Saturday, 1 June 2013
Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Dalam Pembuangan Sampah Di Desa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan dari pembangunan
nasional bangsa Indonesia pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur yang merata, baik material maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan undang undang dasar 1945 untuk mencapai tujuan pembangunan
tersebut, maka dilaksanakan pembangunan secara terencana ,terarah , terpadu
serta berkesinambungan.
Salah satu bidang pembangunan
yang mendapat perhatian cukup penting dewasa ini adalah bidang Kesehatan.
Pembangunan bidang Kesehatan merupakan wujut nyata upaya bangsa Indonesia untuk mempertinggi derajat
Kesehatan masyarakat seperti yang tertera didalam Sistim Kesehatan Nasional
(Depkes RI, 1991).
Istilah
masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab yang
memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris
disebut Society. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai
kesamaan budaya, wilayah, dan identitas (Depkes RI, 1991).
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ibu rumah tangga dapat
diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau dengan
pengetian lain ibu rumah tangga merupakan
seorang istri (ibu) yang hanya mengurusi berbagai
pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di kantor).
Salah satu cara untuk mencapai
kehidupan yang sehat demi kelangsungan pembangunan nasional adalah pelestarian lingkungan fisik yang sehat
terutama lingkungan fisik yang terpelihara, agar keseimbangannya terjaga dan
tidak mengganggu kesehatan. Salah satu caranya adalah melalui pembuangan sampah
yang saniter dan pengelolanya sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan
atau dianjurkan .
Pengelolaan sampah yang baik
dapat mencegah terjadinya penularan penyakit
yang dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga sebaliknya bila
pengolahan sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan gangguan baik
sebagai breeding place vector penyakit ( Depkes RI, 1999 )
Pengolahan sampah yang kurang
baik atau tidak memenuhi syarat akan menjadi sumber penularan penyakit seperti
penyakit Diare, Types, Desentri, Muntah Mencret dan lain sebagainya disampaing
menimbulkan bau, mengganggu keindahan
estetika dan sebangai tempat berkembang biaknya nyamuk vektor Malaria dan DBD.
Mengingat dampak yang
ditimbulkan oleh Sarana Pembuangan sampah yang tidak sehat, maka setiap
tempat yang memproduksi atau menghasilkan
sampah misalnya rumah tangga, tempat tempat umum tentulah harus memiliki sarana
pembuangan sampah yang baik.
Hubungan Kontruksi sumur gali dengan kualitas fisik air bersih Di Desa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Salah satu misi
pembangunan kesehatan dalam mewujudkan
visi Indonesia sehat 2010, adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungan. Untuk itu diperlukan
terciptanya lingkungan yang sehat termasuk tersedia air yang aman memenuhi
syarat kesehatan. Untuk dapat mewujudkan Visi Air Aman Bagi Kesehatan
ditetapkan misi penyehatan air yaitu mengamankan air yaitu “Mengamankan Air
Untuk Berbagai Kebutuhan dan Kehidupan Manusia” Misi ini akan tercapai apabila
tersedia air yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan (Depkes RI. 2000).
Dalam memenuhi
kebutuhan air bersih, air tanah merupakan sumber yang paling banyak
dipergunakan dibandingkan dengan sumber air lainnya di daerah pedesaan dan
daerah yang belum terjangkau Perusahaan Air Minum (PDAM), untuk penyediaan
sarana air bersih yang paling banyak dipergunakan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan akan air bersih tersebut adalah sumur gali. Sumur gali merupakan
sarana penyediaan air bersih tradisional yang paling banyak dijumpai di
kalangan masyarakat pedesaan dan perkotaan kondisi sosial ekonomi mereka yang
masih rendah. Pada umumnya sumur gali yang ada di masyarakat untuk menampung
air dengan kedalaman kurang dari 7 meter. (Darpito, 2004).
Untuk meningkatkan
kesehatan lingkungan masyarakat diterapkan agar air bersih yang diperoleh dari
sarana sumur gali hendaknya dapat memenuhi syarat, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas sehingga air bersih tersebut cukup layak dijadikan air minum.
Dengan demikian air minum yang dikonsumsi masyarakat akan mendukung terciptanya
derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang diharapkan. Untuk mewujudkan air
yang memenuhi syarat kesehatan di daerah pedesaan maka, sumur gali merupakan
salah satu sarana penyediaan air bersih yang bebas dari berbagai sumber
pencemaran bila konstruksinya memenuhi syarat. Untuk kebutuhan sarana sumur
gali yang dipergunakan oleh masyarakat berbagai sumber air bersih maka kondisi
fisik sumur gali perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pencemaran terhadap
air sumur. Pengawasan kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat masih
banyak yang belum memenuhi syarat secara fisik, hal ini dikarenakan konstruksi
sumurnya belum sesuai dengan ketentuan yang dianjurkan (Depkes, RI. 2003).
