This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday, 7 July 2013

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Amenorea Sekunder



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang.
Menstruasi atau haid merupakan periode pengeluaran cairan darah dari uterus, yang disebabkan oleh lepasnya endometrium. Lamanya menstruasi biasanya 3-5 hari. Menstruasi yang pertama atau menarche biasanya dimulai antara umur 10-16 tahun. Hal ini tergantung pada berbagai faktor termasuk kesehatan wanita, status nutrisi dan berat badan tubuh relatif terhadap tinggi tubuh. Menstruasi kira-kira berlangsung sekali dalam sebulan sampai wanita mencapai umur 45-50 tahun, hal ini tergantung pula pada kesehatan dan pengaruh-pengaruh lainnya. Akhir kemampuan wanita bermenstruasi disebut menoupause dan menandai akhir dari masa-masa kehamilan seorang wanita (Safira, 2006).
Menurut Prawiroharjo, (2008) Gangguan menstruasi dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam,
1.        Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan, yang meliputi hipermenorea atau menoralgia dan hipomenorhea.
2.        Kelainan siklus, yang meliputi polimenorea, oligomenorea dan amenorea,
3.        Perdarahan diluar siklus mentruasi /metrolagia dan
4.        Gangguan lain yang berkaitan dengan menstruasi, seperti ketengangan pramenstruasi, mastodinia, rasa nyeri pada ovilasi, dan dismenorea.
Purwatyastuti (2008) mengemukakan bahwa amenorea dialami oleh banyak perempuan hampir di seluruh dunia, sekitar 70-80% wanita Eropa, 60% di Amerika, 57% di Malaysia, 18% di Cina dan 10% di Jepang dan Indonesia. Menurut data salah satu peneliti gejala yang paling banyak dilaporkan adalah 40% merasakan hot flashes, 38% mengalami sulit tidur, 37% merasa cepat lelah dalam bekerja, 35% sering lupa, 33% mudah tersinggung, 26% mengalami nyeri pada sendi dan merasa sakit kepala yang berlebihan 21% dari seluruh jumlah wanita premenopause.
Gangguan menstruasi dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam, 1 kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan, yang meliputi hipermenorea atau menoralgia dan hipo menorrhea. 2. kelainan siklus, yang meliputi polimenorea, oligomenorea dan amenorea, 3. perdarahan diluar siklus mentruasi /metrolagia dan 4. gangguan lain yang berkaitan dengan menstruasi, seperti ketengangan pramenstruasi, mastodinia, rasa nyeri pada ovilasi, dan dismenorea. (Prawiharjo, 2008)
Amenonera adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorea primer dan  amenorea sekunder .kita berbicara  tentang amenorea  primer apibila seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat haid; sedang pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan congenital dan kelainan-kelainan genetic. Adanya amenorea sekunder lebih menunjukkan kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain (Wiknjosasstro, 2005)
Istilah kriptomenorea menunjuk kepada keadaan di mana tidak tampak adanya haid karena darah tidak keluar berhubung ada yang menghalangi, misalnya pada ginatresia himenalis, penutupan kanalis servikalis, dan lain-lain. (Wiknjosasstro, 2005).
Beberapa wanita mengalami sebuah kondisi yang dikenal sebagai amenore, atau kegagalan bermenstruasi selama masa waktu perpanjangan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor termasuk stres, hilang berat badan, olahraga berat secara teratur, atau penyakit. Sebaliknya, beberapa wanita mengalami aliran menstruasi yang berlebihan, kondisi yang dikenal sebagai menoragi. Tidak hanya aliran darah menjadi banyak, namun dapat berlangsung lebih lama dari periode (Henderson, 2004).
Penyakit yang dapat disertai amenorea berupa, Anoreksia nervosa, terupama ditemukan pada wanita muda yang menderita gangguan emosional yang cukup berat. Pseudosiesis suatu keadaan dimana terdapat kumpulan tanda-tanda kehamilan pada seorang wanita yang tidak hamil. (http://sehatnews.com)

Konsep Suhu Basal Tubuh



1.      Pengertian Suhu Basal Tubuh
Suhu basal adalah suhu tubuh sebelum melakukan aktifitas apapun, biasanya diambil pada saat bangun tidur dan belum meninggalkan tempat tidur. (Niken Meilani, 2010)
Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat atau dalam keadaan istirahat (tidur). Pengukuran suhu basal dilakukan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas lainnya (Manuaba,2008).
