Monday, 12 August 2013
Bagian-Bagian Yang Terpenting dari Informed Concent
17:22
No comments
a.
Informasi
(Informed)
Salah satu tujuan dari informed concent adalah agar pasien mendapatkan informasi yang
cukup untuk dapat mengambil keputusan atas tindakan medis yang akan dijalani
kecuali jika penyampaian informasi akan mempengaruhi psikis pasien atau pasien
sendiri yang meminta dokter untuk tidak menyampaikan informasi kepadanya.
Dengan demikian dalam menyampaikan informasi seorang dokter diharapkan tidak
mengurangi materi informasi sesuai dengan kebutuhan pasien serta tidak memaksa
pasien untuk segera memberikan keputusan setelah pasien mendapatkan informasi.
Dalam penyampaian informasi ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yang dikenal dengan istilah 4 W, yaitu:.
1).
What : apa? ( yang perlu disampaikan )
2).
When : kapan? ( disampaikan )
3).
Who : siapa? ( yang harus menyampaikan )
4).
Which : yang mana? ( yang perlu disampaikan )
a)
Apa yang perlu disampaikan.
Penjelasan
yang harus disampaikan kepada pasien ruang lingkupnya cukup luas, penjelasan
tersebut kemungkinan berbeda bagi setiap individu, tergantung dari kondisi dan
tindakan medis yang akan dijalani dalam rangka tanggung jawab moril terhadap
pasien (Puoernomo B) petugas kesehatan perlu memilih yang terbaik dalam menyampaikan
informasi, tanpa ada keterangan yang disimpan atau terlupakan, tanpa
mengabaikan keadaan psikis, mental, sikap dari akibat ketakutan, serta
kegoncangan jiwa pasien. Pada dasarnya penjelasan dokter tersebut meliputi
diagnose penyakit, pemeriksaan, terapi, resiko, alternative, serta prognosis.
(1) Diagnosa penyakit
Seorang
dokter harus menjelaskan keadaan yang abnormal dari tubuh pasien yang ditemui
sehingga diharapkan pasien mengetahui tentang kondisi abnormal tersebut baik
diminta maupun tidak
(2)
Pemeriksaan
Pasien
berhak untuk menolak atau melanjutkan pemeriksaan serta mengetahui hasil
pemeriksaan dan tujuan pemeriksaan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara
pasien dan dokternya misalnya pemeriksaan terhadap tumor, dokter harus
menjelaskan tujuan pemeriksaan pap smear
dan seandainya setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan keganasan pada
tumor tersebut maka dokter harus menjelaskan kepada pasien dan untuk keputusan
selanjutnya diserahkan kepada pasien tersebut.
(3)
Pengobatan
Suatu
pemulihan kesehatan yang diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan
dan mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan kecacatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan ilmu yang dimiliki serta memiliki
kewenangan untuk melakukan pengobatan dan dapat dipertanggung jawabkan.
(4)
Resiko
Setiap
tindakan medis memiliki resiko. Resiko yang mungkin terjadi dalam melakukan
pengobatan dan tindakan medis harus disampaikan disertai dengan upaya
antisipasi yang dilakukan oleh dokter untuk menghindari terjadinya hal tersebut
seperti alergi, idiosinkrotik ( kepekaan
abnormal terhadap obat protein atau zat-zat lain berdasarkan kelainan genetika)
bahkan mungkin kematian yang selama ini jarang diungkapkan oleh dokter.
(5)
Alternatif tindakan medis
Dokter
harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi,
dimana setiap proses harus dijelaskan apa prosedur, manfaat, kerugian dan efek
yang mungkin dapat timbul dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh
pengobatan terhadap penyakit hipertiroidisme,
pengobatan untuk penyakit ini terdapat 3 pilihan, dengan obat, iodium radioaktif, subtotal tireidektomi, dokter harus menjelaskan
masing-masing pengobatan tersebut, dengan menyebutkan kerugian dan komplikasi
yang mungkin dapat terjadi.
