Monday, 14 January 2013
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SB DENGAN MALARIA DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM
10:21
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang dapat
bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai
dengan demam, anemia, dan splenomegali (Mansjoer, 2001)
Malaria disebabkan oleh parasit
sporozoa plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopeles betina
infektif. Sebahagian besar nyamuk Anopeles akan menggigit pada wektu senja atau
malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam
sampai fajar (Widoyono, 2005)
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan
pada pasien dengan malaria adalah demam, khas malaria terdiri atas tiga
stadium, yaitu menggigil ( 15 menit sampai 1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat
(2-4 jam), Spenomegali, merupakan gejala khas malaria kronik, Anemia, derajat
anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena
p. Falciparum, Ikterus, disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar
(Mansjoer, 2001).
Apabila mengalami malaria yang berat
akibat terinfeksi plasmodium Falciparum akan mengalami gangguan di berbagai
system organ tubuh yaitu dapat terjadi anemia berat, gagal ginjal akut, udema
paru, hipoglikemia, shok, pendarahan spontan dari hidung, gusi dan saluran
cerna, kejang berulang, asidemia, asidosis, hemoglobin nuria, maktroskopik apabila
terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia pada ibu dan janin serta bayi
BBLR, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi (Prabowo, 2004).
Malaria ditemukan hampir diseluruh
bagian dunia, terutama dinegara-negara yang beriklim tropis dan sub tropis.
Penduduk yang beresiko terkena malaria berjumlah sekitas 2,3 milyar atau 41 %
dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun, kasusnya berjumlah sekitas 300 sampai
500 juta kasus dan mengakibatkan 1.5 sampai 2,7 juta kematian, terutama dinegara-negara
benua Afrika (Probowo, 2004).
DiIndonesia, penyakit ini ditemukan
tersebar diseluruh kepulauan. Biasanya, malaria menyerang penduduk yang tinggal
didaerah endemis atau orang-orang yang bepergian kedaerah yang angka
penularannya tinggi. Dengan jumlah penderita sebanyak 2.341.401 orang, slide
positif rete (SPR): 9215, annual pacitik nidek (API): 0,08 % CPR di rumah sakit
sebesar 10-50% tahun 2004 (Widoyono, 2005).
Malaria merupakan salah satu penyakit
menular yang mempengaruhi angka kematian bayi, anak,dan ibu melahirkan serta
dapat menurunkan produktiviyas kerja. Peran perawat terhadap pasien dengan
malaria sangat penting untuk mendapatkan kepastian diagnosis sedini mungkin,
untuk melakukan pengobatan yang efektif untuk membasmi parasit malaria dalam
darah, menjegah komplikasi dan kematian, menemukan dan mengobati rekrudensi dan
rekutensi, mencegah, penyakit malaria kambuh kembali, meguranggi penularan
penyakit malaria. (Prabowa, 2004).
Respon pasien terhadap penarikan dana jaminan atas pemberlakukan JKA di Instalasi Radiologi RSUD
10:16
No comments
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tujuan utama dari keberadaan pemerintah di setiap
daerah adalah untuk menjaga system ketertiban di masyarakat agar tercipta
kehidupan secara wajar. Tugas pemerintah adalah untuk melayani dan mengatur
masyarakat, menekankan upaya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah segala
urusan public dan memberikan kepuasaan kepada public. Dengan demikian hakikat
dari kegiatan pemerintah adalah member pelayanan kepada masyarakat dan bukan
melayani dirinya (Laporan Pelaksana dan Progres,2011).
Bergulirnya nuansa kebebasan yang meluas
di masyarakat, serta perubahan factual peran pemerintah daerah yang mulai terbuka dalam sebuah koridor
Undng-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, serta tumbuhnya tatanan
praktis terhadap tuntutan layanan yang lebih baik beriring dengan semakin
membaiknya pemahaman masyarakat terhadap hak-haknya sebagai warga Negara yang
memiliki akses langsung kepada pemerintah, menuntut wacana yang lebih luas
terhadap peran pelayanan yang berkualitas oleh pemerintah kepada masyarakat.
Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan
publik di Aceh masih dihadapkan pada sistem pemerintah yang belum efektif dan
efesien serta kualitas sumber daya aparatur belum memadai. Hal ini terlihat
darri masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat Aceh baik secara
langsung maupun melalui media massa seperti prosedur yang berbelit,tidak adanya
jangka waktu penyelesaian, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak
transparan, sikap petugas yang kurang responsive, kurang ramah, kurang
disiplin, dn lain-lain, sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap
citra pemerintah (Qanun Aceh tentang Pelayanan Publik No 8 tahun 2008).
Pelayanan publik
adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Qanun Aceh tentang
Pelayanan Publik pasal 1 tahun 2008).
Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) memiliki
dasar hokum yang jelas, dan sangat
relevan dengan kondisi social Aceh pasca konflik dan tsunami, yaitu:
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 ayat (1) memberikan hak keepada
penduduk untuk mendapat pelayanan kesehatan. Hak atas pelayanan kesehatan
tersebut dirumuskan lebih lanjut dalam pasal 34 ayat 2 UUD 1945, dimana ada
kewajiban Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan iuran jaminan social,
bagi msyarakat yang m ampu.
Rakyat yang tidak mampu berhak mendapatkan bantuan iuaran, yang sifatnya
sementara, hinggaa mereka mampu menanggung iuran jaminan kesehatannya. Amanat
Undang-Undang No 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh yang tertuang pada pasal
224, pasal 225 dan pasal 226 yaitu kewajiban Pemerintah Aceh memberikan
pelayanan kesehatan secara menyuluruh kepada penduduk terutama penduduk miskin,
anak yatim dan terlantar.
Kebijakan politik yang lahir
pascaperjanjian damai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka
di Helsinky itu mewajibkan pemerintah Aceh memberikan pelayanan kesehatan secara menyuluruh kepada penduduk Aceh terutama
penduduk miskin, fakir miskin, anak yatim dan anak-anak terlantar. Aceh sebagai
daerah otonomi khusus yang memiliki hak, wewenang dan kewajiban mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengn peraturan perundang-undangan, dalam rangka menyediakan fasilitas dan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas untuk meningkatkan derajat
yang setinggi-tingginya. Sebagaimana terkatub dalam Undang-Undang No 11 tahun
2006 tentang Pemerintah Aceh, pasal 22 ayat (1) “Setiap penduduk Aceh mempunyai
hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan
berkualitas bagi seluruh warga Aceh. Pemerintah Aceh menerapkan program Jaminan
Kesehatan Aceh (JKA).
Walaupun penerapan program JKA telah
berhasil meningkatkan minat masyarakat, ditandai dengan kuantitas jumlah masyarakat yang berobat secara signifikan (untuk
menjawab keluhan masyarakat akan mahalnya biaya pengobatan), kan tetapi belum
dirasakan sepenuhnya berjalan secara
efektif. Hal ini dipengaruhi olehg aspek-aspek yang menentukan keberhasilan
program, diantaranya ketersediaan prosedur pelayanan (resources) yang belum
memadai, baik terhadap pedoman pelaksanaan, mekanisme kerja/koordinasi
pengelolaan dan pelayanan JKA. Intensitas frekuensi sosialisasi internal dan
eksternal program. Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), baik segi kuantitas
dan kualitas SDM, persepsi dan pemahaman terhadap program JKA, serta
professional/keahlian SDM pelaksana dan intensitas monitoring dan evalusi terhadap pelaksanaam JKA (Laporan
Pelaksaan dan Progres, 2011).
Berdasarkan sosialisasi dan Monitoring
dalam pelaksanaan JKA tidak semuanya berjalan lancer ada beberapa
permasalahan yang terjadi, seperti
distribusi fasilitas kesehatan (faskes) dan tenaga kesehatan (Nakes) yang tidak
merata, kondisi geografis yang sulit d jangkau
oleh petugas kesehatan, dan ada beberapa permasalahan lain yang timbul
seperti pada Badan Pengelola Jaminan Kesehatan Aceh (BPJK), karena belum semua
staf PT Askes (Persero) memahami pedoman pelaksana, sosialisasi kurang,
kesiapan petugas di lapangan, pada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) belum
memiliki pemahaman yang cukup terhadap
Pedoman Pelaksanaan (ManLak), system bridging, intergrasi dengan jakesmas,
renumerasi, kesiapan medis dan paramedis dan petugas lain (kenaikan pas
signifikan), belum optimal system rujukan, kesiapan petugas dan permasalah yang
terjadi di masyarakat sosialisasi belum optimal dan beberapa
masyarakat menggunakan JKA dan permasalahan yang timbul di Dinas Kesehatan seperti
sosilisasi belum optimal (Sosialisasi
dan Monitoring, 2010).