Tujuan pencatatan suhu basal untuk mengetahui kapan terjadinya masa subur/ovulasi. Suhu basal tubuh diukur dengan alat yang berupa termometer basal. Termometer basal ini dapat digunakan secara oral, per vagina, atau melalui dubur dan ditempatkan pada lokasi serta waktu yang sama selama 5 menit. Suhu normal tubuh sekitar 35,5-36 derajat Celcius. Pada waktu ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan naik menjadi 37-38 derajat kemudian tidak akan kembali pada suhu 35 derajat Celcius. Pada saat itulah terjadi masa subur/ovulasi. Kondisi kenaikan suhu tubuh ini akan terjadi sekitar 3-4 hari, kemudian akan turun kembali sekitar 2 derajat dan akhirnya kembali pada suhu tubuh normal sebelum menstruasi. Hal ini terjadi karena produksi progesteron menurun (Manuaba,2008)
2.      Keluarga berencana (KB) alamiah
Metode alamiah sering juga disebut dengan metode pantang berkala, yaitu tidak melakukan senggama pada masa subur seorang wanita yaitu sekitar waktu terjadinya ovulasi. (Hanafi Harianto,2004)
a. Cara kerja :
Untuk menggunakan keluarga berencana alamiah secara efektif, pasangan perlu memodifikasi prilaku seksual mereka. Pasangan harus mengamati tanda-tanda fertilitas wanita secara harian dan mencatatnya. Mengenal masa subur dan tidak melakukan aktifitas seksual pada masa subur jika tidak menginginkan kehamilan.
b. Efektivitas :
Bila digunakan secara sempurna efektivitas metode
Keluarga Berencana Alamiah (KBA) dapat mencapai 65%.
c. Manfaat :
1)      Dapat digunakan baik untuk menghindari atau untuk menginginkan kehamilan
2)      Tidak ada efek samping
3)      Meningkatkan pengetahuan mengenai fungsi reproduksi wanita
4)      Menumbuhkan kepercayaan diri tidak tergantung kepada kontrasepsi
5)      Meningkatkan keterlibatan pihak pria
6)      Tidak tergantung dengan tenaga medis
7)      Ekonomi
c. Indikasi :
Keluarga Berencana Alamiah merupakan metode yang sesuai untuk :
1)      Wanita yang mau mengamati tanda kesuburan
2)      Wanita yang mempunyai siklus haid yang cukup teratur
3)      Pasangan dengan tidak dapat mengguanakan metode lain
4)      Tidak keberatan jika terjadi kehamilan
3.      Masa Subur
Masa subur adalah masa di mana persetubuhan akan menghasilkan keturunan. Sedangkan persetubuhan yang terjadi pada masa kering tidak dapat menghasilkan pembuahan (keturunan). Masa subur berlangsung sekitar tiga hari setelah masa haid ditandai dengan rasa basah (lengket seperti putih telur) pada alat vital wanita. Masa subur berlangsung antara 8 sampai 12 hari, disusul masa kering yang berlangsung sekitar 13 hari. Masa kering berakhir dengan datangnya kembali masa haid (Simamora, 2009)
Panjang-pendeknya masa-masa subur tersebut berbeda-beda pada setiap wanita, karena itu perlu pengamatan serta pencatatan yang tekun dan teliti oleh akseptor. Juga harus dapat dibedakan antara lendir kesuburan pada masa basah dan lendir karena rangsangan seksual atau karena adanya jamur. Bagi akseptor yang ingin menunda atau menjarangkan kehamilan maka hubungan intim dilakukan pada masa kering, sedangkan pada masa basah dapat memilih metode alternatif  (Simamora, 2009)
Perhitungan menstruasi teratur merupakan syarat penting dengan menstruasi teratur dapat memberikan petunjuk masa subur. Perhitungan masa subur dapat dilakukan bersama suami hingga suami istri mempunyai pengertian yang sama. Kerja sama dengan suami perlu ditekankan karna masa hidup ovum dan spermatozoa dalam alat genetalia cukup panjang. (Manuaba, 2008)
Ovum yang baru dilepaskan  belum mampu untuk dibuahi karena pembungkus korona radiata masih tebal sehingga tidak ditembus oleh spermatozoa. Setelah melewati waktu sekitar 12 jam ovum baru dapat di buahi. Hidup ovum terbatas sekitar 48 jam dan selama itu berada kanalis tuba falofi dan siap untuk dibuahi. Spermatozoa yang baru ditumpah kan dalam vagina banyak mengalami kematian. Hanya sekitar masa subur yaitu pada hari ke 12 sampai ke hari 19 menstruasi spermatozoa dapat masuk kedalam rahim melalui kanalis servikalis. (Manuaba, 2008)  
