Tuesday, 13 August 2013
Konsep Diabetes Melitus
16:25
No comments
Diabetes Melitus adalah
keadaan hyperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat
ganguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada menbran basalis dalam
emeriksaan dengan mikroskop electron.
Diabetes Melitus adalah
suatu kondisi metabolic dimana tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula
dalam darah secara fisiologis. Peningkatan kadar gula darah yang kronis akan
memicu angiopati dan menyebabkan kecacatan, jika tidak ditangani dengan cepat.
Penyulit utama adalah terjadinya malfungsi micro dan macrovaskuler
Diabetes Melitus
adalah Penyakit darah manis dapat merupakan kelainan hereditas dengan ciri insufisiensi
atau absennya insulin dalam
sirkulasi darah, konsentrasi gula darah
tinggi, berkurangnya glikogenesis
1. Etiologi
Insulin Dependen
Diabetes Millitus (IDDM) atau diabetes militus tergantung insulin (DMTI)
disebabkan oleh destruksi sel β pulau Langerhans akibat proses autoimun.
Sedangkan Non Insulin Dependen Diabetes Militus (NIDDM) atau diabetes mellitus
tidak tergantung insulin (DMTTI) disebabkan oleh kegagalan relative sel β dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya. artinya terjadi defisiensi relative insulin. Ketidak mampuan
ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulinlain. Berarti
sel β pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa .
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
a.
Tidak tergantung insulin (TTI) Non Insulin Dependent Diebetes Mellitus
(NIDDM) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin
untuk pengendalian kadar gula darah.
b.
Tergantung insulin (TI) Insulin dependent diabetes Melitus yaitu kasus yang memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula
darah.
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut White adalah
sebagai berikut :
Kelas A. Diabetes kimiawi disebut juga diabetes laten, subklinis atau diabetes
kehamilan, tes toleransi glukosa
tidak normal, penderita tidak memerlukan insulin,
cukup diobati dengan diet saja. Prognosis
bagi ibu dan anak baik.
Kelas B. Diabetes Dewasa, diketahui secara klinis
setelah umur 19 tahun dan berlangsung kurang daripada 10 tahun dan tidak
disertai kelainan pembuluh darah.
Kelas C. Diabetes
yang diderita antara umur 10 – 19 tahun, atau timbul pada umur antara 10 – 19
tahun dan tanpa kelainan pembuluh darah.
Kelas D. Diabetes telah diderita lama, 20 tahun
atau lebih, atau telah diderita sebelum umur 10 tahun, atau disertai kelainan
pembuluh darah, termasuk arteriosklerosis
pada retina dan tungkai, dan retinitis.
Kelas E. Diabetes yang diserta perkapuran pada
pembuluh – pembuluh darah panggul, termasuk arteria
uteria.
Kelas F Diabetes dengan
nefropatia, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis. Diabetes anak remaja (juvenilis),
diabetes yang diderita sejak
anak-anak atau remaja. Karena sedikit atau tidak ada insulin endogen, cenderung menimbulkan keto-asidosis.
2. Diagnosa
Diabetes Melitus
Keluhan dan gejala yang
khas ditambah dengan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dl sudah cukup untuk menengakan diagnose Diabetes Millitus. Bila hasil
pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk
memastikan diagnosis Diabetes mellitus. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperlukan glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konformasi diagnose DM pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal. Konfirmasi
tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemi dengan dekompensasi metabolic
akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
Perkawinan Usia Dini
07:43
No comments
1.
Pengertian perkawinan.
Adalah suatu perkawinan sepasang mempelai yang dipertemukan secara
formal di hadapan penghulu/kepala agama, para saksi dan sejumlah hadirin yang
disahkan secara resmi sebagai suami isteri dengan upacara ritual-ritual
tertentu. Dimana bentuk proklamasi laki-laki dan wanita bersifat dwi tunggal
yakni saling memiliki satu sama lain.
Menikah dapat diartikan secara sederhana sebagai persatuan dua
pribadi yang berbeda. Konsekuensinya, akan banyak terdapat perbedaan yang
muncul. Mengapa saat pacaran hal itu tidak menjadi soal? Proses pacaran pada
intinya adalah mekanisme untuk mempelajari dan menganalisis kepribadian
pasangan serta belajar saling menyesuaikan diri dengan perbedaan tersebut.
Dalam pacaran, akan dilihat, apakah perbedaan tersebut masih dapat ditolerir
atau tidak. Namun masalahnya, selama masa pacaran orang sering mengabaikan
realita sehingga kurang peka terhadap permasalahan atau perbedaan yang ada –
bahkan seringkali mereka memasang harapan bahwa semua itu “akan berubah”
setelah menikah. Yang sering terjadi, banyak pasangan yang kecewa karena
harapan mereka tidak terwujud dan tidak ada perubahan yang terjadi, bahkan
setelah bertahun-tahun menikah
Satu hal yang sering kurang disadari oleh orang yang menikah adalah
bahwa bersatunya dua pribadi bukanlah persoalan yang sederhana. Setiap orang
mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri dan punya latar belakang yang seringkali
sangat jauh berbeda, entah itu latar belakang keluarga, lingkungan tempat
tinggal atau pun pengalaman pribadinya selama ini.