Berdasarkan Profil
Kesehatan RI, 2004 sebagian besar (65,7%) penduduk Indonesia terutama di daerah
pedesaan menggunakan air sumur gali sebagai sumber air bersih, namun air sumur
gali yang digunakan belum memenuhi syarat secara fisik 62,7% hanya 38,3% yang
memenuhi syarat sedangkan secara bakteriologi hanya 31,2% yang memenuhi syarat
dan 68,9% tidak memenuhi syarat. Hal ini berkaitan dengan konstruksi sumur gali
yang memadai serta lokasi sumur yang dekat dengan sumber pencemaran. (Depkes. RI,
2004).
Berdasarkan Profil
Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 jumlah penduduk yang menggunakan air bersih dari sumur gali sebagai
sumber air bersih untuk kebutuhan-kebutuhan lain sebanyak 3.195.512 jiwa,
dengan jumlah sarana sumur gali 982.957 sumur gali dengan persentase cakupan
penyediaan air bersih yang memenuhi syarat secara bakteriologi 47.3% dengan
jumlah sarana konstruksi sumur gali yang memenuhi syarat 311.013 (31,6%) sumur
gali.
Gambaran Perubahan Psikologi Selama Kehamilan Pada Ibu Hamil Di Bidan Praktek Swasta (BPS)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Visi Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang mandiri dan
berkeadilan. Sedangkan misinya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan
masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya
kesehatan; dan menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik( Dep Kes RI, 2010 )
Wanita selama kehamilannya memerlukan
waktu untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam dirinya.
Perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan umumnya menimbulkan ketidak nyamanan
dan kekhawatiran bagi sebagian besar ibu hamil. Perubahan pada ukuran tubuh,
bentuk payudara, pigmentasi kulit,
serta pembesaran abdomen secara keseluruhan membuat tubuh ibu hamil tersebut
tampak jelek dan tidak percaya diri. Kekhawatiran dan ketakutan ini sebenarnya
tidak berdasar, untuk itu ibu hamil memerlukan nasihat dan saran khususnya dari
bidan dan dokter yang dapat menjelaskan perubahan yang terjadi selama kehamilan
sehingga ibu tidak khawatir dengan perubahan yang dialaminya (Helen, 2006).
Wanita
dari remaja sampai usia sekitar empat puluh, menggunakan masa kehamilan untuk
beradaptasi terhadap peran sebagai ibu. Adaptasi ini merupakan proses sosial
dan kognitif kompleks yang didasarkan pada naluri tetapi dipelajari (rubbin, affonso). Untuk menjadi seorang
ibu, seorang remaja harus beradaptasi dari perasaan dirawat ibu menjadi seorang
ibu yang melakukan perawatan. Sebaliknya seorang dewasa harus mengubah
kehidupan rutin yang dirasa mantap menjadi suatu kehidupan yang tidak dapat
diprediksi, yang diciptakan seorang bayi.
Nulipara atau wanita tanpa anak menjadi wanita yang mempunyai anak dan
multipara wanita yang memiliki anak menjadi wanita yang memiliki anak – anak.. Seiring persiapannya untuk menghadapi
peran baru, wanita tersebut mengubah konsep dirinya supaya ia siap menjadi
orang tua begitu pula sama halnya dengan suami. Suami siap – siap untuk menjadi
seorang ayah.
Selama
kehamilan kebanyakan wanita mengalami perubahan psikologis dan emosional.
Seringkali kita mendengar seorang wanita mengatakan betapa bahagianya dia
karena akan menjadi seorang ibu dan bahwa dia sudah memilihkan sebuah nama
untuk bayi yang akan dilahirkannya. Namun tidak jarang ada wanita yang merasa
khawatir kalau terjadi masalah dalam kehamilannya, khawatir kalau ada
kemungkinan dia kehilangan kecantikannya, atau bahwa ada kemungkinan bayinya
tidak normal. Wanita hamil secara ekstrim rentan. Dia takut mati baik dirinya
maupun bayinya, ini membuat banyak wanita lebih bergantung dan menuntut. Inilah
waktu paling tepat untuk memberikan nasehat, seperti mencari dukungan baru. Sebagai
seorang bidan kita harus menyadari adanya perubahan-perubahan tersebut pada wanita hamil agar dapat
memberi dukungan dan memperhatikan keprihatinan, kekhawatiran, ketakutan
(Depkes RI, 2006)
Gambaran Persepsi Ibu Hamil Terhadap Nyeri Persalinan Di Bidan Praktek Swasta (BPS)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Salah satu strategi pembangunan kesehatan
nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2015” adalah menerapkan pembangunan
nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan
harus mempunyai konstribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat
dan perilaku yang sehat (Depkes RI, 2008).