Dalam kavum uteri spermatozoa mengalami proses kapasitas dengan melepaskan pembungkus lipoprotein. Dengan proses kapasitas spermatozoa mempunyai kemampuan untuk menembus dinding ovum dan terjadi penyatuan inti ovum dan inti spermatozoa yang disebut proses konsepsi. Spermatozoa dalam tubuh wanita dapat hidup selama 72 jam. Bila suami istri melakukan senggama dua kali setiap minggu kehamilan dapat terjadi setiap saat. (Manuaba, 2008)
Memang tubuh seorang wanita yang fertil menunjukkan beberapa gejala dan tanda yang mengarah pada masa subur yang siklis yaitu :
1.      Pola suhu badan basal
2.      Pola lendir serviks
3.      Sakit perut sekitar ovulasi
4.      perdarahan inter-menstrual
5.      nyeri payudara
6.      pola daun pakis (ferning) lendir serviks
7.      perubahan posisi dan konsistensi serviks, dilatasi serviks
8.      perubahan kejiwaan
9.      perubahan libido. (Hanafi Hartanto, 2004)
4.      Metode Kontrasepsi suhu basal tubuh
a. Cara kerja :
Telah diketahui bahwa penurunan suhu basal sebanyak ½ sampai 1 derajat celcius pada hari ke 12 sampai ke 13 menstruasi di mana ovulasi terjadi pada hari ke 14 setelah menstruasi suhu naik lebih dari suhu basal sehingga siklus menstruasi yang disertai ovulasi terdapat temperatur bifasik. (Manuaba,2008)
Pantang berkala dengan sistem pengukuran suhu basal memerlukan pengetahuan dan metode pengukuran suhu basal  memerlukan pengetahuan dan metode pengukuran yang akurat, sehingga dapat bermanfaat. Kegagalan sistem suhu basal sekitar 10% sampai 20%. Kelemahan sistem pantang berkala adalah pengukuran suhu basal merepotkan dan tidak akurat, hanya dapat digunakan oleh mereka yang terdidik dan hanya berguna pada siklus menstruasi 20 sampai 30 hari. (Manuaba, 2008)
Peninggian suhu badan basal 0,2-0,5 drajat celcius pada waktu ovulasi. Peninggian suhu badan basal mulai 1-2 hari setelah ovulasi dan disebabkan oleh peninggian kadar hormon progesteron. (Hanafi Harianto,2004)
Pengukuran suhu basal badan diselenggarakan setiap hari sesudah haid berakhir sampai mulainya haid berikutnya. Ini dilakukan sewaktu bangun pagi sebelum menjalankan kegiatan apa–apa, dengan memasukkan thermometer dalam rectum atau dalam mulut di bawah lidah selama 5 menit. (Sarwono, 2009)
pengukuran dilakukan secara : oral (3 menit), rektal (1 menit) ini secara terbaik, vaginal. (Hanafi Harianto,2004)
Hormone progesterone yang disekresi oleh korpus luteum setelah ovulasi, bersifat termogenik atau memproduksi panas. Karena itu dapat menaikkan suhu tubuh 0,050C sampai 0,20C dan mempertahankan pada tingkat ini sampai saat haid berikutnya. Peningkatan suhu tubuh sebagai peningkatan termal dan ini merupakan dasar dari metode suhu tubuh dasar ( STB) (Saifuddin.dkk, 2006).
b. Petunjuk penggunaan Metode Suhu Tubuh Bassal
1)      Ukur suhu ibu pada waktu yang hampir sama setiap pagi (sebelum bangkit dari tempat tidur) dam catat suhu ibu pada kartu yang disediakan oleh instruktur Keluarga Berencana Alamiah (KBA) ibu.
2)      Pakai catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari pertama dari siklus haid ibu untuk menentukan suhu tertinggi dari suhu yang “normal, rendah” (misalnya, catatan suhu harian pada pola tertentu tanpa suatu kondisi yang luar biasa). Abaikan setiap suhu tinggi yang disebabkan oleh demam atau gangguan lain.
3)      Tarik garis pada 0,05o – 0,1o C di atas suhu tertinggi dari suhu 10 hari tersebut. Ini dinamakan garis pelindung (cover line) atau garis suhu.
4)      Masa tak subur mulai pada sore hari setelah hari ketiga berturut-turut suhu tubuh berada di atas garis pelindung tersebut (Aturan Perubahan Suhu). (Sarwono, 2006)
Pantang sanggama mulai dari awal siklus haid sampai sore hari ketiga berturut – turut setelah suhu berada di atas garis pelindung (cover line). Masa pantang pada Aturan Perubahan Suhu lebih panjang dari pemakaian Metode Ovulasi Billings (MOB). (Sarwono, 2006)
Catatan:
1)      Jika salah satu dari 3 suhu berada di bawah garis pelindung (cover line) selama perhitungan 3 hari, ini mungkin tanda bahwa ovulasi belum terjadi. Untuk menghindari kehamilan tunggu sampai 3 hari berturut-turut suhu tercatat di atas garis pelindung sebelum memulai senggama.
