Thursday, 25 April 2013
Tinjauan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit Di Puskesmas
17:39
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, Manajemen Terpadu Balita Sakit sudah mulai
dikembangkan sejak tahun 1996 oleh Departemen Kesehatan yang bekerjasama dengan
WHO (World Health Organization). Layanan ini tidak hanya kuratifnya saja
tapi sekaligus pelayanan preventif dan promotifnya. Tujuan dari pelatihan ini
yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang terampil menangani bayi dan balita
sakit dengan menggunakan tatalaksana MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Sasaran utama pelatihan MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi
dokter Puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapat melakukan supervisi
penerapan MTBS di wilayah kerja Puskesmas (Depkes, RI 2006).
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang
digagas oleh WHO dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan
penilaian, membuat klasifikasi serta memberikan tindakan kepada anak terhadap
penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan serta
meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat. (Mahyuliansyah, 2009).
WHO dan UNICEF memperkenalkan satu set pedoman
terpadu yang menjelaskan secara dini penanganan penyakit-penyakit tersebut.
Selanjutnya dikembangkan paket pelatihan untuk melatih proses manajemen terpadu
balita sakit kepada tenaga kesehatan yang bertugas menangani anak sakit.metode
ini dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit. (Depkes RI,2004).
Derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan
perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan
hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup
pengertian yang sangat luas, yakni bukan bebas dari penyakit tetapi juga
tercapainya keadaan kesejahteraan baik pisik, sosial dan mental (Yuni, 2009)
Susesnas 2001 menunjukkan bahwa Angka Kematian
Bayi di Indonesia sebesar 68 per 1.000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak
meninggal per tahun sebelum usia 5 tahun dan diantaranya 115 adalah bayi
sebelum berusia 1 tahun. Dari seluruh kematian tersebut sebagian besar
disebabkan oleh infeksi pernafasan akut, diare, dan gangguan perinatal/neonatal
(Depkes RI 2006).
Angka kematian balita (0-<5 tahun)
menggambarkan tingkat permasalahan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap kesehatan anak balita seperti Gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan
(Profil Prov.Aceh, 2010).
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang dilahirkan pada
tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai
angka per 1.000 LH. Target Indonesia sehat 2010 adalah 58 balita per 1.000 LH.
Gambaran perkembangan AKABA di Aceh tahun 2010 kematian balita masih tinggi sebesar 88 balita per 1.000 LH. Jumlah Balita di provinsi Aceh 460.871 orang dimana jumlah kematian
balita berjumlah 159, jadi total seluruhnya kematian anak umur 0-<5 tahun
berjumlah 1.199 orangGambaran Pengetahuan Bidan Tentang Plasenta Rest (Sisa Plasenta) Di Wilayah Kerja Puskesmas
17:31
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan
Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya
Kesehatan Masyarakat yang optimal, melalui terciptanya masyarakat bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai
oleh penduduknya hidup dalam lingkungan
dengan berperilaku hidup yang sehat. memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan, yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia ( Dep Kes RI, 2003 )
Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 KH (Depkes RI, 2011 ).
Upaya
penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%,
emboli 3%, dan lain-lain 11% (Depkes
RI, 2011 ).
Menurut WHO, Pendarahan menempati
persentase tertinggi penyebab
kematian ibu (28 persen), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu
hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan
faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari
seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara
kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan
bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan
menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami
masalah kesehatan yang berkepanjangan.
(Depkes RI, 2010)
Seorang
wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total
tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan
darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis
perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah
anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya.
Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu
dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena
perlukaan jalan lahir.
Perkiraan Haemoglobin pada Kehamilan
10:32
No comments
Pemekirsaan hemoglobin (Hb)
secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan untuk
mendeteksi anemia . Namum ada kecendrungan kegiatan itu tidak dilaksanakan
secara optimal selama masa kehamilan . perubahan fisiologis yang terjadi dalam
masa kehamilan mengakibatkan penurunan Hb secara progesif sampai sekitar minggu
ke 30 , yang secara fisiologis masih normal. Perubahan normal ini dikenal
sebagai hemodilusi (Mahomed dan
Hylten,1989 ) dan biasanya mencapai titik terendah pada kehamilan minggu ke 30
. oleh karena itu pemeriksaan Hb dianjurkan untuk dilaksanakan pada awal
kehamilan dan diulang kembali pada minggu ke 30 untuk mendapat gambaran akurat
tentang status Hb (Villiar dan Berg,1997 . Mahomed dan Hylten 1989 ).