Bidan merupakan salah satu tenaga
kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Keterlibatan Bidan
dalam persalinan adalah kunci terjadinya angka tersebut oleh karena itu,
pengetahuan sikap dan pendidikan bidan serta motivasi sangat diperlukan terkait
dengan kinerja kerja bidan, bidan juga berperan sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik serta sebagai investigator
(DepKes RI, 2005)
Merupakan
kewajiban bidan untuk memberi nyaman dan ketenangan pada pasien. Manusia terus
berusaha untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri persalinan. Bahkan zaman
primitif dahulu dilakukan dengan menggunakan jimat/mantra-mantra yang diberikan
untuk mengurangi/ menghilangkan nyeri
persalinan. Nyeri pada persalinan bukan hal baru yang dikenal sekarang tetapi
sejak zaman dahulu dan tampaknya rasa nyeri pada persalinan pada zaman dahulu
tidak berbeda dengan nyeri yang dialami oleh wanita zaman sekarang. Reaksi
terhadap rasa nyeri bersifat subyektif antar individu dan dipengaruhi oleh inten
sitas serta lamanya his, besar pembukaan, regangan segmen bawah rahim (SBR),
umur pasien, banyaknya persalinan, besar janin dan keadaan umum pasien juga
dipengaruhi pula oleh keadaan mental, kebiasaan dan budaya ibu bersalin
(Wiknjosastro, 2007).
Hingga saat ini
masih banyak saja yang diliputi oleh macam-macam ketakutan dan tahayul
(Kartono, 2006).
Bidan dikenal
luas oleh masyarakat awam sebagai penolong persalinan sedangkan persalinan
merupakan kejadian yang jarang bebas dari rasa tak nyaman (nyeri) dan walaupun
persalinan merupakan proses yang fisiologis tetapi tetap selalu dihubungkan
dengan penderitaan, ketidaknyamanan dan penderitaan itu terutama disebabkan
oleh rasa sakit saat terasa his dan oleh rasa takut karena ketidaktahuan
(Hamilton, 2005).
Pada umumnya
persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk hidup di luar, tetapi
tidak sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam persalinan.
Kadang-kadang persalinan tidak mulai dengan sendiriya tetapi baru berlangsung
setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin (Muhaimin M, 2006).
Dalam proses
persalinan juga didukung oleh beberapa faktor antara lain power, passage,
passanger sehingga, proses pengeluaran janin dapat terjadi meskipun dalam
proses persalinannya tidak semua orang (klien ) bisa memenuhi semua kriteria
tersebut tergantung dengan kondisinya (Mochtar R, 2008).
Untuk menghadapi proses persalinan ini tidak semua orang (klien) bisa dengan
tenang menghadapinya oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan terutama bidan
harus bisa tanggap dalam memberikan asuhannya. Di sini komunikasi sangat
diperlukan.
Dalam dunia
kebidanan, teknik komunikasi dikenal dengan komunikasi terapeutik, yang berarti
suatu proses penyampaian nasehat kepada pasien untuk mendukung upaya penyembuhan.
Seorang bidan dalam memberikan asuhannya terlebih dahulu menyampaikan ide dan
pikirannya, sehingga komunikasi dalam kebidanan dikenal secara luas sebagai
terapeutik/mengandung nilai pengobatan dan semua interaksi yang dilakukan
ditunjukkan dalam upaya penyembuhan penyakit (terpeutik). Dikenal dua macam
teknik komunikasi yaitu secara verbal (menggunakan kata-kata dalam bentuk
lisan/tulisan) dan teknik non verbal (menggunakan bentuk lain seperti sikap,
gerak tubuh, ekspresi wajah/mata, sentuhan tangan dan isyarat) (Anonim, 2006).
Pentingnya
komunikasi terapeutik dalam menurunkan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh
persalinan sangat diperlukan, oleh karena itu bidan dalam persalinan harus bisa
membantu menimbulkan rasa percaya diri, karena bila klien itu sendiri grogi
atau gugup dalam persalinanya baik fisik maupun mental belum siap maka, timbul
rasa ketakutan dan rasa nyeri yang dirasakan bertambah (Kartono, 2006).
Jika bidan
memfokuskan perhatiannya pada klien maka bidan dapat membantu klien untuk
mengabsorbsi dan mengikis rasa sakitnya. Bidan sebaiknya memberi informasi yang
akurat dan mudah dipahami tentang kemajuan persalinannya dan selalu memberikan
pujian dan dukungan. Seorang bidan, dengan keahliannya dapat mengobservasi,
dapat menyakinkan dan menolong wanita tersebut agar mampu melepaskan dirinya
dari rasa sakit yang berlebihan, untuk melalui proses ini secara aman baik bagi
dirinya maupun bagi bayinya juga untuk bersikap terbuka dan menerima hal-hal
yang terjadi pada dirinya (Wiknjosastro, 2007).
Selama tiga
dekade terakhir makin banyak minat untuk menerapkan cara penanggulangan nyeri
pada persalinan tanpa memakai obat-obatan. Diek-Read, mengemukakan bahwa masa
persalinan lebih singkat bila cara penanggulangan nyeri pada persalinan bisa
efisien dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik, namum kenyataannya
sekitar 10-15% persalinan. Menyatakan 20-30 % nyeri berkurang sehingga membantu
dalam proses persalinan. Tetapi 90 % wanita disertai rasa nyeri pada persalinan (Muhiman M, 2005).
Subscribe to:
Posts (Atom)