This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, 24 July 2013

pengeluaran plasenta secara manual



a.                   Kaji  ulang indikasi.Persetujuan tindakan medis.Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus dan berikan sedativa dan analgetika (misalnya, petidin dan deazepam I.V. Jangan dicapur dalam semprit yang sama) atau ketamin. Beri antibiotika dosis tunggal (profilaksis)
b.                  Pasang sarung tangan DTT. Jepit tali pusat dengan kokher dan teganggkan sejajar lantai. Masukkan tangan secara obstetrik dengan menelusuri bagian bawah tali pusat. Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk kedalam kavum uteri. Dengan bagian lateral jari-jari tangan dicari insersi pinggir plasenta. Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam, jari-jari darapatkan.
c.                   Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah. Gerakan tangan kanan kekiri dan kanan sambil bergeser kekranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat di lepaskan. Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta akreta, dan sipkan laparotomi untuk histerktomi supra vaginal.
d.                  Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus saat plasenta di keluarkan.
e.                   Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V 60 tetes permenit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi.jika masih berdarah banyak, beri ergometrin 0,2 mg I.M atau prostaglandin. Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak. Jika tidak lengkap, lakukan eksplorasi kedalam kavum uteri. Periksa dan perbaiki robekan servik, vagina, atau episiotomi (Sarwono Prawirohardjo, 2004)
2.3.5.      Jika perdarahan uterus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah meninjukkan adanya koagulopati.
2.3.6.      Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam,sekret vagina yang berbau), berikan antibiotika untuk metritis yaitu segara tranfusi jika ada perdarahan, berikan antibiotika kombinasi sampai ibu bebas demam selama 48 jam. Jika di duga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan serta sisa kotiledon, gunakan vorseps ovum atau kuret besar bila perlu, Jika tidak ada kemajuan dengan terapi konsevatif, dan ada perionitis (demam, nyeri lepas, dan nyeri abdomen) lakukan laparotomi dan drain abdomen. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histeriktomi subtotal.

2.3.7.      Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang di gunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.

2.3.8.      Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar. Jaringan yang melekat dengan kuat, mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.
2.3.9.      Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah hancur menunjukkan adanya kemungkinan koagulopati (Sarwono Prawirohardjo, 2004).

Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyebab Terjadinya Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
            Perdarahan pascapersalinan adalah penyebab penting kematian ibu ¼  kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, plasenta previa, solusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, retensio plasenta dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia di bandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri. Dan retensio plasenta merupakan salah satu masalah yang masih menjadi penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal
            Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada saat puncak produktiviyasnya. WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin, perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, plasenta previa, solusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, retensio plasenta dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia di bandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri. Dan retensio plasenta merupakan salah satu masalah yang masih menjadi penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal
            Morbiditas dan mortalitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang . Di negara miskin sekitar 25-50% kematian wanita usia subur di sebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Masalah kematian ibu adalah masalah yang kompleks, meliputi hal-hal yang bersifat nonteknis seperti status wanita dan pendidikan. Walaupun masalah tersebut perlu di perbaiki sejak awal, namun kurang realistis bila mengharapkan perubahan drastis dalam tempo singkat. Karena di perlukan intervensi yang mempunyai dampak nyata dalam waktu relatif pendek.
            Berdasarkan survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 Di sebutkan bahwa angka kematianibu (AKI) di Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup,atau setiap jam terdapat dua orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab salah satunya retensio plasenta. Angka kematian bayi (AKB) khususnya neonatal adalah 20/1000 kelahiran hidup ().
            Kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum. Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.plasenta belum lepas dari dinding uterus karena konyraksi uterus yang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) dan plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sehingga di lakukan tindakan manual plasenta.
Menurut Fortney A dan E.W. Whitenhorne makin kecil angka indeks risiko pada paritas makin kecil pula risiko kehamilan dan persalinan pada retensio plasenta.

