Saturday, 13 April 2013
Teori Usia
13:46
No comments
Usia adalah lama waktu hidup atau ada
sejak dilahirkan atau diadakan. Usia juga berpengaruh terhadap psikis seseorang
dimana usia muda sering menimbulkan ketegangan, kebingungan, rasa cemas dan
rasa takut sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Biasanya
semakin dewasa maka cenderung semakin menyadari dan mengetahui tentang
permasalahan yang sebenarnya. Semakin bertambah usia maka semakin banyak
pengalaman yang diperoleh, sehingga seseorang dapat meningkatkan kematangan
mental dan intelektual sehingga dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana
dalam bertindak (Notoadmodjo, 2005).
Menurut teori perkembangan
psikososial yang dikutip oleh wheley dan wong’s (1999), tahap perkembangan
manusia menurut umur (dewasa) dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1.
Early adult hood (21-35 tahun)
Pada masa dewasa awal ini,
hubungan sosial utama seseorang sudah terfokus pada partner dalam hubungan
teman dan seks (perkawinan). Karakteristik dan krisis psikososial terjadi pada
masa ini adalah “keintiman vs isolasi”, dimana bila masa ini dapat dilewati
dengan baik akan meningkatkan kemampuan membentuk hubungan dekat dan membuat
komitmen tentang kehidupan.
2.
Young and middle adult hood (36-45
tahun)
Pada masa dewasa pertengahan ini,
hubungan sosial seseorang terfokus pada pembagian tugas antara bekerja dengan
rumah tangga dan pada masa ini emosi sudah mulai stabil. Karakteristik dari
krisis psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “generatifitas vs konsentrasi diri”, dimana bila masa ini dapat
dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan dalam memikirkan keluarga,
masyarakat dan generasi mendatang.
3.
Later adult hood (>45 tahun)
Pada masa dewasa akhir ini,
hubungan kemasyarakatan dalam kelompoknya. Pada masa ini emosi seseorang
cenderung relatif stabil dengan motivasi untuk hidup dan berkarier serta
membantu sesama dengan baik. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi
pada masa ini adalah “keluhan vs kepuasan”, dimana bila masa ini dapat dilewati
dengan baik akan meningkatkan kesadaran akan terpenuhinya kebutuhan/ kehidupan
seseorang dari perasaan puas dan siap menghadapi masa lanjut usia serta
kematian.
Potter dan Perry (1997) mengatakan
bahwa usia sangat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku, yaitu seseorang
akan sangat mempengaruhi keyakinan dan tindakan seseorang terhadap status
kesehatan dan pelayanan kesehatan.
Teori Sikap
12:46
No comments
Sikap dapat dirumuskan sebagai
kecenderungan untuk merespon (secara positif maupun negatif) terhadap orang,
objek atau situasi tertentu. Sikap itu tidaklah sama dengan prilaku dan
tidaklah mencerminkan sikap seseorang memperlihatkan tindakan yang berlawanan
dengan sikap (Sarwono, 2004).
Menurut Ilyas (2001), menyatakan
bahwa sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seorang berinteraksi
sesuai dengan rangkaian yang diterima. Sikap merupakan tanggapan batin terhadap
rangsangan diluar diri subjek, baik bersifat fisik maupun non fisik. Sikap
mengorbankan keadaan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek yang
sering diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun orang lain.
Sikap adalah proses mental yang
terjadi pada individu yang akan menentukan respon yang baik dan nyata ataupun
yang potensial dari setiap orang yang berbeda, dengan kata lain bahwa sikap
mental adalah mental manusia untuk bertindak atau menentang suatu objek
tertentu (Notoadmojo, 2005).
Notoadmojo (2005), menyatakan bahwa
sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1). Kepercayaan (keyakinan) ide dan
konsep terhadap suatu objek. 2).Kehidupan emosional terhadap suatu objek.
3).Kecendrungan untuk bertindak.
Ketiga komponen tersebut secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan
emosional pada diri seseorang memegang peranan penting untuk bertindak. Suatu
sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Sikap adalah suatu kesiapan
individu untuk bertindak sesuai perasaan dan pikirannya.Berdasarkan nilai-nilai
yang diyakini, sikap adalah suatu yang dapat dipelajari, tidak dibawa sejak
lahir, tidak menetap dan dapat berubah (IBI, 2006). Azwar (2001) mengatakan
bahwa sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain dan objek.
