This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, 8 July 2013

Gambaran Pengetahuan Bidan Tentang Informed Consent Di Puskesmas



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Hak asasi manusia untuk hidup sehat yang dicanangkan oleh masyarakat internasional sudah tumbuh menjadi tekad bangsa-bangsa di dunia untuk meyelengarakan kehidupan manusia yang sejahtera, oleh karena itu istilah kesehatan harus diartikan “ Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup proaktif secara sosial dan ekonomi (Depkes RI, 2011 ).
Sumber utama dari pernyataan baru tentang kesehatan dalam arti kesejahteraan itu berakar dari piagam atlantik 1942, piagam PBB 1945, dan deklarasi hak azasi sedunia 1948. Muatan nilai norma hak asasi manusia tertuang dalam pasal 22, 25 dan 29 yang pada pokoknya” the right to healt care” dan “social welfare” merupakan azas dari negara yang menyelenggarakan “ the general welfare in a democratic society”. Ketiga sumber nilai hukum ini ditindak lanjuti melalui deklarasi Helsinki 1964, deklarasi Libson 1981 dan beberapa kesepakatan internasional lainya yaitu pelayanan kesehatan yang berunsur hak azasi manusia dan kesejahteraan, hak azasi manusia itupun menjadi dasar utama pengadaan informed consent, dalam rangka pelayanan kesehatan untuk kemanusiaan (Depkes RI, 2011 ).
Menurut data WHO (World Health Organization) tahun 2010, lebih dari 195.000 orang Amerika meninggal karena malpraktik atau kesalahan dokter dari 37 juta catatan pasien setiap tahunnya. Di Indonesia tahun 2012, menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan telah menerima 373 kasus kesehatan dari seluruh Indonesia, 90 kasus diantaranya malpraktek. Berdasarkan data yang dimiliki LBH Kesehatan sampai dengan empat tahun terakhir jumlah kasus yang LBH Kesehatan tangani rata-rata meningkat sekitar 80 persen. Ini baru kasus yang terdokumentasi sedangkan tahun 2012 untuk Provinsi Aceh tercatat ada 3 kasus dugan malpraktek (Tempointeraktif, 2013).
Tuntutan hak asasi manusia dibidang kesehatan mengubah kedudukan pasien (patient rights) yang semula bersifat asimetris karena kecendrungan professional yang mengutamakan efisiensi professional, pasien dianggap orang sakit tanpa diperhitungkan dalam arti dilupakan kedudukannya sebagai manusia yang mempunyai hak asasi kesehatannya sementara menurut pandangan paternalistik, hubungan antara dokter dengan pasien, dimana dokter berperan sebagai orang tua dari pasien dan keluarga, segala informasi, keputusan, dan tindakan medis terhadap pasien sepenuhnya ditangan dokter.
Hal ini berkaitan juga kecendrungan penyalahgunaan profesi kesehatan yang didorong oleh kepentingan sumber mencari nafkah melalui ilmu pengetahuan kesehatan yang cendrung mengorbankan nilai-nilai etika menyimpang dari dalil hipokrates bahwa ilmu kedokteran adalah ilmu yang mulia, yang seharusnya kelompok professional altrustik untuk mementingkan kesejahteraan orang lain ditas kepentingannya sendiri. 
Pelaksanaan  informed concent wajib hukumnya bagi dokter dan perawat, jika kewajiban informed concent ini diabaikan akan dapat merugikan salah satu pihak, baik dokter maupun pasien,apabila pasien tidak senang dengan informasi yang diterima tentang barbagai aspek penyakit mereka atau dokter menganggap informed concent merupakan suatu tugas yang dianggap sukar untuk dikerjakan maka akan mengakibatkan terjadinya tuntutan hukum, terhadap dokter selaku penyelenggara pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2011 ).
Informasi informed consent merupakan keharusan sebelum memberikan tindakan namun saat ini sering dijumpai dalam intansi kesehatan, informed consent tidak selalu diberikan dalam setiap tindakan medis, hanya untuk tindakan yang memiliki resiko tinggi yang informed consent dibuat. Untuk tindakan sederhana kebiasaan tidak dibuat informed consent.
Meningkatnya masalah tuntutan hukum terhadap petugas kesehatan, salah satunya disebabkan oleh belum terpenuhinya hak pasien, antara lain hak atas informasi dan hak atas persetujuan yang lebih dikenal dengan informed consent. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai hak-haknya dalam pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Radnasari pada tahun 2011 di RSU Sunan Kalijaga Demak didapat hasil angket dan observasi, dimana pengetahuan perawat tentang perannya sebagai sumber informasi dalam Informed Consent dapat dikategorikan cukup baik 8,7 % dan baik 90,3% tetapi dalam pelaksanaan peran sebagai sumber informasi di Informed Consent termasuk ke dalam kategori tidak baik 4,3%, kurang baik 60,8% dan cukup baik 30,9 %. Pengetahuan perawat tentang peran sebagai advokator pasien dapat dikategorikan kurang baik 13 %, cukup baik 30,4 %, dan baik 56,6 % sedangkan pelaksanaan peran perawat sebagai advokat pasien dapat dikategorikan tidak baik 39,1%, kurang baik 47,8 % dan cukup baik 13,1 %.

