BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah 1. pemecahan suatu bagian khususnya tulangp, 2. Pecah atau ruktur
pada tulang. ( Dorland,2012)
Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan umumnya di sebabkan oleh ruda paksa.
( Sneltzer,C, 2002)
Fraktur femur dapat
terjadi pada beberapa tempat, bila bagian kaput, colum, atau trokhanterik femur
yang terkena, terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga dapat terjadi pada
batang femur dan diaerah lutut (Fraktur Suprakondiler dan kondiler) ( Sneltzer,C, 2002)
Fraktur di bagi dalam beberapa jenis,
yaitu fraktur komplet, yaitu patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser
dari posisi normal), fraktur tidak komplet, patah hanya
terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang, fraktur tertutup (fraktur
simple) tidak menyebabkan robeknya kulit, fraktur terbuka (fraktur komplikata/
kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang (Smeltzer, 2002).
Penyebab fraktur
adalah trauma yaitu Dibagi menjadi dua, yaitu: Trauma
langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi
miring dimana daerah trokhanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung,
yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset
di kamar mandi pada orangtu.( Hidayat, 2008)
Tanda dan gejala fraktur adalah Nyeri
hebat di tempat fraktur. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah. Rotasi luar dari kaki
lebih pendek. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti
: fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur, deformitas (Hidayat, 2008)
Fraktur sering kali terjadi di negara
kita, khususnya di kota.
Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Fraktur
sering terjadi pada laki-laki remaja dan dewasa yang umumya sering menggunakan
kenderaan dan melakukan aktivitas berat yang tidak terkontrol. Negara indonesia,
kasus fraktur femur sangat tinngi. Trauma merupakan pembunuh nomor tiga di indonesia.
Menurut data Kepolisian Republik Indonesia tahun 2003, jumlah fraktur fibula di
jalan mencapai 13.399 kejadian 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694
mengalami luka ringan. Dengan data itu,rata-ratasetiap hari, terjadi 40
fraktur femur
yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. (Amrizal, 2007)
Menurut data penulis peroleh dari
buku register Ruang Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah mulai September 2010 sampai dengan September 2011 jumlah pasien yang di
rawat 2060 orang menderita fraktur dengan persentase 9.56%.( Rumah Sakit Umum
Daerah , 2011)
Penanganan fraktur biasanya menyertai
trauma untuk itu sangat penting untuk melakukan pemerikasaan terhadap jalan
nafas,(air way), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (crculation)
apakah terjadi shok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada maslah lagi,
baru di lakukan anemnesis dan pemeriksaan fisik secara terpencil, waktu
terjadinya kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui beberapa lama sampai
di rumah sakit, meninggal golden periode 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semekin besar, lakukan anemnesis dan pemeriksaan fisik
secara tepat, singkat dan lengkap. ( Mansjoer A. 2000).
Peran perawat pada
kasus praktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien
yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk
mencegah komplikasi serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah (Ilham, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis merasatertarik untuk membahas lebi lanjut mengenai fraktur dengan judul ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG BEDAH RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH ”.
B. Tujuan penulisan
1.
Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran dan
pengalaman nyata tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan fraktur Femur di ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah melalui pendekatan proses keperawatan secara Komprehensif.
2.
Tujuan Khusus
a.
Dapat melakukan pengkajian
keperawatan secara komprehensif pada Tn. M dengan fraktur Femur di
Ruang Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah .
b.
Dapat mengidentifikasi masalah
keperawatan berdasarkan data-data yang di peroleh pada Tn. M dengan fraktur Femur di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah .
c.
Dapat merencanakan tindakan
keperawatan pada Tn. M dengan fraktur Femur di Ruang Bedah Rumah Sakit
Umum Daerah .
d.
Dapat mengevaluasi hasil
tindakan yang di laksanakan terhadap tindakan pada Tn. M dengan fraktur Femur di
Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah.
e.
Dapat mendokumentasikan asuhan
keperawatan pada Tn. M dengan fraktur Femur di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah .
BAB II
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan
pada pasien Tn. M dengan kasus fraktur femur di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah , penulis
akan membahas permasalahan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Data yang penulis
kumpulkan melalui wawancara langsung dengan pasien dan keluarga, observasi dan
dokumentasi dan keperawatan.
A.