Sikap merupakan hasil belajar yang
diperoleh dari pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan.
Sikap akan selalu berhubungan dengan objek seperti manusia, wawasan, peristiwa
atau pun ide, sikap merupakan wujud kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara
tertentu terhadap objek dan diperoleh dalam interaksi dengan manusia lain baik
di rumah, di sekolah, tempat ibadah ataupun tempat lainnya melalui nasehat,
teladan ataupun percakapan (Jalaluddin, 1998)
Menurut Sulaiman (2001) sikap yang
baik akan menentukan seberapa jauh sukses yang dapat dicapai seseorang, karena
sikap adalah ekspresi diri sebuah perasaan di dalam, apa yang dirasakan akan
terekspresikan keluar, sikap yang dimiliki seseorang merupakan reflex sebuah
keputusan yang dipilihnya untuk menjadi suatu sikap. Percaya kepada diri
sendiri merupakan suatu sikap positif, karena dengan kepercayaan pada diri sendiri
mampu percaya terhadap orang lain. Sebagai bidan sangatlah dituntut untuk
percaya pada diri sendiri, hal ini merupakan modal dasar untuk meraih sesuatu
dan memiliki keinginan untuk menghadapi segala tantangan baik di dalam hidup
maupun dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Bidan yang percaya pada diri sendiri
mengetahui betul keterbatasan dirinya dan bekerja sebatas kemampuannya dan akan
selalu mempelajari cara-cara yang digunakan untuk memperbaiki kelemahan tanpa
harus terpuruk kedalamnya terutama dalam menjalankan tugas keprofesiannya
(Depkes, RI 2008)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
06:32
No comments
Tingkah laku yang ditampilkan oleh
setiap individu dalam sebuah organisasi merupakan suatu hal yang dinilai dalam
pengukuran kerja. Banyak hal yang dapat dipengaruhi tingkah laku tersebut,
seperti faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal adalah segala
hal yang berwujud stimulus (rangsangan), seperti perlengkapan kerja, teman
sekerja dan pendukung lainnya. Faktor internal seperti respon. Setiap individu
masing-masing terdapat perbedaan, sehingga respon terhadap stimulus juga akan
berbeda-beda pula (Mukhlas, 2001).
Notoadmojo, (2005) berpendapat bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi performance (penampilan kerja) ialah faktor
fisik dan non fisik. Faktor fisik termasuk kesehatan fisik dan gizi, kemudian
seluruh faktor tersebut dapat disingkat menjadi ACHIEVE, yang terdiri dari :
A : Ability
( kemampuan bawaan )
C : Capacity
( kemampuan yang dikembangkan )
H : Help
( bantuan untuk mewujudkan penampilan kerja )
I : Insentive (material maupun non material)
E : Environment (lingkungan tempat kerja karyawan)
V : Validity
(pedoman dan uraian kerja)
E : Evaluation (umpan balik dan hasil kerja).
Ilyas (2001),
menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap jumlah
variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu yaitu:
a.
Faktor individu yang meliputi
kemampuan, keterampilan fisik maupun mental, latar belakang keluarga,
pengalaman tingkat sosial dan demografis, umur, jenis kelamin, asal muasal dan
sebagainya.
b.
Faktor organisasi yaitu,
sturuktur organisasi, disamping pekerjaan kepemimpinan dan struktur imbalan
c.
.Faktor psikologi seperti
nilai, sikap, kepuasan kerja dan motivasi kerja.
Teori lain yang
perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan upaya kinerja adalah yang dikemukan
oleh Lauren Green (2001), yaitu faktor predisposing
(predisposisi), faktor reinforcing
(penguat), dan faktor enabling
menentukan prilaku untuk bekerja. Faktor predisposisi yaitu pengetahuan,
pengalaman, jenis kelamin, status, asal dan sebagainya. Faktor kedua enabling meliputi pelatihan pedoman
kerja, sarana dan sebagainya. Sedangkan faktor reinforcing meliputi dukungan pimpinan/teman sekerja, dukungan
sosial masyarakat, dukungan pemerintah dan sebagainya.
Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan berdasarkan peningkatan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
06:29
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan
bertujuan agar setiap penduduk mampu hidup sehat sehingga dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal, yang merupakan salah satu unsur kesejahteraan
umum dari tujuan pembangunan nasional. Hal tersebut sejalan dengan tujuan
sistem kesehatan nasional yaitu tercapainya kemampuan hidup sehat, melalui
upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit baik rumah sakit
pemerintah maupun swasta. Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi
kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra
institusi pelayanan kesehatan di mata masyarakat (Aditama, 2004: 45).
Keperawatan adalah salah
satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya
menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada standar tentang evaluasi
dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya
asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dengan terus-menerus melibatkan diri
dalam program pengendalian mutu di rumah sakit (Achir Yani, 2007: 1).
Hasil beberapa survei
menunjukkan bahwa kepuasan pasien banyak dipengaruhi secara langsung oleh mutu
pelayanan yang diberikan rumah sakit terutama yang berhubungan dengan fasilitas
rumah sakit, proses pelayanan dan sumber daya yang bekerja di rumah sakit.
Suryawati, dkk. (2008: 2) mengatakan bahwa sebagian besar keluhan pasien dalam
suatu survei kepuasan menyangkut tentang keberadaan petugas yang tidak
profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan diantaranya masih terdengar
keluhan akan petugas yang tidak ramah dan acuh terhadap keluhan pasiennya.
Selain itu juga masih sering terdengar tentang sulitnya meminta informasi dari
tenaga kesehatan terutama dokter dan perawat, sulitnya untuk berkomunikasi dua
arah dengan dokter, dan lain sebagainya yang mencerminkan betapa lemahnya
posisi pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan.
Dalam penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang merupakan tugas pokok dari suatu organisasi pemerintah membutuhkan dukungan sumber daya yang memadai yaitu sumber daya manusia sebagai penggerak dan sumber daya financial. Hal ini untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan dan tugas-tugas pemerintahan termasuk pula didalamnya tugas-tugas dalam bidan kesehatan masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang merupakan tugas pokok dari suatu organisasi pemerintah membutuhkan dukungan sumber daya yang memadai yaitu sumber daya manusia sebagai penggerak dan sumber daya financial. Hal ini untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan dan tugas-tugas pemerintahan termasuk pula didalamnya tugas-tugas dalam bidan kesehatan masyarakat.
Pembangunan kesehatan juga ditujukan pada golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah, baik dipedesaan maupun diperkotaan, perbaikan kesehatan
masyarakat antara lain dilakukan pemberantasan penyakit menular, perbaikan
gizi, penyediaan air bersih, kebersihan, kesehatan jiwa dan kesehatan
lingkungan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana.
Penyuluhan kesehatan perlu diperluas untuk menumbuhkan kesadaran dan
membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat sedini mungkin dilapisan
masyarakat. Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui pusat-pusat kesehatan
masyarakat (PUSKESMAS), pos-pos pelayanan terpadu (POSYANDU) serta berbagai
kegiatan masyarakat lainnya. Sesuai dengan pasal 1 undang-undang nomor 9 tahun
1960 tentang pokok-pokok kesehatan yang menjelaskan bahwa “Tiap-tiap warga
Negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu
diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah.
Untuk lebih meningkatkan pemahaman pelayanan kesehatan, diperlukan mutu
pelayanan rumah-rumah sakit, lembaga-lembaga pemulihan kesehatan masyarakat
serta lembaga-lembaga kesehatan masyarakat lainnya. Disamping itu juga
penyediaan dan pemerataan tenaga medis, paramedic dan tenaga kesehatan lainnya
serta penyediaan obat yang semakin merata dan terjangkau oleh masyarakat yang
diiringi dengan pengadaan dan pemamfaatan sarana dan prasarana kesehatan
lainnya.
Menurut Imbalo (2003),
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat
dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya
dengan apa yang diharapkannya. Sedangkan Junaidi (2002) berpendapat bahwa
kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas
poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka
konsumen akan mengalami kepuasan (Denipurnama, 2009)
Tuntutan pasien terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas bukan hanya berkaitan dengan kesembuhan
dari penyakit, tetapi juga menyangkut persepsi pasien terhadap kualitas
keseluruhan proses pelayanan yang termasuk ke dalamnya ketersediaan sarana dan
prasarana rumah sakit guna guna memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
Dengan demikian keberhasilan suatu rumah sakit tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan medis tetapi juga ditentuka oleh fasilitas pelayanan rumah sakit dan
non medis (Andriani, 2005).
Subscribe to:
Posts (Atom)