Pernikahan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah Ta`ala dan
karunia-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah di dalam Al-Qur`an surah
Ar-Rum ayat 21, yang artinya:"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
2. Perkawinan Dini
Pernikahan dini dikaitkan dengan waktu, yaitu sangat awal. Bagi orang-orang yang hidup abad 20 atau sebelumnya, pernikahan seorang wanita pada usia 13-16 tahun atau pria berusia 17-18 tahun adalah hal yang biasa. Tetapi bagi masyarakat kini, hal itu merupakan sebuah keanehan. Wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun atau pria sebelum 25 tahun dianggap tidak wajar. Tapi hal itu memang benar adanya, remaja yang melakukan pernikahan sebelum usia biologis maupun psikologis yang tepat rentan menghadapi dampak buruknya.
Banyak efek negatif dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belum siap untuk menghadapi tanggung jawab yang harus diemban seperti orang dewasa. Padahal kalau menikah itu kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa dan siap untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baik itu ekonomi, pasangan, maupun anak. Sementara itu mereka yang menikah dini umumnya belum cukup mampu menyelesaikan permasalahan secara matang.
Remaja yang menikah dini baik secara fisik maupun biologis belum cukup matang untuk memiliki anak. Sehingga kemungkinan anak dan ibu meninggal saat melahirkan lebih tinggi. Idealnya menikah itu pada saat dewasa awal yaitu sekira 20-sebelum 30 tahun untuk wanitanya, sementara untuk pria itu 25 tahun. Karena secara biologis dan psikis sudah matang, sehingga fisiknya untuk memiliki keturunan sudah cukup matang. Artinya risiko melahirkan anak cacat atau meninggal itu tidak besar. Sebenarnya kalau kematangan psikologis itu tidak ditentukan batasan usia, karena ada juga yang sudah berumur tapi masih seperti anak kecil. Atau ada juga yang masih muda tapi pikirannya sudah dewasa. Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal utama karena sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak di kemudian hari.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Orang Tua Menikahkan Anaknya Pada Usia Dini
07:39
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1/1974)
Kehidupan perkawinan adalah kehidupan dari pasangan pria dan wanita
yang disahkan secara hukum dan agama dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia. Untuk menjadi pasangan yang bahagia, suami-istri harus saling mengenal
dan menerima pasangannya, saling mencintai, saling memiliki komitmen terhadap
pasangannya, tetap bersama dalam senang dan susah, saling membantu dan
mendukung, memiliki komunikasi yang lancar dan terbuka, serta menerima keluarga
pasangannya sebagaikeluargannya sendiri.
Masa dewasa muda adalah masa bagi kehidupan seseorang yang berusia
antara 20 – 40 tahun. Pada masa ini, keadaan fisik berada pada kondisi puncak
dan kemudian menurun secara perlahan. Dalam sisi perkembangan psikososial,
terjadi proses pemantapan kepribadian dan gaya hidup serta merupakan saat
membuat keputusan tentang hubungan yang intim. Pada saat ini, kebanyakan orang
menikah dan menjadi orang tua.
Di Indonesia satu dari lima penduduk berada dalam rentan usia
remaja, menurut data profil Kesehatan Indonesia tahun 2012, 21 % populasi penduduk
Indonesia berusia remaja 10 – 19 tahun, dan separuh dari jumlah itu adalah
remaja putri dan banyak dari mereka yang harus mengalami resiko kehamilan
diusia muda, baik yang diinginkan maupun tidak..
Diperkirakan 70.000 orang remaja putri umur antara 15 sampai 19
tahun meninggal setiap tahun karena selama kehamilan dan persalinan. Lebih dari
1.000.000 orang bayi yang dilahirkan oleh remaja putri meninggal sebelum ulang
tahu pertamanya ( sebelum berusia 1 tahun). sedangkan remaja umur 15 – 19 tahun
setiap tahunnya melahirkan sebanyak 15 juta orang,
Data survey kesehatan ibu dan anak tahun 2010 menunjukan usia
rata-rata ibu yang hamil untuk pertama kali adalah 18 tahun. 46 % perempuan di
Indonesia hamil dibawah usia 20 tahun, dimana daerah pedesaan memiliki angka
lebih tinggi (51 %) dibandingkan perkotaan (37 %). Perkawinan usia dini
memberikan kontribusi terhadap angka ini terutama didaerah pedesaan..
Pernikahan dini merupakan fenomena social yang sering
terjadi khususnya di Indonesia. Fenomena pernikahan anak di bawah umur bila
diibaratkan seperti fenomena gunung es, sedikit di permukaan atau terekspos dan
sangat marak di dasar atau di tengah masyarakat luas. Dalih utama yang
digunakan untuk memuluskan jalan melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur
adalah mengikuti sunnah Nabi SAW. Namun, dalih seperti ini biasa jadi
bermasalah karena masih terdapat banyak pertentangan di kalangan umat muslim
tentang kesahihan informasi mengenai pernikahan anak di bawah umur yang
dilakukan Nabi SAW dengan Aisyah r.a. Selain itu, peraturan perundang –
undangan yang belaku di Indonesia dengan sangat jelas menentang keberadaan
pernikahan anak di bawah umur. Jadi tidak ada alasan lagi pihak – pihak
tertentu untuk melegalkan tindakan mereka yang berkaitan dengan pernikahan anak
di bawah umur
Banyak efek negatif dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belum siap untuk menghadapi tanggung jawab yang harus diemban seperti orang dewasa. Padahal kalau menikah itu kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa dan siap untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baik itu ekonomi, pasangan, maupun anak. Sementara itu mereka yang menikah dini umumnya belum cukup mampu menyelesaikan permasalahan secara matang. Remaja yang menikah dini baik secara fisik maupun biologis belum cukup matang untuk memiliki anak. Sehingga kemungkinan anak dan ibu meninggal saat melahirkan lebih tinggi
Subscribe to:
Posts (Atom)