This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday, 17 March 2013

Asuhan Keperawatan pada Anak Ms dengan morbili di ruang Rawat Inap Anak Rumah Sakit Umum Daerah



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang di tandai dengan 3 stadium yaitu stadium katar, stadium erupsi dan stadium konvalen. Biasanya penyakit ini timbul pada kanak-kanak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. (Ngatisah 2005)
Penyebab morbili adalah virus famili paramyxovirus yaitu genus virus morbli. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dapat di non aktif kan pada suhu 30°C sampai -20°C, sinar ultraviolet, eter, tripsin, dan betapropiolakton. Sedangkan formalin dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak menganggu aktivitas komplemen, penyakit ini di sebarkan secara droplet melalui udara. (Ngastiyah 2005)
Gambaran klinis morbili dengan masa inkubasi 10-21 hari, morbili selalu di dahului dengan demam tinggi, di ikuti dengan kelainan kulit berupa kemerahan makulopapular yang menjalar ke leher, dada dan ekstremitas. Kemaraha kulit akan menghilang dalam 3-5 hari dan gejala bertahap mereda. (Pringiutomo S, 2002).
Komplikasi yang terjadi berupa otitis media akut, ensevalitis, broncopneumonia. Broncopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak yang dengan malnutrisi energi-protein, pasien yang berpenyakit menahun misalnya tuberculosis, leukemia dan lainnya. (Ngastiyah 2005).

Penatalaksanaan pengobatan dengan antiperitika bila suhu tinggi,sedativum, obat batuk dan memperbaiki keadaan umum. Pasien morbili dengan bronkopneumonia perlu di rawat di rumah sakit karena karena memerlukan pengobatan yang memadai (kadang perlu di infus dan O2).(Ngastiyah,2005).
Masalah keperawatan yang timbul pada pasien dengan morbili adalah pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, peningkatan suhu tubuh, intoleransi aktifitas dan kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.(Carpenito, 2005).
Peran perawat terhadap pasien dengan morbili adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan terhadap kebutuhan dasar manusia yang di butuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat di tentukan diagnosis keperawatan agar bisa di rencanakan dan di laksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia. (Hidayat A,2004).
Sejak tahun 1970 penyakit campak di indonesia telah mendapat perhatian khusus, yaitu sejak terjadi wabah campak yang cukup serius di pulau lombok, dengan kematian 330 di antara 12.107 kasus dan di pulau bangka terdapat kematian di antara 407 kasus. Kejadian luar biasa campak masih sering tejadi, misalnya di kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang pada tahun 1981, dengan CFR 15%(1,5). Sedangkan KLB campak tahun 1998 di palembang, Madura, Lampung dan Bengkulu terbanyak mengenai umur 5-9 tahun yaitu berturut-turut 59,63, 16,7 dan 25%. Proporsi yang tidak di imunisai antara 77,1-100%, CFR 1-4% dengan rata-rata 18-54 kasus.( Hariyono S,2003).
Melihat kompleknya permasalahan yang timbul maka di perlukan peran perawat yang spesifik dalam menghadapi masalah yang ada pada pasien dengan memberikan  asuhan keperawatan secara komprehensif  yang mencakup aspek Bio, Psiko, sosial, dan Spiritual.

Peran dan Fungsi Komite Sekolah



Di dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 54 dikemukakan: (1) peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan; (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan (Hasbullah, 2007:91). 
Atas dasar untuk pemberdayaan masyarakat itulah, maka digulirkan konsep komite sekolah. Dalam Hasbullah Berdasarkan keputusan Mendiknas nomor 044/U/2000 keberadaan komite sekolah  berperan sebagai berikut :
1) Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
2) Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud financial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
3) Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan;
4) Mediator antara pemerintah (mediating agency) dengan masyarakat di satuan pendidikan; (Hasbullah, 2007:92).
Komite Sekolah sebagai perwakilan masyarakat dan oaring tua siswa dan sekaligus sebagai organisasi  mitra sekolah berfungsi sebagai  :
1) mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
2) melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangaan /organisasi/dunia usaha/dunia industri), dan pemerintah berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
3) menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang siajukan oleh masyarakat;
4) memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai :
a.  Kebijakan dan program pendidikan;
b.  Rencana angaran pendidikan dan belanja sekolah [RAPBS];
c.  Kriteria kinerja satuan pendidikan;
d.  Kriteria tenaga pendidikan;
e.  Kriteria fasilitas pendidikan; dan
f. hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan           
5) mendorong orang tua dan masyarakat  berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pedidikan;
6) mengalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelengaraan pedidikan disatuan pendidikan;
7) melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan (Hasbullah, 2007:93).
Unsur masyarakat yang potensial dapat diminta batuannya atau keterlibatannya tidak hanya dinas pendidikan dan komite sekolah dan orang tua, bahkan jika diidentifikasi lebih cermat ternyata lebih banyak baik dari unsur masyarakat perorangan, kalangan propesi, dunia usaha, intansi resmi/formal dan lembaga non formal pada umumnya mereka akan sangat antusias dalam membantu sekolah, tetapi perlu didekati karena mereka tidak tahu harus membantu apa dan bahkan diantara merasa tidak berkepentangan.
Dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat ,maka khsus kekerasan yang tidak mampu diatasi sekolah dapat secara efektif dan kreatif dapat diselasaikan. Misalnya dalam mengidentifikasi dugaan faktor penyebab terjadinya khasus kekerasan.

Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )



Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan  Nasional ”Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai  tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penye-lenggaraan  kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Dakir (2004:3) mengatakan bahwa :
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang di programkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.

Selanjutnya kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan/kantor Depag Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Dinas Pendidikan/Kantor Depag untuk pendidikan menengah dan pendidikan khusus.
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal, 1 Ayat 15), di jelaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang di kembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Perberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisiensi dan pemerataan pendidikan.

b. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
          Secara umum tujuan diterapkannya kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah untuk memandirikan dan memperdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Mulyasa (2009:22) mengemukakan bahwa secara khusus tujuan diterapkannya kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan  kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

Memahami tujuan di atas, kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan dewasa ini. Oleh karena itu, kurikulum tingkat satuan pendidikan perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagai berikut:
1.  Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
2.  Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3.  Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4.  Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efesien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
5. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran kurikulum tingkat satuan pendidikan.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.  

Konsep Dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan



Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP pasal 1, ayat 15) dikemukan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
          Kurikulum tingkat satuan pendidikan disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1),dan 2) sebagai berikut.
1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
          Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut adalah:
1) kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
2) sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
3)  kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh mesin-mesin perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
          Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang evektif, produktif, dan berprestasi. Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadao kebutuhan setempat.
          Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah suatu ide tetang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efesiensi, dan pemerataan pendidikan. kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pengembangan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan, khususnya kurikulum. Pada sistem kurikulum tingkat satuan pendidikan sekolah memiliki “full authority and responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan standar kompetensi dann kompetensi dasar ke dalam indikator kompetensi, mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggung jawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.
          Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan muasyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga kerpendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah, dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.