleh
pasangannya. Kekerasan fisik hampir selalu diikuti oleh penyalahgunaan secara
psikologis, dan sekitar sepertiga sampai lebih dari setengah diikuti oleh
penyalah gunaan seksual. Sebagai contoh diantara 613 orang terdapat perlakuan
kekerasan di Jepang, 57% mengalami kekerasan fisik, psikis dan seksual. Hanya
8% yang mengalami penyalahgunaan fisik saja. (Depkes RI, 2007)
Di Indonesia masih sulit diperoleh data tentang kekerasan
terhadap perempuan . Namun demikian, bukan berarti kekerasan terhadap perempuan
tidak pernah terjadi di Indonesia. Berbagai indikasi menunjukkan bahwa
kejadiannya cenderung sering. Namun jarang mengemuka. Beberapa kasus yang
sangat berat sesekali diliput media massa, yang tidak jarang berakibat fatal.
Data yang berasal dari catatan kantor Polisi pada tahun 2002-2004 menunjukan
adanya 8.525 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 3000 kasus perkosaan yang
dilaporkan. Kejadian kekerasan terhadap perempuan terjadi pada semua kalangan
sosioekonomi (UNFPA, 2007)
Kekerasan dalam rumah tangga sangat bervariasi dan dapat
berupa penyerangan fisik, seperti pemukulan, menampar, menendang, menempeleng,
menyepak, menggigit atau mencoba menggantung, membakar atau menyiramkan cairan asam
kewajah, memukul dan memperkosa dengan bagian tubuh atau benda tajam,
mengunakan senjata mematikan untuk menusuk atau menembak istri/pasanganya.
Kekerasan dapat pula berbentuk penyalahgunaan spikis lainnya seperti
meremehkan, melecehkan, menekan dan menghina, termasuk mengendalikan perilaku
melalui isolasi perempuan terhadap keluarga dan teman-temannya, mengawasi dan
membatasi ruang lingkup kehidupannya (Depkes RI, 2007).
Menurut data yang
dikumpulkan oleh Kalyanamitra (2007) dari surat kabar menunjukan bahwa pada
tahun 2006 terekam 37 kekerasan dalam rumah tangga, yang 68% diantaranya
berakibat fatal. Jumlah korban berusia 12-18 tahun dan 22% pada korban berusia
18-50 tahun. Pelakuknya biasanya (74%) dikenal oleh korban.
Subscribe to:
Posts (Atom)