(6)
Prognosis
Pasien
berhak mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu tindakan medis, meskipun kondisi
ini tidak bisa dipastikan namun berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh
seorang dokter, prediksi tindakan medis yang akan dijalani oleh seorang pasien
harus dijelaskan, komplikasi yang akan terjadi, ketidaknyamanan, biaya dan
resiko dari setiap pilihan, termasuk tidak mendapatkan pengobatan atau
tindakan. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dan apa yang
bakalan terjadi sehubungan dengan tindakan tersebut, semua ini berdasarkan
kejadian dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang medis.
b)
Kapan disampaikan
Usahakan
penyampaian informasi kepada pasien tidak terlalu lama jaraknya antara awal
pemeriksaan sampai keputusan tindakan medik karena kondisi seperti ini akan
menimbulkan suatu pertanyan dan persoalan bagi pasien jika penyampaian
informasi dengan tindakan medik memakan waktu yang cukup lama dan kondisi ini
juga akan berpengaruh terhadap penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan.
c)
Siapa yang harus menyampaikan
Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No 585 Tahun 1989 Pasal 6, dijelaskan untuk
tindakan bedah dan tindakan invatif lain harus disampaikan oleh dokter yang
akan melakukan tindakan dan tenaga paramedik (bidan, perawat) yang terlibat dalam tindakan
tersebut dan
jika dalam keadaan tertentu dokter tersebut tidak ada maka informasi harus
diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk yang bertanggungjawab.
d)
Yang mana yang akan diinformasikan
Mengenai informasi mana yang akan dijelaskan,
seorang medis harus menginformasikan seluruhnya tentang keadaan dan kondisi
pasien dan tidak ada hal-hal yang dirahasiakan kecuali dokter menilai dan
pasien menolak untuk disampaikan informasi tentang penyakitnya, yang akan dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut, maka informasi dapat
disampaikan kepada keluarga pasien. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan
No 585 Tahun 1989, meskipun penyampaian informasi merupakan hal yang terpenting
dalam informed concent yang harus
disampaikan kepada pasien, namun dalam kondisi tertentu penyampaian informasi
tidak berlaku, seperti keadaan emergensi.
Dalam kondisi seperti ini informasi mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan tindakan medis tidak perlu disampaikan, mengingat
kondisi pasien yang tidak sadar dan tidak bisa memberikan persetujuan dan hal
yang terpenting adalah penyelamatan nyawa pasien karena di khawatirkan jika
terlambat dilakukan tindakan pasien akan celaka, ketentuan ini tercantum dalam
Permenkes No 585 Tahun 1989 Pasal 11 yang berbunyi dalam hal pasien yang tidak
sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara
medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan
medik segera untuk kepentingannya tidak perlu minta
persetujuan dari siapapun.
b.
Persetujuan
(Consent)
Untuk tiap tindakan medis telah ditetapkan bahwa
dalam keadaan tidak darurat, seorang dokter harus meminta persetujuan pasien
terhadap terapi sebelum terapi diberikan. Terdapat dua teori tentang
persetujuan pasien yaitu teori tradisional berdasarkan hukum penganiayaan dan
teori baru yang berdasarkan hukum kelalaian. Dalam beberapa wilayah hukum,
kurangnya persetujuan medis dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak walaupun
tidak terjadi suatu kelalaian. Hukum melindungi hak seseorang untuk mengambil
keputusan menerima atau menolak terapi, terlepas dari bijaksana atau tidaknya
keputusan tersebut. Prinsip dasar dalam hukum kita adalah setiap orang memiliki
hak untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut tubuh mereka. Hubungan dokter
pasien dikenal sebagai fiduciary
relationship yang berarti hubungan yang berlandaskan kepercayaan
Persetujuan tindakan medis adalah aspek yang melekat pada hubungan dokter pasien yang harus
dimengerti dokter tidak hanya sebagai kewajiban hukum, tetapi juga sebagai
bagian dari etika kedokteran. Pemberian persetujuan secara tertulis atau tidak
tergantung dari keadaan saat itu. Dasar dari teori tradisional adalah hukum
penganiayaan dan dinyatakan pada persidangan tahun 1905 oleh hakim Cardozo, “ Setiap manusia dewasa dan
sehat mental memiliki hak untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap
tubuhnya dan ahli bedah yang melakukan operasi tanpa persetujuannya dianggap
telah melakukan penganiayaan”..