Pengkajian
Hasil pengkajian langsung dengan
pasien didapatkan data sebagai berikut, pasien bernama Tn. M, umur 55 tahun, suku ,
agama Islam, pendidikan SMP,
pekerjaan tani, alamat , Nomor Cm. 095388,
masuk tanggal 18
Oktober 2011 dengan diagnosa
medic Fraktur Femur
tertutup, di Ruang Rawat Inap Bedah Umum Daerah .
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang
yang fraktur masih utuh (Mardhiya, 2009).
Secara teoritis kebanyakan fraktur terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
kenderaan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien
mengalami trouma multipel yang menyertainya
(Smeltzer, 2002).
Berdasarkan pengkajian yang
dilakukan terhadap pasien Tn. M
didapatkan keluhan nyeri, akibat patah tertutup pada daerah femur sebelah kanan.
Secara
tioritis nyeri dikarenakan kerusakan jaringan lunak dan plasma otot berperan
terhadap terjadinya ketidak nyamanan: nyeri bersifat subjektif dan dapat
dievaluasi melalui penggambaran sifat dan lokasinya, yaitu penting untuk
menentukan penyebab ketidak nyamanan dan untuk mengusulkan intervensi, nyeri
yang berkelanjutan dan menunjukan berkembangnya masalah neorovaskules (Smeltzer,
2002).
Pasien dibawa
oleh keluarga ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah pada tanggal 18 Oktober 2011 jam 09.30 wib
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas adanya
luka lecet, pada lengan dan siku yang mengakibatkan patah
dengan keluhan nyeri pada femur
sebelah kanan dan adanya luka lecet, pada
lengan dan siku. Pasien dalam keadaan sadar
sepenuhnya, akibat kecelakaan sepeda motor tersebut pasien juga mengalami luka
lecet, sehingga tidak dapat beristirahat dan beraktivitas. Pasien di tangani
oleh dokter dan di berikan tindakan berupa, pemasangan cairan infus dan di
lakukan pembidaian pada daerah femur
sebelah kanan,
pada tanggal 21
Oktober 2011 saat penulis melakukan pengkajian pasien mengatakan
masih terasa nyeri khususnya saat mengerakan kaki dengan skala nyeri 9.
Secara teori nyeri disebabkan kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang (Dake. 2012)
Pada
riwayat dahulu, pasien mengatakan belum pernah
mengalami fraktur atau trauma fisik seperti yang di deritanya sekarang dan
belum pernah mengalami penyakit yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Pasien kadang-kadang mengalami pilek, sakit
kepala dan sembuh dengan hanya berobat ke Puskesmas.
Secara teoritis,
Kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(Mardhiya, 2009).
Riwayat penyakit keluarga menurut
keterangan pasien dan keluarga bahwa dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit seperti yang di alami pasien sekarang dan tidak ada dalam keluarga
pasien yang menderita penyakit menular seperti TB paru, dan penyakit keturunan
lainnya seperti diabetes mellitus.
Secara tiori Penyakit
keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Mardhiya, 2009).
Pada nutrisi, sebelum sakit pasien
makan secara teratur 3 kali sehari dengan menu berupa nasi dan lauk pauk,
sayur-sayuran, buah-buahan dan sesekali makan mie. Selama sakit pola makan
pasien terganggu, pasien mampu menghabiskan ½ dari porsi yang disediakan,
karena sering timbul nyeri.
Secara teoritis, pasien fraktur femur mengalami ganguan pada
pola nutrisi, karena keinginan pasien untuk makan terganggu dengan adanya nyeri
yang berat pada daerah fraktur (Mardhiya,
2009)..
Pola eliminasi, sebelum Sakit
pasien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi setengah padat, warna
kuning. BAK lebih kurang 5-6 kali sehari berwarna kuning dan lancar. Selama
sakit pola eliminasi pasien tidak terganggu. Pasien BAB dengan frekuensi BAB 1
kali sehari dengan konsistensi setengah padat, dan di BAB dibantu dengan
menggunakan pispot karena pasien tidak bisa beranjak dari tempat tidur. BAK
lebih kurang 5-6 kali sehari berwarna kuning dan lancar
Secara teoritis pasien fraktur femur mengalami ganguan pada
pola nutrisi, karena keinginan pasien untuk makan terganggu dengan adanya nyeri
yang berat pada daerah fraktur (Mardhiya, 2009)..