Hemodifusi fisiologis dianggap
sebagai suatu tanda kehamilan normal , dalam kaitannya dengan hasil kehamilan
yang baik bagi janin ( yaitu berat lahir sesuai dengan umur kehamilan ).
Apabila tidak terjadi proses hemodilusi , yang ditandai oleh kadar Hb yang
tinggi , dapat diindikasikan adanya gangguan pada perubahan fisiologis akibat
ternganggunya sirkulasi darah plasenta yang dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin ( Villar dan Bergsjo 1997, dan Merilainen 1995 , Koller
sandvey dan sagen 1980 ).
Kader Hb 11 gr% dianggap
sebagai batas normal terendah dalam masa kehamilan namun demikian batasan –
batasab lain sering digunakan dalam mendefinisikan anemia dalam kehamilan.
Banyak batasan – batasan tersebut tidak mempunyai bukti yang jelas secara
ilmiah untuk mendukung penggunaannya. Batasan tersebut belum jelas kaitannya
dengan umur kehamilan. Walaupun Hb pada masa kehamilan dibawah 10 g % ( 11 g%
pada ibu dengan gizi baik ), dikatakan rendah , namun masih sedikit bukti
ilmiah yang konsisten dalam penanggulangannya sesuai dengan tingkat kader Hb
yang ada.
Untuk saat ini anemia dalam
kehamilan di indonesia ditetapkan dengan
kadar Hb < 11 g% pada trisemister I
dan III atau Hb < 10.5 g % pada tri
semister II , sehingga prevalensi anemi pada kehamilan di indonesia relatif
tinggi (63,5 %).
Pemeriksaan kadar Hb terbaik
adalah dengan menggunakan spektrofotometer sehingga pemeriksaan secara Sahli
dan Talguist hanya merupakan alternatif pemeriksaan dilapangan.
Namun pada kenyataan
dilapangan pemeriksaan kadar Hb menggunakan metode Sahli karena memang itu alat
yang tersedia di institusi kesehatan terdepan yakni Puskesmas.
2.9. Penyebab Hemoglobin (Hb) Rendah
dalam Kehamilan.
Penyebab utama rendahnya
hemoglobon (Hb) dalam kehamilan adalah defisiensi besi terutama bila hanya
terjadi anemia ringan. Pada Hb di bawah 9 g % dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan lebih teliti, karena masih adanya kem ungkinan penyebab lain diluar
kekurangan besi (Mahomed dan Hytten 1989 ). Pada umumnya seorang ibu hamil dengan
Hb rendah harus diberikan seplementasi besi, meskipun ada sebab lain seperti
cacing dan malaria yang harus dipertmbangkan untuk menentukan langkah tindak
lanjut yang sesuai.
Telah dikemukakan bahwa
pemberian suplementasi besi rutin pada ibu hamil dengan gizi baik hanya memberi
efek yang terbatas pada peningkatan Hb (Mahomed dan Hylten 1989 ). Hasil
penelitian mutakir menganjurkan pemberian besi secara rutin hanya dilakukan
pada ibu hamil yang telah terbukti menderita anemia (Mahommed 1993). Namun di negara
– negara yang mengalami kekurangan gizi , suplemen gizi masih dinajurkan ,
karena sering kali sulit untuk memperkirakan secara tepat kadar Hb Ibu hamil.
Anjuran program nasional
indonesia adalah pemberian 60 mg/hari elemenlat besi dan 50 g asam folat untuk profilasis anemia . Program Depertemen
Kesehatan R I memberikan 90 tablet besi selama 3 bulan.
Beberapa jenis makanan
tertentu dapat mempengaruhi daya serap tubuh terhadap zat besi. Khususnya
tembakau, teh dan kopi diketahui mengurangi penyerapan besi. Oleh karena itu
ibu hamil yang mendapat suplementasi besi dianjurkan untuk menggindari tembakau , teh dan kopi terutama sekitar
waktu makan . Makanan lain seperti protein dan vitamin C dapat membantu
penyerapan. Oleh karena itu harus disarankan untuk mengkonsumsi pangan yang
kaya akan protein dan vitamin C.