Asuhan Keperawatan Pada Ny. Y dengan Faringitis Kronis di Ruang Inap Penyakit T.H.T Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan fungsi ini salah satunya dipengang oleh tonsil yang merupakan bagian dari orofaring tonsil mencegah agar infeksi tidak menyebar keseluruh tubuh dengan cara menahan kuman yang masuk melalui mulut, hidung dan kerongkongan oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan (Rusmarjono, 2006)
Farigitis dan tonsillitis sering ditemukan bersamaan. Tonsilofaringgitis merupakn peradangan yang berulang pada tonsil dan faring yang memiliki faktor predisposisi antara lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, Hygiene mulut yang buruk, pasien yang biasa bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan pengobatan tinsilofaringgitis sebelumnya yang tidak ade kuat (Rusmarjono, 2006)
Penularan faringitis terjadi melalui droplet. menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis makan jaringan limpois superficial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosid polimorfonuklear (Manjoer, 2001)
Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfe terkikis sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti jaringan parut jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan jaringan disekitar faring. (Arif, 2001).
Faringitis adalah radang tenggorokan (faring) bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Faringitis kronis adalah merupakan suatu peradangan kronik dari mukosa faring dengan melibatkan struktur kelenjar limfe setempat dan disertai dengan imflamasi pada tansil dan daerah sekitarnya disebabkan oleh infeksi sinus kronis (Rusmarjono, 2006)
Terdapat dua bentuk faringgitis kronis, hiperplastik dan atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronis di faring ini adalah rinithis kronis, sinusitis, iritasi kronik yang dialami perokok dan peminum alcohol. Juga inhalasi uap yang merangsang mukosa faring pada pekerja dilaboratorium. Infeksi dapat menyebabkan terjadi faringgitis kronis ini. daerah yang berdebu serta orang yang biasa bernafas melalui mulut, karena hidung tersumbat merupakan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit ini. (Tjokronego, 2000).
Pembesaran tonsil diukur menurut derajatnya terhadap uvula. Semakin besar, akan semakin mendekati ukula. Besar tonsil ditentukan sebagai berikut: T0 tonsil didalam fosa tonsil atau telah diangkat, T1 bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula. T2 Bila besarnya 2/4 Jarak arkus anterior dan uvula. T3 bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula. T4 bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih (Rusmarjono, 2006).
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan pada pasien Ny. Y dengan faringitis ini dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses perawatan sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang dilakukan berupa pemasangan infus, memberian obat secara oral yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia. Kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. (A. Aziz, 2004).

Konsep Dasar Manajemen Kebidanan



Manajemen kebidanan proses pemecahan yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan – penemuan keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil keputusan yang berfokus kepada klain
1.      Defenisi Manajemen Kebidanan
Adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis melalui  pengkajian analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.      Defenisi Kebidanan
Kebidanan adalah ilmu yang terbentuk dari sintesa berbagai disiplin ilmu atau multi disiplin yang terkait dengan pelayanan kebidanan, ilmu kedokteran, ilmu keperwatan untuk dapat member pelayanan kepada ibu pada masa pra konsepsi, hamil bersalin post partum dan bayi baru lahir.
3.      Defenisi Bidan
International Confederation of Midwife (ICM), Federation of International Gynecologists and Obstetrician (FIGO), World Health Organization (WHO) menyempurnakan pengertian bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negara itu. Dia harus mampu memberikan pelayanan kebidanan pada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa persalinan (Post Partum Period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medis lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan ini termasuk pendidikan antenatal dan persiapan untuk menjadi orang tua dan meluas ke daerah tertentu dari genekologi keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah parawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya.
4.      Definisi  Asuhan Kebidanan
Penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas bayi setelah lahir serta keluarga berencana..
5.      Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
Langkah-langkah Manajemen Kebidanan Menurut Verney Hellen.
a)      Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)
Pengumpulan data dasar dilakukan untuk mengevaluasi keadaan pasien termasuk didalamnya, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, catatan rumah sakit sebelum atau baru, data laboratorium.
b)      Langkah II (Interprestasi Data Dasar)
Identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa dan kebutuhan klain berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi dibutuhkan penaganan yang dituangkan ke dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien. 
c)      Langkah III (Antisipasi Masalah atau Diagnosa Potensial)
Setelah didapatkan masalah atau diagnosa, maka masalah tersebut dirumuskan mencakup masalah potensial yang berkaitan dengan diagnosa kebidanan adalah merupakan masalah yang mungkin timbul apabila tidak segera ditanggulangi maka dapat mempegaruhi keselamatan hidup pasien/klien. Oleh sebab itu masalah potensial haruslah segera diatasi, dicegah dan diawasi serta segera dipersiapkan untuk mengatasinya.
d)     Langkah IV (Tindakan segera atau Kolaborasi)
Beberapa hal yang mencerminkan kesinambungan dan kegiatan yang dilakukan dari mulai ANC sampai persalinan. Dalam langkah tersebut mencakup kegiatan yang dilakukan secara mandiri, kolaborasi ataupun rujukan. Bisa jadi dalam kegiatan ini dapat mengumpulkan data baru yang kemudian dievaluasi bila menunjukan klien gawat dapat direncanakan tindakan segera baik mandiri maupun kolaborasi.

e)      Langkah V (Rencana Manajemen)
Perencanaan asuhan kebidanan merupakan lanjutan dan masalah atau diagnosa yang telah ada. Di dalam langkah ini bidan dapat mencari informasi yang lengkap dan memberi informasi tambahan. Pesencanaan asuhan yang mencakup kegiatan bimbingan, penyuluhan dan rujukan pada klien.
f)       Langkah VI (Pelaksanaan)
Dalam langkah pelaksanaan ini, bidan dapat melakukan secara mandiri kolaborasi maupun rujukan, namun bidan tetap bertanggung jawab untuk terus mengarahkan pelaksanaan tindakan asuhan kebidanan.
g)      Langkah VII  (Evaluasi)
Menjelaskan tentang penilaian atau evaluasi terhadap asuhan yang telah dilaksanakan apakah efektif atau tidak, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan apakah perlu mengulang kembali rencana asuhan pemeriksaan fisik seterusnya