Pola istirahat, Sebelum sakit, kebutuhan
istirahat pasien terpenuhi, pasien tidur sehari semalam 7-8 jam. Selama sakit
pola istirahat pasien mengalami gangguan, pasien hanya bisa tidur malam 4-5 jam dan tidur
siang lebih kurang 1 jam karena nyeri dan tidak bisa bergerak.
Secara teoritis, Semua klien
fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Mardhiya, 2009).
Pola aktivitas, sebelum sakit
pasien dapat beraktivitas melakukan kegiatannya sehari-hari sebagai petani.
Selama sakit aktifitas dan kegiatan pasien terganggu sehingga harus di bantu
oleh keluarga dan perawat seperti membantu pasien menyediakan tempat untuk BAB
dan BAK, menyeka dan memberi makan.
Secara
teoritis pasien kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, mungkin segera,
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan
nyeri (Ilham,
2008).
Personal
hygiene, sebelum sakit pasien dapat merawat dirinya sendiri dalam sehari pasien
mandi 2 kali, menyikat gigi 2 kali, menyuci rambut 1 kali dan mengganti baju
sehabis mandi, selama sakit personal hygiene semuanya harus di bantu oleh
perawat dan keluarga seperti dalam hal mandi, menyikat gigi dan mengganti baju.
Riwayat
psikologis, pasien mampu menerima kondisinya yang
sekarang dengan tabah dan harapan pasien penyakitnya cepat sembuh dan dapat
berkumpul denga keluarga.
Menurut tioritis respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Mardhiya, 2009).
Riwayat spiritual Selama dalam
perawatan pasien mampu dapat berinteraksi sosial dengan baik terhadap keluarga maupun
keluarga pasien yang lain dan selama di rawat banyak sanak famili yang
mengunjungi pasien.
Menurut teoritis untuk klien
fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien (Mardhiya, 2009)
Pada pemeriksaan umum didapatkan
keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, berat badan sebelum sakit 55 kg,
tinggi badan 165 kg, skala nyeri 9
(berat)
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan data: tekanan darah 120/110
mmHg, suhu 37,5 °C,
RR 20
x/m, dan nadi 80 x/m. Pada pemeriksaan Inspeksi didapatkan; kepala
bentuk oval, benjolan tidak ada,
kebersihan kulit kepala terjaga,
bentuk mata agak sipit konjungtiva merah, lingkaran mata hitam, tidak ada
sekret, penglihatan jelas, pergerakan mata normal, telinga bentuk simetris,
serumen tidak ada, pendengaran baik, hidung: bentuk simetris, tidak ada sekret,
tidak ada benjolan, kebersihan terjaga,
Kebersihan mulut terjaga, mukosa mulut kering, gigi tidak lengkap.
ekspresi wajah meringis, wajah tampak cemas dan tidak bersemangat, gelisah dan
wajah pasien tampak pucat, leher bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, lesi tidak ada, pergerakan normal, dada bentuk simetris, pergerakan
dada teratur, abdomen, bentuk simetris, tidak di jumpai lesi, Integumen kulit
kering, warna kulit agak hitam
dan tidak ada lesi, Ekstremitas bawah: sebelah kanan tidak bisa digerakkan karena pasien mengalami
fraktur femur. Ekstremitas
atas, Pergerakan normal, bisa di
gerakkan kesegala arah, terpasang IVFD Dextrose
5 % dengan 20
tts/menit di tangan sebelah kanan, Genetalia menurut keterangan dari pasien
tidak ada kelainan dengan alat genetalianya, Palpasi: turgor kulit jelek, adanya nyeri tekan pada daerah femur sebelah kanan (skala
nyeri 9). Perkusi reflek patella sebelah kiri normal. Distensi abdomen tidak
ada. Aukultasi, bunyi peristaltik usus menurun, bunyi tetak jantung lub-lub.
Secara teoritis, pemeriksaan fisik
berdasarkan pengkajian neuromaskuler dari fraktur anggota gerak menyatakan
nyeri pada lokasi fraktur terutama pada saat digerakkan, pembengkakan,
pemendekan ekstremitas yang sakit, paralisis (hilangnya daya gerak), angulasi
ekstremitas yang sakit, krepitasi (sensi keripik yang ditemukan bila mempalpasi
patahan-patahan tulang), spasme otot, parestesia (penurunan sensasi), pucat dan
tidak adanya denyut nadi pada bagian
distal pada lokasi fraktur bila alirah darah arteri terganggu oleh fraktur (Mardhiya, 2009).
B.
Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan pengkajian dan analisa
data yang penulis lakukan pada tanggal 03 sampai 05 Maret 2011 didapatkan. Diagnosa keperawatan
yang muncul pada Tn M dengan fraktur femur adalah nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasma otot sekunder akibat fraktur, Perubahan pola
tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi
yang biasa sekunder akibat nyeri. Intoleransi aktifitas behubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri.
Secara teoritis, diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur adalah nyeri yang
berhubungan dengan fraktur, resiko terhadap cidera yang berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler, kurang perawatan diri yang berhubungan dengan
hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari (Smeltzer,
2002).
Dari diagnosa
keperawatan diatas dapat di lihat bahwa ada diagnosa keperawatan yang muncul
pada tiori tapi tidak ada dikasus yaitu resiko
terhadap cidera yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, diagnosa ini tidak muncul karena semua keperluan pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat
Masalah berikutnya
yaitu kurang perawatan diri yang berhubungan dengan
hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari, diagnosa ini tidak muncul pada pasien karena semua
kebutuhan perawatan diri pasien dibantu keluarga dan perawat.
Selanjutnya penulis
akan membahas diagnosa yang muncul pada kasus yaitu nyeri berhubungan troauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder akibat fraktur,
Secara tioriris
nyeri disebabkan kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur dalam
tulang (Dake, 2012)
Diagnosa kedua
perubahan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa
sekunder akibat nyeri.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. (Marthia, 2009)..
Diagnosa ketiga
intoleransi aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
sekunder akibat nyeri
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. (Marthia, 2009).
C.
Perencanaan
dan
pelaksanaan
Rencana tindakan yang ada pada
tinjauan kasus tidak jauh berbeda dengan apa yang tergambar dengan tinjauan
teoritis, tetapi keadaan pasien, fasilitas dan prasarana rumah sakit akan
mempengaruhi dalam penyusunan-penyusunan rencana keperawatan.
Prioritas masalah pertama yaitu nyeri
akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasma otot sekunder akibat
fraktur, tujuan yang ingin dicapai yaitu nyeri
berkurang dengan kriteria hasil pasien tidak lagi mengeluh nyeri, pasien tampak
tenang. maka disusunlah rencana tindakan yang meliputi monitor dan kaji keadaan
nyeri pasien, beri kompres hangat pada daerah yang nyeri sesuai dengan
yang dibutuhkan, maka implemantasi
yang diberikan adalah mengkaji tingkat nyeri dengan mengunakan skala nyeri, memberikan
kompres hangat pada daerah nyeri.
Secara tioritis
mengkaji tingkat nyeri untuk dapat mengetahui penyebab timbulnya nyeri. memberikan kompres
hangat pada daerah nyeri dengan memberikan konpres hangat akan terjadi fase
pembersihan sehingga menguranggi rasa nyeri (Dake, 2012)
Prioritas masalah kedua yaitu Perubahan pola tidur berhubungan dengan kesulitan
menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri tujuan yang ingin dicapai
yaitu kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil keadaan
umum membaik, pasien dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman, maka
disusunlah rencana tindakan yang meliputi atur posisi tidur yang nyaman,
ciptakan suasana yang tenang dan nyaman, maka
implementasi yang diberikan mengatur posisi tidur semi folwer atau foler
berganti arah sesuai keinginan pasien, mengajurkan pada keluarga agar tidak
ribut dalam ruangan.
Secara tioritis
dengan mengatur posisi tidur mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, menganjurkan
pada keluarga agar tidak ribut dalam ruangan agar meningkatkan kenyamanan
pasien beristirahat (Sarono, 2007)
Prioritas masalah ketiga yaitu Intoleransi aktifitas behubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri dengan kriteria hasil keadaan umum
membaik dan pasien sudah dapat melakukan aktivitas sendiri, maka disusunlah
rencana tindakan yang meliputi berikan bantuan pada aktivitas kehidupan
sehari-hari sesuai kebutuhan dan rencanakan istirahat selama siang hari, bantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan,
dan implementasi
yang diberikan adalah membantu pasien dalam melakukan aktifitas perawatan diri
dan menganjurkan keluarga untuk membantu perawatan pasien.
Secara teoritis
dengan membantu aktivitas pasien dapat mengurangi pengunaan energi pasien,
meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen,
tirah baring dipertahankan selama pasien takut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik (Dake, 2012).