Jumlah penduduk Aceh hasil Sensus tahun
2010 sebanyak 4.486.570 jiwa. data ini menunjukkan penambahan jumlah penduduk
dibandingkan jumlah penduduk tahun 2008, pada saat JKA direncanakan, berjumlah
4.371.081 jiwa. Upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu
melalui program jamkesmas yang mencapai 61% penduduk masih terbatas pada
fasilitas kesehatan publik. Masih ada 29% penduduk Aceh yang tidak
memiliki jaminan sama sekali, meskipun sebagian dri mereka mampu membayar biaya
berobat yang relatif murah
terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak mampu membayar biaya rawat inap yang dapat
melampaui kemampuan bayarnya (Keputusan Gubernur Aceh No:420/483, 2010).
Pelayanan
kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien
oleh suatu tim multi disiplin. Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah
merupakan industri jasa kesehatan utama dimana setiap rumah sakit bertanggung
gugat terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari
penerima jasa pelayanan tersebut. Disamping itu, penekanan pelayanan kepada
kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang dapat
dipertanggungjawabkan (Indarjati, 2001).
Pelayanan
Penunjang Diagnostik adalah pelayanan penunjang untuk penegakan diagnosis dan
terapi antara lain berupa pelayanan laboratorium klinik, laboratorium patologi
anatomi, laboratorium mikrobiologi, radiologi diagnostik, elektromedik
diagnostik dan tindakan/pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya (Indarjati,
2001).
Radiologi
adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penggunaan semua
modalitas yang menggunakan radiasi untuk diagnosis dan prosedur terapi dengan
menggunakan panduan radiologi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan
radiasi dengan sinar-X dan radioaktif. Berdasarkan modalitas yang digunakan
berupa pesawat sinar-X maka layanan radiologi terdiri atas radiologi diagnostik dan radiologi
intervensional (Marpaung, 2010)
Dalam memberikan pelayanan Instalasi Radiologi
Rumah sakit Umum memberlakukan penarikan dana atas pasien yang belum mampu
memberikan persyaratan administrasi asuransi. Beragam respon yang diberikan
pasien terhadap pemberlakukan ini. Di satu sisi pihak penyelenggara rumah sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan yang optimal, dengan tetap memenuhi semua
persyarakat yang disyaratkan asuransi. Disisi lain masyarakat/pasien yang
umumnya datang dalam keadaan darurat tidak membawa persyaratan yang di
syaratkan, sehingga kebijakan penarikan dana talanganpun menjadi pilihan
terbaik (http://www.depkes.com.id,
2005).
Fenomina penarikan dana jaminan merupakan suatu kebijakan untuk
menjembatani suatu kebutuhan mendesak, demi pemenuhan suatu sistim
administrasi, sistim meminta setiap dilakukan klain selalu harus dilengkapi
dengan beberapa bukti fisik, namun dalan kasus-kasus tertentu dimana pasien
dilarikan ke RSU tanpa dilengkap surat mengakibatkan klein JKA tidak terpenuhi,
maka di tempuh kebijakan penarikan dana jaminan dan setelah terpenuhinya persyaratan
administrasi maka dana jaminan dikembalikan dengan waktu tenggang 3 kali 24
jam.
Gambaran pengetahuan dan Karakteristik Keluarga Dengan Balita Berat Badan Dibawah Garis Merah (BGM)
10:11
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Memiliki anak sehat dan cerdas adalah
dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkan tentu saja orang tua harus selalu
memperhatikan, mengawasi dan merawat anak secara seksama, khususnya
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Sulistijani, 2004)
Anak balita sedang mengalami proses
pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga memerlukan zat-zat makan yang relatif
lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa,
sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. (Ahmad Djaeni,
2000)
Masalah gizi di Indonesia yang
terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan
yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi
kebutuhan badan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling
sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu
kelompok masyarakat yang rentan gizi. (Ahmad Djaeni, 2000)
Di
negara berkembang anak-anak umur 0 – 5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi. Kelompok
yang paling rawan di sini adalah periode pasca penyapihan khususnya kurun
umur 1 – 3 tahun. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta
berada dalam status gizi rendah (Suhardjo, 2003).
