This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, 18 January 2013

Tinjauan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu – Ibu Terhadap Pemberian ASI Eklusif

By: Fariadi, 2012


BAB  I
PENDAHULUAN
1.1. Latar  Belakang
            Dalam pembangunan nasional perhatian terhadap Dunia kehidupan anak-anak tidak dapat di abaikan. Karenna anak-anak perlu mendapatkan perhatian sedini mungkin. Disamping ia masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik jasmani, kecerdasan, rohaniah maupun sosialnya.Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh berbagai faktor,yaitu faktor keturunan, lingkungan sebelum lahir, lingkungan sesudah lahir, serta gizi dan penyakit (Depkes RI, 2003).
            Blum (1974) dalam sarwono (1993), menyatakan bahwa derajat kesehatan di pengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku. Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup sangat luas yang merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi menusia dengan lingkungan yang di wujudkan dalam bentuk pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakan yang berhubungan dengan derajat kesehatan.
Upaya kesehatan ibu dan anak  (KIA) merupakan suatu usaha yang bergerak dalam pendidikan kesehatan, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu-ibu secara teratur dan terus menerus di waktu sakit dan sehat, pada masa ante-partum, intra-partum dan masa menyusui serta memelihara anak-anaknya dari mulai lahir sampai masa prasekolah (Entjang, 1993).
            Hasil penelitian di Bogor pada tahun 2001 menunjukkan bahwa bayi atau anak yang diberikan ASI eklusif sampai usia 4 bulan tidak ada yang menderita gizi buruk  ketika mereka berumur 5 bulan. Bayi yang diberikan susu selain ASI mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare da 3 – 4 kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandungkan dengan bayi yang mendapat ASI ( Depkes RI, 2002).
Para kaum ibu hendaklah menyusukan anak – anak mereka selama dua tahun penuh bagi orang yang ingin menyempurnakan penyususannya. (Alkur’ an, surat Albakarah ayat 223).
Air susu ibu merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada      bulan - bulan pertama, sebab ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang diperlukan. ASI tidak memberatkan fungsi traktus digestifus dan ginjal yang belum berfungsi dengan baik pada bayi yang baru lahir, serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. (Fujiadi, 2003)       
            ASI (air susu ibu) dapat menurunkan morbilitas dan mortalitas anak, karena ASI disamping gizinya tinggi, juga mengandung berbagai macam zat anti yang melindungi anak dari berbagai macam infeksi. Disamping itu dengan menyusui akan mendekatkan hubungan anak dengan ibu, hal ini sangat penting untuk perkembangan kejiwaan anak, bahakan sejak hari – hari pertama setelah lahir, sehingga rawat gabung antara ibu dan anak sangat menguntungkan. Makanan yang bergizi sangat dianjurkan untuk dimakan oleh ibu yang menyususi agar produksi lancar ( Soetjiningsih, 1995).
            Bayi yang berumur beberapa minggu sukar ditemukan eksresi nitrogen melalui air seni karena semua nitrogen yang diperoleh sebagai protein dalam air susu ibu sebagian besar digunaka untuk membangun jaringan tubuh. Jadi bayi tidak membakar protein untuk memperoleh energi, tetapi menggunakannya semata – mata untuk membentuk jaringan tubuh. ASI mempunyai unggulan karena mempunyai susunan asam amino terserndiri. (Soeharyono, 1989).

HUBUNGAN PENDIDIKAN , PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDAPATAN MASYARAKAT DENGAN PENGELOLAAN SALURAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA



By: Fariadi, 2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tujuan dari pembanguan nasional bangsa Indonesia pada hakekatnya adalah untuk  mewujudnya masyarakat yang adil dan makmur yang merata, baik material maupun spiritual berdasarkan pancasila dan undang undang dasar 1945 untuk pencapaian tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakanlah pembangunan secara terencana, terarah , terpadu serta berkesinambungan.
            Salah sata bidang pembanguan yang mendapat perhatian cukup penting dewasa ini adalah dibidang kesehatan . Pembangunan dibidang kesehatan  merupakan wujud nyata upaya bangsa Indonesia untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat, seperti yang tertera di dalam Sistem Kesehatan Nasional (Depkes RI , 2004 ).
            Pembangunan dibidang kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan  untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat yang besar artinya bagi pembangunan  dan pembinaan sumber daya manusia dan sebagai modal bagi pelaksananya pembangunan  nasional yang hakikatnya adalah pembangunan seluruh masyarakat Indonesia (UU No 23 tahun 1992), dalam rangka mencapai kehidupan yang sehat, berbagai upaya dilakukan, sehingga  tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum.
            Salah satu cara untuk mencapai kehidupan yang sehat demi kelangsungan pembangunan nasional adalah  pelestarian lingkungan fisik yang sehat terutama lingkungan fisik yang terpelihara, agar keseimbangannya terjaga dan tidak mengganggu kesehatan. Salah satu caranya adalah melalui Saluran Pembungan Air Limbah (SPAL)  yang saniter dan pengelolanya sesuai dengan  persyaratan  yang telah ditetapkan atau dianjurkan .
            Pengelolaan air limbah yang baik dapat memutuskan mata rantai penularan penyakit yang yang bersumber binatang (vektor). Demikian juga sebaliknya, jika   air limbah tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi tempat berkembang biak vektor pembawa penyakit ( breeding place vector ) penyakit ( Depkes RI , 1999 )
            Secara nasional rumah dengan kondisi SPAL yang memenuhi syarat kesehatan adalah 62.11 %, untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kondisi SPAL yang memenuhi persyaratan sebanyak 67.12 % (WHO, 2005)            

SCABIES

By: Fariadi, 2012


Pengertian Scabies
Scabies adalah erupsi kulit yang disebabkan infestasi dan sentisitasi oleh kutu sarcoptes scabiei Var.Hominis dan bermanifestasi sebagai lesi papular, pustul, Vesikel, kadang-kadang erosi serta krusta dan terowongan berwarna abu-abu yang disertai keluhan subjektif sangat gatal, ditemukan terutama pada daerah celah dan lipatan. (Boediardja, 2003). Sedangkan menurut Sungkar (1995), penyakit scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes Scabiei varietas hominis.

Penyebab dan Cara Penularan Scabies
Sarcoptes scabiei varhomonis termasuk famili sacrcoptidae dari kelas arachbinida, berbentuk lonjong, punggungnya lonjong, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Besar tungau ini sangat bervariasi yang betina berukuran kira-kira 0,4 mm x 0,3 mm, sedangkan yang jantan ukurannya lebih kecil 0,2 mm x 0,15 mm, tungau ini berwarna putih kotor, pada bagian dorsal terdapat bulu-bulu dan duri serta mempunyai 4 pasang kaki, bagian anterior 2 pasang sebagai alat untuk melekat sedangkan 2 pasang kaki terakhir pada betina berakhir dengan rambut. (Sugito, 2003).

2.2.1    Penyebab
Masuknya sarcoptes scabiei ke dalam epidermis rasa gatal di kulit akan timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respon, namun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkannya di terowongan bawah kulit sekret dan ekskreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat toksik.
2.2.2    Cara penularan
Penularan scabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil dalam penularan scabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam dan penderita perempuan. (Sungkar, 1995).

Gejala dan dan Diagnosa Scabies
2.3.1    Gejala
Gejala klinis utama pada scabies adalah rasa gatal, terutama dirasakan pada malam hari pruritus nocturnal bila cuaca panas pasien beringat, oleh karena meningkatnya aktifitas tungau saat suhu tubuh meningkat rasa gatal-gatal disertai gejala lainnya, biasanya timbul 3-4 minggu setelah tersentisasi oleh produk tungau di bawah kulit.
Lesi yang timbul dikulit pada umumnya simetris dan tempat predileksi utama adalah sela jari tangan fleksor siku dan lutut pergelangan tangan, areola mammae, umbilicus, penis, aksila, abdomen bagian bawah dan bokong. Pada anak-anak usia kurang dari 2 tahun, lesi cenderung diseluruh tubuh, terutama kepala, leher, telapak tangan dan kaki, sedangkan pada anak yang lebih besar predileksi lesi menyerupai orang dewasa. Pada bayi lesi dapat ditemukan dimuka dan kulit kepala, terutama yang minum air susu ibu (ASI) dari yang menderita scabies. (Sugito, 2003).
Pada kulit anak akan terlihat papul-papul eritematosa berukuran 1-2 mm sebagai gejala awal infestasi. Tetapi karena sangat gatal dan akibat garukan dapat timbal erosi, pustul, eksporiasi, kusta dan infeksi skunder yang menyebabkan gambaran lesi primer tersebut menjadi kabur dan tidak khas lagi.
Pada scabies yang kronik, kulit penderita dapat menebal (likenifikasi) dan tanpak berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi) Erupsi dapat meluas tanpa mengenal batas predileksi atau target zone yang disebabkan oleh reaksi alergi. Anak menjadi gelisah dan tanpak lelah karena tidurnva terganggu akibat rasa gatal pada malam hari, akibatnya nafsu makan kurang. ( Boediardja, 2003).