Gambaran Pengetahuan Bidan Tentang Amniotomi Di Wilayah Kerja Puskesmas



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan Indonesia sehat 2010 adalah  meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya Kesehatan Masyarakat yang optimal, melalui terciptanya masyarakat  bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan  dengan berperilaku hidup yang sehat. memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan, yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia  ( Dep Kes RI, 2003 )
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 menyatakan bahwa persalinan dengan amniotomi adalah sekitar 10-15 % dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri, presentasi amniotomi sekitar 5 % (Mediacom, 2012)
Di samping itu sumber lain mengatakan bahwa amniotomi berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat resiko mortalitas ibu dibandingkan pada persalinan Vaginal. Kematian ibu akibat amniotomi itu sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000 persalinan. Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada amniotomi adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar di banding persalinan pervagina. Malahan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginaan (2007). Komplikasi tindakan amniotomi sekitar 10 % dari seluruh angka kematian ibu (Mediacom, 2012)
Kualitas penduduk Indonesia 2011 tercatat Angka Kematian Ibu (AKI atau MMR) masih sebesar 228/100.000 kelahiran hidup .Target nasional, pada 2015 AKI akan turun dari 228/100.000 kelahiran hidup menjadi 102/100.000 kelahiran hidup begitu juga dengan angka kematian bayi turun menjadi 23/1.000 kelahiran hidup. Menurut Alit Wardana (2002), penyebab terpenting kematian maternal indonesia adalah perdarahan 40-60 %, infeksi 20-30 %, dan keracunan kehamilan 20-30 %, sisanya sekitar 5 % disebabkan karena penyakit lain yang memperburuk saat kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2011)
Salah satu indikator yang hendak dicapai pada tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian ibu dari 228/100.000 kelahiran hidup tahun 2008 menjadi 118/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014, menurunkan angka kematian bayi dari 34/1000 kelahiran hidup tahun 2008 menjadi 24/1000 kelahiran hidup tahun 2014 (Mediacom, 2009)
     Amniotomi/pemecahan selaput ketuban dilakukan bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar. Manfaat yang diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini kasus pencemaran mekonium pada cairan amnion, dan kesempatan untuk memasang elektroda ke janin serta memasukkan pressure catheter ke dalam rongga uterus. Jika amniotomi dilakukan. Yang penting kepala janin harus tetap berada di serviks dan tidak dikeluarkan dari panggul selama prosedur; karena tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps tali pusat. Selama selaput ketuban masih utuh, janin akan terhindar dari infeksi dan asfiksia. Cairan amniotic berfungsi sebagai perisai yang melindungi janin dari tekanan penuh dikarenakan kontraksi. Oleh karena itu perlu dihindarkan amniotomi dini pada kala I.
Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40-60%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya (Karkata, 2007).

Faktor-Faktor penyebab terjadinya kankes serviks pada wanita usia subur di BLUD RSU



BAB  I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina). Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita (Mansjoer, 2007)
Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Virus ini memiliki lebih dari 100 tipe, sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang menyebabkan kanker serviks dan paling fatal akibatnya adalah virus HPV tipe 16 dan 18. Namun, selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama ( Manuaba, 2008).
Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital. Karenanya, penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Pada tahap awal, penyakit ini tidak menimbulkan gejala yang mudah diamati. Itu sebabnya, yang sudah aktif secara seksual amat dianjurkan untuk melakukan tes pap smear (Verawaty, 2011)
Gejala fisik serangan penyakit ini pada umumnya hanya dirasakan oleh penderita kanker stadium lanjut. Yaitu, munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding), keputihan yang berlebihan dan tidak normal, perdarahan di luar siklus menstruasi, serta penurunan berat badan drastis. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal. Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia antara 35-50 tahun, terutama yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun (Verawaty, 2011)
Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan risiko terserang kanker leher rahim sebesar 2 kali dibandingkan perempuan yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun. Kanker leher rahim juga berkaitan dengan jumlah partner seksual. Semakin banyak partner seksual yang dimiliki, maka kian meningkat pula risiko terjadinya kanker leher rahim. Sama seperti jumlah partner seksual, jumlah kehamilan yang pernah dialami juga meningkatkan risiko terjadinya kanker leher rahim. Kanker serviks atau kanker leher rahim terjadi di bagian organ reproduksi seorang wanita. Leher rahim adalah bagian yang sempit di sebelah bawah antara vagina dan rahim seorang wanita. Di bagian inilah tempat terjadi dan tumbuhnya kanker serviks ( Manuaba, 2008).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks.Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. (WHO, 2008).
Di Indonesia, setiap satu jam, satu wanita meninggal karena kanker serviks, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)  infeksi ini merupakan faktor risiko utama kanker leher rahim. Setiap tahun, ratusan ribu kasus HPV terdiagnosis di dunia dan ribuan wanita meninggal karena kanker serviks Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu, bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut., kanker ini bisa menyebar keorgan-organ lain di seluruh tubuh (Verawaty, 2011)