Pemantauan pertumbuhan
bayi berarti melakukan pengecekan secara regular terhadap bayi, bahwa
pertumbuhannya sesuai dengan lajur hijau KMS pertumbuhan sesuai dengan umurnya.
Beragam cara pengukuran digunakan untuk menafsir pertumbuhan salah satu
diantaranya adalah berat badan menurut umur. Pengukuran yang berulang dan
seksama akan memberi perbandingan dengan pengukuran sebelumnya akan diperlukan
untuk mengetahui pertumbuhan bayi sedikit atau sesuai standar. (Manefee, 2008)
Menurut Nency dan Arifin (2005), anak
dengan berat badan dibawah garis
merah masih seperti anak-anak normal, beraktivitas,
bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus
dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan
terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai
gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ
dan fungsinya (akibat atrophy/pengecilan organ tersebut). Kaitan infeksi
dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena
keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak
buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi
Faktor primer yang menyebabkan
masalah gizi adalah ketidaktahuan masyarakat tentang gizi dan kebiasaan makan
yang salah, sedangkan faktor sekunder meliputi semua faktor yang mempengaruhi
asupan makanan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme gizi, seperti cacat
bawaan atau fisik pada fungsi maupun anatomi organ pencernaan. Menurut
Almatzier (2009), kekurangan zat gizi secara umum menyebabkan gangguan pada
proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak
serta perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut.
Masalah Gizi merupakan salah satu
penentu kualitas sumber daya manusia, kekurangan gizi akan menyebabkan
kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan
tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Masalah gizi
pada Balita erat kaitannya dengan pola konsumsinya, perlu mendapatkan perawatan
dalam pemberian makanan (Amos, 2000).
Kurang energi dan Protein (KEP) pada
anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang,
diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak
kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat
pendek. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian balita (Depkes RI, 2011)
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER III TENTANG TEHNIK MENGEDAN DITINJAU DARI INFORMASI DAN PARITAS
10:05
No comments
A
B S T R A K
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun
suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C
(suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki
& tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi
sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C) Disebut hipotermi berat
bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C. Penyebab utama kematian neonatus adalah bayi
berat lahir rendah (BBLR), asfiksia, dan infeksi. BBLR mengahadapi banyak
masalah seperti hipotermi, infeksi, gangguan minum, hipoglikemia, distres
napas, dan lain-lain. Pada bayi lahir dengan BBLR umumnya mengalami hipotermi
yang mengakibatkan meningkatnya angka kematian bayi. Penelitian ini bersifat Deskriptif dengan desain crossectional populasi dalam penelitian ini 32 ibu, sampel diambil
dengan teknik total sampling yaitu 32 ibu. Data dikumpulkan langsung dari responden
dengan mengedarkan kuesioner. Hasil penelitian diolah dengan bantuan program komputer dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan tabulasi
silang. Penelitian dilakukan mulai tanggal 24 Agustus sampai dengan 27 Agustus 2012. Hasil penelitian terungkap Dari hasil penelitian dilihat bahwa ibu yang mendapat penyuluhan mempunyai pengetahun
cukup sedangkan ibu yang tidak mendapat penyuluhan seluruhnya mempunyai
pengetahuan yang kurang. Ibu yang paritas primipara mayoritas
berpengetahuan kurang tentang hipotermi. Sementara ibu dengan paritas grande
multipara mempunyai penetaguan cukup. Ibu yang informasi kurang mempunyai
pengetahunnya cukup sedangkan ibu yang informasi cukup tidak ada yang mempunyai
pengetahuan rendah. Kesimpulan bahwa Mayoritas
responden mendapatkan penyuluhan dengan tingkat pengetahuan cukup. Mayoritas responden berparitas multipara dengan tingkat pengetahuan cukup. Mayoritas responden mendapatkan kurang mendapat informasi dengan tingkat
pengetahuan cukup
Subscribe to:
Posts (Atom)