Dalam hukum, penganiayaan didefinisikan sebagai
tindakan disengaja untuk menyentuh atau menggunakan kekerasan terhadap orang
lain tanpa persetujuannya. Setiap tindakan sekecil apapun tanpa
persetujuan orang yang bersangkutan dapat dianggap penganiayaan. Tindakan medis
tanpa persetujuan walaupun tindakan itu baik untuk pasien, dapat dianggap
penganiayaan. Persetujuan baik langsung dan tidak langsung meniadakan
penganiayaan. Dengan adanya persetujuan, maka tidak ada penganiayaan. Tetapi
persetujuan dianggap tidak sah secara hukum bila diberikan atas dasar paksaan
atau penipuan. Persetujuan juga dianggap tidak sah bila tindakan yang disetujui
adalah tindakan melawan hukum atau persetujuan diberikan oleh orang yang tidak
punya kewenangan untuk memberikannya.
Konsep Informed Consent
17:16
No comments
1. Pengertian
Informed Consent
informed
berarti telah diberitahukan, telah
disampaikan, telah
diinformasikan. Sedangkan
consent berarti persetujuan yang
diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada
dokter setelah diberi penjelasan. Dalam praktiknya, seringkali istilah informed consent disamakan dengan surat
izin operasi (SIO) yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada keluarga
sebelum seorang pasien dioperasi, dan dianggap sebagai persetujuan
tertulis. Informed consent
harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis sekecil apapun
tindakan tersebut. Menurut Depertemen
Kesehatan (2002).
Keberadaan informed consent sangat
penting karena mengandung ide moral seperti tanggung jawab (otonomi tidak terlepas
dari tanggung jawab).
Informed
consent adalah suatu proses yang
menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya
pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap
pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai
perjanjian antara dua pihak, atau perjanjian yang bersifat khusus karena dalam
pelayanan kesehatan, dokter tidak bisa menjanjikan sesuatu dalam upaya
penyembuhan seseorang akan tetapi seorang dokter akan selalu berupaya
semaksimal mungkin menurut standar pelayanan dan keilmuan tertinggi yang
dimiliki oleh dokter tersebut dalam upaya penyembuhan dan penyelamatan nyawa
seseorang karena setiap tindak dalam pelayanan kesehatan mengandung resiko maka
dari itu informed concent lebih cenderung
kearah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Informed
consent bukan hanya sekadar kertas yang
ditandatangani, akan tetapi mengandung makna tanggung jawab moral seorang
pemberi pelayanan jadi
bukan legal aspek. Walau informed consent
telah ditandatangani petugas tetap saja bisa dituntut, tentu saja setelah
melalui proses penilaian oleh majelis etik profesi. Sebenarnya kemungkinan
tuntutan malpraktik sangat bisa diminimalkan bila para pemberi pelayanan
menjelaskan (informed) dengan baik
hal-hal tindakan yang akan diambil dan segala kemungkinan risikonya. Penjelasan
sebelum suatu tindakan tentang hal yang akan dilakukan dan kemungkinan risiko
yang tak dinginkan/komplikasi sangat berguna bila dapat dilakukan dengan baik,
sehingga tidak banyak reaksi akan muncul dari pihak keluarga bila benar terjadi
risiko atau komplikasi.
Gambaran Pengetahuan Bidan Tentang Informed Consent Di Puskesmas
17:10
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak
asasi manusia untuk hidup sehat yang dicanangkan oleh masyarakat internasional
sudah tumbuh menjadi tekad bangsa-bangsa di dunia untuk
meyelengarakan kehidupan manusia yang sejahtera, oleh karena itu istilah kesehatan harus diartikan “ Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup proaktif
secara sosial dan ekonomi.
Sumber
utama dari pernyataan baru tentang kesehatan dalam arti kesejahteraan itu
berakar dari piagam atlantik 1942, piagam PBB 1945, dan deklarasi hak azasi sedunia 1948. Muatan nilai norma hak asasi manusia tertuang
dalam pasal 22, 25 ,dan 29 yang pada pokoknya” the right to healt care” dan “social
welfare” merupakan azas dari negara yang menyelenggarakan “ the general welfare in a democratic society”.
Ketiga sumber nilai hukum ini ditindak lanjuti melalui
deklarasi Helsinki 1964, deklarasi Libson 1981 dan beberapa kesepakatan
internasional lainya yaitu pelayanan kesehatan yang berunsur hak azasi manusia dan kesejahteraan, hak azasi manusia itupun menjadi dasar utama
pengadaan informed consent, dalam rangka pelayanan kesehatan untuk kemanusiaan.