2.3.2.  Bentuk-bentuk Scabies
1.      Scabies pada orang bersih :
Bentuk ini gejalanya minimal dan terowongannya sukar ditemukan. Terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang tinggi dan kutu dapal hilang akibat mandi yang teratur.
2.      Scabies Inkognito
Pemakaian kortikusteroid topikal atau sitemik dapat memperbaiki gejala dan tanda klinis scabies, tetapi infestasi kutu dan kemungkinan penularannya tetap ada.
3.    Scabies Noduluris
Merupakan manilestasi yang unik pada bayi dan anak-anak. Lesi berupa nodus berwarna coklat kemerahan dan gatal yang terdapat pada daerah tertutup; terutama genetalia laki-laki, inguinal dan aksila. Tungau jarang ditemukan pada nodus. Nodulus dan moduli mungkin timbal akibat reaksi hipersensitivitas, lesi ini dapat bertahan beberapa bulan hingga 1 tahun walaupun penderita telah diberikan obat anti scabies.
4.    Scabies Dishidrosiform
Jenis ini ditandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustule pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat anti scabies tropical. Tidak dapat ditemukan tungau pada lesi dan dapat sembuh sendiri secara bertahap dalam beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun. Scabies jenis ini umumnya ditemukan pada anak-anak yang diadopsi di negara-negara Asia (Vietnam dan Korea).
5.    Scabies krustosa (scabies Norwegia)
Pertama kali ditemukan di Nerwegia pada tahun 1848, Kasus scabies jenis ini jarang ditemukan. Biasanya terjadi pada mereka dengan respons imum abnormal atau keadaan imunosupresi, kelainan atau gangguan syaraf pusat, gangguan sensitisasi dan malnutrisi.
Scabies Norwegia ditandai dengan lesi yang luas, eritematosa, dengan krusta tebal disertai daerah hiperkeratotik pada telinga, siku, lutut, telapak tangan dan kaki serta bokong dan berskuama. Dapat disertai distrofi kuku dan menjadi generalisata. Frunitus tidak menonjol tetapi sangat menular karena populasi tungau pada kulit sangat banyak (ribuan), baik dalam bentuk tungau dewasa, telur maupun larva. Jumlah tungau yang terdapat di dalam lesi dapat mencapai 2 juta pada seorang pasien (sangat kontagius) dan merupakan sumber epidemi. Jenis ini juga dapat ditemukan pada orang tua serta pasien dengan sensasi kulit yang rendah, pasien imuno kompromais, dan bayi yang mempunyai respons imunologis tidak memadai. (Boediardja, 2003).
2.3.3    Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan adanya riwayat gatal pada malam hari yang menyebabkan lelah, lesu, dan kurang tidur, distribusi lesi yang khas, riwayat gatal atau lesi yang sama pada anggota keluarga lain serta cepat hilang setelah pemberian obat anti scabies. (Boediardja, 2003).
Menurut Sungkar (1995) menyatakan bahwa beberapa cara yang dapat dipakai untuk menemukan tungau, telur atau terowongan adalah :
1.      Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca tutup lalu diperiksa dibawah microskop.
2.      Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial, tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat ke luar dengan cara tersebut, tungau sulit ditemukan tetapi bagi orang yang berpengalaman cara itu dapat meningkatkan ketetapan diagnosis.
3.      Kuretasi terowongan (kuret dermal)
Kuretasi dilakukan secara superficial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papul, hasil kuret diletakkan pada gelas objek dan ditetesi minyak mineral/KOH lalu diperiksa dengan mikroskop.