E. Evaluasi
Evaluasi atau penilaian dilakukan
secara terus-menerus dan kesinambungan dengan cara mengamati langsung
perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien, pada prinsipnya tidak semua
masalah dapat teratasi dengan sempurna sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang diharapkan, adanya kerjasama yang baik antara tim kesehatan dan keluarga
dalam asuhan keperawatan yang efektif, serta tersedianya fasilitas yang diperlukan
sangat membantu dalam perawatan pasien Adapun hasil evaluasi asuhan keperawatan
yang dilakukan sesuai dengan masalah yang timbul pada Tn. M adalah nyeri berhubungan
dengan trauma jaringan dan reflek
spasma otot sekunder akibat fraktur tidak semua masalah
yang timbul dapat teratasi. Tujuan yang ingin dicapai yaitu nyeri berkurang,
pasien tampak tenang, skala nyeri 3 masalah teratasi sebagian sampai hari terakhir perawatan.
Diagnosa kedua Perubahan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri, Tujuan
yang ingin dicapai yaitu kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi dengan
kriteria hasil keadaan umum yang baik, pasien dapat beristirahat dengan tenang
dan nyaman. Masalah teratasi sampai hari terakhir perawatan, dimana pasien sudah mulai tidur ± 7 jam.
Diagnosa ketiga Intoleransi aktifitas behubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri. Tujuan yang
diharapkan adalah aktifitas pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil
keadaan umum membaik, pasien mampu melakukan aktifitas, masalah belum dapat
diatasi sampai hari terakhir perawatan dimana pasien mengatakan tidak dapat beraktifitas.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan
uraian yang telah penulis uraikan dalam BAB I dan BAB II maka pada BAB III
laporan studi kasus penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dan saran-saran
dengan harapan akan dapat menyempurnakan pelayanan kepada pasien fraktur femur khususnya dan kemampuan pelaksanaan asuhan
keperawatan pada umumnya.
A. Kesimpulan
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan umumnya di sebabkan oleh ruda paksa, akibat fraktur tertutup pada daerah femur sebelah kanan
2. Pada Pengkajian Tn M didapatkan keluhan nyeri
akibat fraktur
3. Diagnosa yang timbul pada Tn.M dengan fraktur
femur adalah nyeri, perubahan pola tidur, dan intoleransi aktifitas.
4. Intervensi keperawatan yang diberikan pada Tn.M sesuai
dengan intervensi dan diperioritaskan sesuai dengan kebutuhan yang diarahkan
untuk mengurangi nyeri, memenuhi kebutuhan tidur pasien dan memenuhi pola
aktivitas pasien.
5. Dalam melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dan disesuaikan dengan masalah dan rencana keperawatan yang telah disusun dari tindakan kolaboratif kesehatan lain
seperti tim medis dan ahli gizi. Implemantasi yang diberikan antara lain mengkaji tingkat nyeri yang
dirasakan pasien, mengatur posisi tidur semi fowler atau fowler bergantian arah
sesuai dengan keinginan pasien, memberikan bantuan pada aktivitas sehari-hari
sesuai kebutuhan.
6. Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan
pada pasien Fraktur Femur diketahui masalah yang teratasi adalah perubahan pola tidur, sedangkan
yang teratasi sebagian nyeri, dan masalah intoleransi aktifitas belum teratasi.
B.
Saran-Saran
1. Untuk semua perawat hendaknya berupaya
dalam melaksanakan asuhan keperawatan menyeluruh dengan melihat aspek
bio-psiko-sosial yang disesuiakan dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan
pasien.
2. Asuhan keperawatan yang dilaksanakan hendaknya
melibatkan tim kesehatan keperawatan dan pasien atau keluarga secara konsisten
dan bertanggung jawab sesuai dengan mengoptimalkan keluarga/pasien.
3. Pendidikan kesehatan yang diberikan pada
Tn. M keluarga hendaknya
harus diberikan secara intensif sesuai tingkat kemampuannya untuk dapat
mengusahakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengobatan perawatan selama
dirumah sakit atau dirumahnya. Dan menganjurkan untuk berhati-hati dalam berkenderaan dijalan raya.
4. Pada evaluasi ini tindakan hendaknya dalam
memberi perawatan mampu melakukan penilaian dengan baik terhadap rencana
tindakan keperawatan sesuai dengan tujuan yang diharapkkan.
5. Kami himbau kepada segenap tenaga
keperawatan maupun tim medis agar lebih mengutamakan kepentingan pasien di
antara kepentingan pribadi
0 komentar:
Post a Comment