Menurut data WHO tahun 2010, lebih dari
195.000 orang Amerika meninggal karena malpraktik atau kesalahan dokter dari 37 juta catatan pasien setiap
tahunnya. Di Indonesia tahun 2012, menurut Lembaga Bantua
Hukum (LBH) Kesehatan telah menerima 373 kasus kesehatan dari seluruh
Indonesia, 90 kasus diantaranya malpraktek. Berdasarkan data yang dimiliki LBH
Kesehatan sampai dengan empat tahun terakhir jumlah kasus yang LBH Kesehatan
tangani rata-rata meningkat sekitar 80 persen. Ini baru kasus yang terdokumentasi.
Sedangkan tahun 2012 untuk Propinsi Aceh tercatat ada 3 kasus dugan malpraktek
Tuntutan
hak asasi manusia dibidang kesehatan mengubah kedudukan pasien (patient rights) yang semula bersifat
asimetris karena kecendrungan professional yang mengutamakan efesiensi
professional, pasien dianggap orang sakit tanpa diperhitungkan dalam arti
dilupakan kedudukannya sebagai manusia yang mempunyai
hak asasi kesehatannya, sementara menurut pandangan paternalistik,
hubungan antara dokter dengan pasien, dimana dokter berperan sebagai orang tua
dari pasien dan keluarga, segala informasi, keputusan, dan tindakan medis
terhadap pasien sepenuhnya ditangan dokter.
Hal
ini berkaitan juga kecendrungan penyalahgunaan profesi kesehatan yang didorong
oleh kepentingan sumber mencari nafkah melalui ilmu pengetahuan kesehatan yang
cendrung mengorbankan nilai-nilai etika menyimpang dari dalil hipokrates bahwa ilmu kedokteran adalah
ilmu yang mulia, yang seharusnya kelompok professional altrustik untuk mementingkan kesejahteraan orang lain ditas
kepentingannya sendiri.
Pelaksanaan
informed concent wajib hukumnya bagi
dokter dan perawat, jika kewajiban informed
concent ini diabaikan akan dapat merugikan salah satu pihak, baik dokter
maupun pasien, apa bila pasien tidak senang dengan
informasi yang diterima tentang barbagai aspek penyakit mereka atau dokter
menganggap informed concent merupakan
suatu tugas yang dianggap sukar untuk dikerjakan maka akan mengakibatkan terjadinya
tuntutan hukum, terhadap dokter selaku penyelenggara pelayanan kesehatan.
Informasi informed consent merupakan keharusan
sebelum memberikan tindakan namun saat ini sering dijumpai dalam intansi
kesehatan, informed consent tidak
selalu diberikan dalam setiap tindakan medis, hanya untuk tindakan yang
memiliki resiko tinggi yang informed
consent dibuat. Untuk tindakan sederhana kebiasaan tidak dibuat informed
consent.
Meningkatnya
masalah tuntutan hukum terhadap petugas kesehatan, salah satunya disebabkan oleh belum terpenuhinya
hak pasien, antara lain hak atas informasi dan hak atas persetujuan yang lebih
dikenal dengan informed consent. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat mengenai hak-haknya dalam pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilaksanakan oleh Radnasari pada tahun 2011 di RSU Sunan
Kalijaga Demak didapat hasil angket dan observasi,
dimana pengetahuan perawat tentang perannya sebagai sumber informasi dalam Informed Consent dapat dikategorikan cukup
baik 8,7 % dan baik 90,3% tetapi dalam pelaksanaan peran sebagai sumber
informasi di Informed Consent
termasuk ke dalam kategori tidak baik 4,3%, kurang baik 60,8% dan cukup baik
30,9 %. Pengetahuan perawat tentang peran sebagai advokator pasien dapat
dikategorikan kurang baik 13 %, cukup baik 30,4 %, dan baik 56,6 % sedangkan pelaksanaan
peran perawat sebagai advokat pasien dapat dikategorikan tidak baik 39,1%,
kurang baik 47,8 % dan cukup baik 13,1 %.
Subscribe to:
Posts (Atom)