2)      Ketika mulai masa tak subur, tidak perlu untuk mencatat suhu basal ibu. Ibu dapat berhenti mencatat sampai haid berikut mulai dan bersenggama sampai hari pertama haid berikutnya. (Sarwono, 2006)
a.       Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu basal
Dengan menggunakan suhu basal badan, kontrasepsi dengan jalan pantang berkala dapat ditingkatkan efektivitasnya. Akan tetapi, harus diingat bahwa beberapa factor dapat menyebabkan kenaikan suhu basal badan tanpa terjadinya ovulasi, misalnya infeksi, kurang tidur, minum alcohol, dan sebagainya. (Sarwono, 2009)
1).       Influenza atau infeksi traktusrespiratorius lain.
2).      Infeksi atau penyakit-penyakit lain yang meninggikan suhu badan
3).       Inflamasi lokal lidah,mulut atau daerah anus.
4).      Faktor-faktor situasional seperti mimpi buruk, mengganti popok bayi pukul 6 pagi.
5).       Jam tidur yang ireguler
6).       Pemakaian minuman panas atau dingin sebelum pengambilan suhu badan basal.
7).      Pemakaian selimut elektris.
8).      Kegagalan membaca termometer denga tepat atau baik. (hanafi harianto, 2004)
d. Macam-macam peninggian suhu badan basal
1).       Peninggian suhu mendadak. Ini yang paling sering terjadi.
2).      Peninggian suhu yang  perlahan-lahan (gradual).
3).       Peninggian suhu yang bertingkat, umunnya didahului penurunan suhu yang cukup tajam.
4).      Peninggian suhu seperti gigi gergaji. (hanafi harianto,2004)
           Catatan
a.       Ada beberapa kasus, kadang suhu badan basal sama sekali tidak meninggi  selama ovulasi, atau kadang sudah meninggi, pra-ovulasi.
b.      Demikian pula pada siklus haid yang An-ovulatoir suhu badan basal tidak meninggi, dan ini ditemukan pada:
- gadis muda
- klimakterium segera post partum  atau post abortus
- laktasi
c. Bila tidak terjadi vertilisasi, korpus luteum akan berhenti bekerja, produksi hormon progesteron menurun, dan akhirnya suhu badan basal menurun lagi.
d. Suhu badan post ovulasi adalah lebih tinggi dari pada suhu badan pra ovulasi, meskipun tidak terjadi ovulasi. (hanafi harianto,2004)

Gambaran Yang Mempengaruhi Ibu Memilih Metode Kontrasepsi Basal Tubuh




BAB  I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah
Masalah kependudukan dewasa ini merupakan masalah penting yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari peminat dan ahli kependudukan, baik di seluruh dunia maupun di Indonesia. Pertambahan penduduk yang tidak terkendali, dapat membahayakan aspirasi penduduk untuk memperbaiki tingkat hidupnya, melalui usaha dan upaya pembangunan. Peledakan penduduk pada akhirnya akan menyukarkan pemerataan kemakmuran masyarakat itu sendiri. (Mochtar, 2008).
Keluarga berencana merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang demikian tinggi akibat kehamilan yang dialami wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena keterbatas jumlah metode tersedia, tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB (Keluarga Berencana), kesehatan individu dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. (Depkes RI, 2002).
Pelayanan keluarga berencana yang merupakan salah satu didalam paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu dan pelayanan KB berkualitas diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dengan berubahnya paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi. Maka pelayanan KB harus menjadi lebih berkualitas serta memperhatikan hak-hak dari klien/ masyarakat dalam memilih kontrasepsi yang diinginkan. (Saifuddin, 2003).
Menurut WHO keefektifan Metode suhu basal tubuh akan efektif bila dilakukan dengan benar dan konsisten. Suhu tubuh basal dipantau dan dicatat selama beberapa bulan berturut-turut dan dianggap akurat bila terdeteksi pada saat ovulasi. Tingkat keefektian metode suhu tubuh basal sekitar 80 persen atau 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Secara teoritis angka kegagalannya adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun. Metode suhu basal tubuh akan jauh lebih efektif apabila dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain seperti kondom, spermisida ataupun metode kalender atau pantang berkala (calender method or periodic abstinence).. (Prawirohardjo, 2003).