4.      Swap kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat. Selotip diletakkan pada gelas objek kemudian diperiksa dengan mikroskop dari 1 lesi dibuat 6 sediaan.
5.      Burow ink tes
Papul scabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit kemudian dihapus dengan alkohol, test dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa zig-zag.
6.      Uji Tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu wood, tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan flouresensi.
7.      Epidermal shape biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek, ditetesi dengan minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
8.      Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik menunjukkan bahwa terowongan terletak pada stratum korneum, dan hanya ujung terowongan tempat tungau betina berada diirisan dermis. Pemeriksaan hispatologik tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali bila pada pemeriksaan tersebut ditemukan tungau atau telurnya, daerah yang berisi tungau menunjukkan sejumlah eosinofil dan sulit dibedakan dengan reaksi gigitan antropoda lainnya, misalnya gigitan nyamuk atau kutu busuk.

2.4.    Pencegahan dan Pengobatan Scabies
2.4.1    Pencegahan Scabies
Menjaga kebersihan diri dengan mandi secara teratur setiap hari, semua pakaian, seprei dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila direndam dengan air panas serta menghindari terjadinya kontak langsung.
2.4.2    Pengobatan Scabies
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu :
1.      Gama benzen heksaklorida
Insektisida ini merupakan obat pilihan untuk scabies karena dapat membunuh tungau dan telur. Cara pemakaianya adalah dengan mengoleskan salep atau lasio dalam konsentrasi 1% keseluruh badan dari leher ke bawah lalu dibersihkan setelah 12 jam. Pemakaian cukup sekali dan dapat diulang seminggu kemudian untuk membasmi larva yang baru menetas dari telur yang tersisa.
2.      Permetrin
Adalah insektisida yang termasuk piretroid sintetik. Untuk pengobatan scabies, permetrin digunakan dalam bentuk krim 5% yang dioleskan keseluruh tubuh mulai dari leher hingga ke jari kaki selama 8 sampai 12 jam. Perhatian harus diberikan pada area intertriginosa termasuk lipatan intergluteal, ibu jari kaki dan subungual. Bila krim terhapus sebelum waktunya, maka harus dioleskan lagi.
3.      Sulfur
Sulfur konsentrasi 5-10% dalam vaselin telah lama digunakan sebagai scabisida. Sulfur hanya membunuh larva dan tungau tetapi tidak membunuh telur sehingga harus dipakai selama tiga hari berturut-turut dan diulangi seminggu kemudian.
4.      Benzil benzoate
Dipakai dalam bentuk emulsi atau losio dengan konsentrasi 20-35%. Obat tersebut cukup efektif, tetapi sering mengakibatkan iritasi dan menambah rasa gatal.
5.      Krotamitan
Krotamitan konsentrasi 10% dalam krim atau losio, merupakan scabisida yang cukup efektif. Cara pemakaiannya adalah dengan mengoleskan preparat tersebut dari leher ke bawah, lalu diulang 24 jam kemudian.
6.      Kortikosteroid dan preparat ter
Pada nodus persisten, dapat dipakai preparat ter dan kortikosteroid intralesi.

Agar pengobatan scabies memberikan hasil yang memuaskan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1.      Cara pemakaian obat yang salah dapat menyebabkan kegagalan pengobatan, karena itu penderita perlu dijelaskan mengenai cara pemakaian obat yang benar.
2.      Gatal biasanya masih menetap, meskipun parasit telah hilang, karena hipersensitivitas terhadap tungau dan produknya tidak segera hilang. Penderita perlu diberitahu mengenai hal tersebut untuk menghindari pemakaian obat yang berlebihan. Hal tersebut dapat dikurangi dengan membatasi pemberian obat.
3.      Mengingat masa inkubasi yang lama, semua orang yang kontak dengan penderita perlu diobati meskipun tidak didapatkan gejala. Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya reinfeksi.
4.      Kegagalan juga dapat terjadi karena penetrasi obat terganggu seperti pada lesi yang berkrusta atau dengan infeksi sekunder. Pada keadaan ini penderita perlu diberi antibiotika.
5.      Pakaian sprei dan sarung bantal / guling harus dicuci dengan air panas. Kasur, bantal dan guling dijemur minimal 2 kali seminggu.
6.      Rumah harus memiliki ventilasi agar sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan. (Sungkar, 1995).

FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB-PARU DENGAN STRATEGI DOTS




 
 
 By, Fariadi, 2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
            Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksikan penduduk dunia, pada tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis (TB), karena pada sebahagian besar negara di dunia, penyakit TB tidak terkendali ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA Positif).
            Pada tahun 1995, diperkirakan terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian penderita TB  3 juta orang (WHO, Treatment of Tuberculosis,quidelines for National Programes,1977).  Di negara–negara berkembang kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian di seluruh dunia, yang sebenarnya dapat dicegah tujuh puluh lima persen, penderita TB adalah kelompok umur usia produktif (15–50 tahun). 
            Dengan munculnya HIV / AIDS didunia diperkirakan jumlah penderita TB akan meningkat, kematian wanita karena  TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas ( WHO,1997).---(Pedoman Nasional Penanggulangan Tuber Kulosis) Cetakan 9 Dep.Kes.RI Jakarta 2005.
            Secara epidemiologi,menurut WHO terdapat 10-12 juta penderita TB-Paru yang mempunyai kemampuan menularkan, dengan angka kematian 3 juta penderita tiap tahun, dan keadan tersebut terdapat dinegara berkembang dengan social ekonomi rendah termasuk di Indonesia (Amin, Alsagafi dan Taib, 1996).
            Penyakit TB merupakan masalah utama kesehatan kasyarakat, tahun 1995 hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia  menunjukkan behwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardio vaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia  dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi.( Astuti,1999 )
            Tahun 1999,WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB  dengan kematian karena TB sekitar 140.000,secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terjadi 130 penderita baru TB BTA positif.(Dep.Kes.RI,2005)
            Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, kelompok ekonomi lemah dan pendidikan rendah, sampai saat ini program penanggulangan TB dengan  strategi DOTS belum dapat menjangkau seluruh puskesmas, demikian juga Rumah Sakit pemerintah, swasta dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
            Tahun 1995–1998 cakupan penderita TB dengan strategi DOTS baru mencapai  sekitar 10% dan Error rate belum dihitung dengan baik meskipun Cure rate lebih besar dari 85%.( Dep.Kes.RI,2005 )
            Penatalaksanaan penderita dan sistim pencatatan, pelaporan belum seragam disemua unit pelayanan kesehatan baikpemerintah maupun swasta,pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau Multi Drug Resistence (MDR). ( Dep.Kes.RI, 2000 ).
            Upaya pembangunan dibidang kesehatan bersifat menyeluruh dan terpadu yang dilaksanakan melalui usaha peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (curatif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dalam repelita VI upaya pembangunan dibidang kesehatan masih dititikberatkan pada penurunan angkakematian bayi dan anak balita serta angka kelahiran. (Profil Kesehatan Indonesia, 1998).    
            Di  negara maju Tuberkulosis telah menurun lebih kurang 40 tahun lalu sejak ditemukannya obat anti tuberculosis (OAT). Di pihak lain negara-negara sedang berkembang, Tuberculosis terus merupakan prioritas utama dalam penemuan penderita, pengobatan dan pencegahan penularan infeksi. (Murray, El, Al, 1991).
            TB masih merupakan masalah masyarakat di Propinsi NAD, dilihat dari indicator program penemuan kasus baru (CDR) 55 % maiz dibawah target untuk tahun 2004 yaitu 60 %. Angka Konversi 81,10 % target 80 % kesembuhan 80,7 % dari target 85 %.( Depkes RI , 2005 ).
            Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, jumlah penderita TB-Paru pada tahun 2003 adalah 348 orang dari jumlah penduduk 510.283 jiwa. Pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 491 orang (94 %) dari target 521 orang. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kembang Tanjong Kabupaten Pidie, pada tahun 2003 terdapat 21 orang penderita TB-Paru. Dari 21 orang yang melakukan pengobatan 15 orang dinyatakan sembuh ( 71,4 %)  dan 6 orang ( 28,6 %)  dinyatakan Drop out. Pada tahun 2004 terdapat 14 orang penderita TB-Paru, dari 14 orang yang melakukan pengobatan 10 orang ( 71,4 %) dinyatakan sembuh dan 4 ( 28,6 %) orang dinyatakan Drop out. Sedangkan tahun 2005 jumlah penderita TB-Paru adalah 12 orang, dari 12 orang yang 10 orang ( 83,3 %) dinyatakan sembuh dan 2 orang ( 16,7 %)  drop out.
            Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa pengobatan TB-Paru perlu mendapatkan perhatian yang serius karena masih banyaknya jumlah penderita dari tahun ke tahun, dilihat dari jumlah penderita yang menjalani pengobatan yang berhasil sembuh dan masih adanya penderita yang drop out.