|
By, Fariadi, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Mycobacterium
tuberkulosis telah menginfeksikan penduduk dunia, pada tahun 1993 WHO
mencanangkan kedaruratan global
penyakit tuberkulosis (TB), karena pada sebahagian besar negara di dunia,
penyakit TB tidak terkendali ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA Positif).
Pada tahun 1995,
diperkirakan terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian penderita
TB 3 juta orang (WHO, Treatment of
Tuberculosis,quidelines for National Programes,1977). Di negara–negara berkembang kematian TB
merupakan 25% dari seluruh kematian di seluruh dunia, yang sebenarnya dapat
dicegah tujuh puluh lima persen, penderita TB adalah kelompok umur usia
produktif (15–50 tahun).
Dengan munculnya
HIV / AIDS didunia diperkirakan jumlah penderita TB akan meningkat, kematian
wanita karena TB lebih banyak dari pada
kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas ( WHO,1997).---(Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuber Kulosis) Cetakan 9 Dep.Kes.RI Jakarta 2005.
Secara
epidemiologi,menurut WHO terdapat 10-12 juta penderita TB-Paru yang mempunyai
kemampuan menularkan, dengan angka kematian 3 juta penderita tiap tahun, dan
keadan tersebut terdapat dinegara berkembang dengan social ekonomi rendah
termasuk di Indonesia (Amin, Alsagafi dan Taib, 1996).
Penyakit TB
merupakan masalah utama kesehatan kasyarakat, tahun 1995 hasil Survai Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia
menunjukkan behwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
penyakit kardio vaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok
usia dan nomor 1 dari golongan penyakit
infeksi.( Astuti,1999 )
Tahun 1999,WHO
memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar
140.000,secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terjadi 130
penderita baru TB BTA positif.(Dep.Kes.RI,2005)
Penyakit TB
menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, kelompok ekonomi lemah
dan pendidikan rendah, sampai saat ini program penanggulangan TB dengan strategi DOTS belum dapat menjangkau seluruh
puskesmas, demikian juga Rumah Sakit pemerintah, swasta dan unit pelayanan
kesehatan lainnya.
Tahun 1995–1998
cakupan penderita TB dengan strategi DOTS baru mencapai sekitar 10% dan Error rate belum dihitung
dengan baik meskipun Cure rate lebih besar dari 85%.( Dep.Kes.RI,2005 )
Penatalaksanaan
penderita dan sistim pencatatan, pelaporan belum seragam disemua unit pelayanan
kesehatan baikpemerintah maupun swasta,pengobatan yang tidak teratur dan
kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan
kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau Multi Drug Resistence (MDR). (
Dep.Kes.RI, 2000 ).
Upaya pembangunan
dibidang kesehatan bersifat menyeluruh dan terpadu yang dilaksanakan melalui
usaha peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (curatif),
dan pemulihan (rehabilitatif). Dalam repelita VI upaya pembangunan dibidang
kesehatan masih dititikberatkan pada penurunan angkakematian bayi dan anak
balita serta angka kelahiran. (Profil Kesehatan Indonesia, 1998).
Di negara maju Tuberkulosis telah menurun lebih
kurang 40 tahun lalu sejak ditemukannya obat anti tuberculosis (OAT). Di pihak
lain negara-negara sedang berkembang, Tuberculosis terus merupakan prioritas
utama dalam penemuan penderita, pengobatan dan pencegahan penularan infeksi.
(Murray, El, Al, 1991).
TB masih merupakan
masalah masyarakat di Propinsi NAD, dilihat dari indicator program penemuan
kasus baru (CDR) 55 % maiz dibawah target untuk tahun 2004 yaitu 60 %. Angka
Konversi 81,10 % target 80 % kesembuhan 80,7 % dari target 85 %.( Depkes RI ,
2005 ).
Berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, jumlah
penderita TB-Paru pada tahun 2003 adalah 348 orang dari jumlah penduduk 510.283
jiwa. Pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 491 orang (94 %) dari target 521
orang. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kembang Tanjong
Kabupaten Pidie, pada tahun 2003 terdapat 21 orang penderita TB-Paru. Dari 21 orang yang melakukan pengobatan 15
orang dinyatakan sembuh ( 71,4 %) dan 6
orang ( 28,6 %) dinyatakan Drop out.
Pada tahun 2004 terdapat 14 orang penderita TB-Paru, dari 14 orang yang
melakukan pengobatan 10 orang ( 71,4 %) dinyatakan sembuh dan 4 ( 28,6 %) orang
dinyatakan Drop out. Sedangkan tahun 2005 jumlah penderita TB-Paru adalah 12
orang, dari 12 orang yang 10 orang ( 83,3 %) dinyatakan sembuh dan 2 orang (
16,7 %) drop out.
Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa pengobatan TB-Paru
perlu mendapatkan perhatian yang serius karena masih banyaknya jumlah penderita
dari tahun ke tahun, dilihat dari jumlah penderita yang menjalani pengobatan
yang berhasil sembuh dan masih adanya penderita yang drop out.
0 komentar:
Post a Comment