HAEMOGLOBIN
10:30
No comments
Fungsi utama dari sel darah
merah adalah mengangkut oksigen ( 02 ) ke jaringan dan mengembalikan
karbon dioksida ( CO2 ) dari jaringan ke paru – paru . untuk mencapai pertukaran gas ini ,
sel darah merah mengandung protein khusus, yang bernama haemogobin .setiap sel
darah merah mengandung sekitar 640 juta
molukul heamoglobin dan setiap melekul dewasa normal (Hb A) terdiri atas empat
rantai polipepdida 2 2 , masing
– masimg dengan gugus haennya sendiri . berat melekol Hb A 68.000.
Fungsi dari melekul
haemoglobin adalah memuat dan melepas 02 .
Agar berhasil mengangkut
heamoglobin untuk jaringan dan untuk pertukaran gas yang baik, sel darah merah
dengan diameter 8m , harus sanggup melewati secara berulang ulang
mikrosirkulasi yang berdiameter minimum 3,5 m, untuk menjaga haemoglobin dalam keadaan tereduksi dan
untuk menpertahankan keseimbangan osmosik walaupun terdapat konsentrasi protein
(haemoglobin ) tinggi dalam sel . perjalanan totalnya sepanjang 120 hari kehidupan sel diperkirakan
300mil.
2.3. ANEMIA
Biasanya ini definisikan
sebagai konsentrasi haemoglobin dalam darah rurang dari pada 13,5 g/dL pada
laki – laki dewasa dan kurang dari 11,5 g/dL pada wanita dewasa. Wealaupun ada
yang memakai 14 g/dl dan 12 g/dl sebagai batas terendah normal pada orang
dewasa. Dari umur 3 bulan sampai akil balik , kurang dari pada 11 ,0 g/dl
menunjukan anemia . Karena bayi baru lahir mempunyai kadar haemoglobin tinggi
,15 g/dl dianggap sebagai batas terrendah ketika lahir. Penurunan haemoglobin
biasanya disertai olah penurunan jumlah sel darah merah dan packet cell volume
(PCV) tetapi ini dapat normal pada beberapa pasien dengan kadar haemoglobin
subnormal . Perubahan dalam volume plasma total yang beredar sebagai mana
haemoglobin total yang beredar menentukan apakah anemia terdapat atau tidak .
Penurunan volume plasma dapat menyelubungi anaemia, sebaliknya peningkatan
volume plasma dapat menyebabkan anaemia bahkan dengan sel darah merah total
dalam sirkulasi normal dan masa haemoglobin normal.
Setelah kehilangan darah
banyak akut , anemia tidak segera tampak nyata , karena volume darah total
berkurang. Volume plasma memerlukan waktu satu hari untuk diganti dan dengan
demikian sampai nampai anaemia . Regenerasi massa haemoglobin memakan waktu
lebih lama . 0leh karena itu , gambaran klinis mula – mula dari kehilangan
darah akut dan banyak adalah disebabkan kerena penurunan volume darah bukan
karena anaemia.
Tabel 1
Nilai – Nilai Normal Sel Darah Merah Orang
Dewasa
Pria Wanita
Haemoglobin (Hb)* (g/dl) 13,5 - 17,5 11,5 – 15,5
HaemoglobinHaematokrit (PCV) (%) 40 -
52 36 - 48
Hitung sel
darah merah ( x 1012
/L) 4,5 - 6,5 3,9 - 5,6
Haemoglobin sel rata-rata (pg) 27
– 34
Volume sel rata-rata (fl) 80 – 95
Konsentrasi Haemoglobin sel rata rata (g/dl) 30 – 35
* Anak – anak : Neonatus Hb 15,0 – 21
,0 g/dl
3 bulan Hb
9,3 – 12,5 g/dl
1 tahun – pubertas Hb 11,0 – 13,5 g/dl
Sumber Kapita Selekta Haematologi oleh A V
Hoffbrand 1996.
Anemia yang dikenal baik
terjadi dengan difesiensi ( kekurangan ) zat Besi , vitamin B12 atau folat .
Anemia juga terjadi dengan defisiensi asam amino (protein) , tiroksin
atau endrogen tetapi dapat merupakanadaptasi terhadap komsumsi 02 jaringan
yang lebih rendah , bukan sebagai efek
langsung dari defisiensi pada eritropoisis (proses terbentuknya sel darah merah
di sumsum tulang belakang ) . Anemia juga terjadi pada defisiensi vitan C
(scurvy ) , vitamin E dan reboflavin.
Subscribe to:
Posts (Atom)