Saturday, 27 April 2013
Pencegahan dan Pengobatan Scabies
22:35
No comments
2.4.1
Pencegahan Scabies
Menjaga kebersihan diri dengan mandi
secara teratur setiap hari, semua pakaian, seprei dan handuk yang telah
digunakan harus dicuci secara teratur dan bila direndam dengan air panas serta
menghindari terjadinya kontak langsung.
2.4.2
Pengobatan Scabies
Beberapa macam obat yang dapat
dipakai pada pengobatan scabies yaitu :
1. Gama benzen heksaklorida
Insektisida ini merupakan obat pilihan untuk scabies
karena dapat membunuh tungau dan telur. Cara pemakaianya adalah dengan
mengoleskan salep atau lasio dalam konsentrasi 1% keseluruh badan dari leher ke
bawah lalu dibersihkan setelah 12 jam. Pemakaian cukup sekali dan dapat diulang
seminggu kemudian untuk membasmi larva yang baru menetas dari telur yang
tersisa.
2. Permetrin
Adalah insektisida yang termasuk piretroid sintetik. Untuk pengobatan scabies, permetrin digunakan
dalam bentuk krim 5% yang dioleskan keseluruh tubuh mulai dari leher hingga ke
jari kaki selama 8 sampai 12 jam. Perhatian harus diberikan pada area intertriginosa
termasuk lipatan intergluteal, ibu jari kaki dan subungual. Bila krim terhapus
sebelum waktunya, maka harus dioleskan lagi.
3. Sulfur
Sulfur konsentrasi 5-10% dalam vaselin telah lama digunakan sebagai
scabisida. Sulfur hanya membunuh larva dan tungau tetapi tidak membunuh telur
sehingga harus dipakai selama tiga hari berturut-turut dan diulangi seminggu
kemudian.
4. Benzil benzoate
Dipakai dalam bentuk emulsi atau losio dengan
konsentrasi 20-35%. Obat tersebut cukup efektif, tetapi sering mengakibatkan iritasi
dan menambah rasa gatal.
5. Krotamitan
Krotamitan konsentrasi 10% dalam krim atau losio, merupakan scabisida yang
cukup efektif. Cara pemakaiannya adalah dengan mengoleskan preparat tersebut
dari leher ke bawah, lalu diulang 24 jam kemudian.
6. Kortikosteroid dan preparat
ter
Pada nodus persisten, dapat dipakai preparat ter dan kortikosteroid intralesi.
Agar pengobatan scabies memberikan
hasil yang memuaskan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1.
Cara pemakaian obat yang salah
dapat menyebabkan kegagalan pengobatan, karena itu penderita perlu dijelaskan
mengenai cara pemakaian obat yang benar.
2.
Gatal biasanya masih menetap,
meskipun parasit telah hilang, karena hipersensitivitas terhadap tungau dan
produknya tidak segera hilang. Penderita perlu diberitahu mengenai hal tersebut
untuk menghindari pemakaian obat yang berlebihan. Hal tersebut dapat dikurangi
dengan membatasi pemberian obat.
3.
Mengingat masa inkubasi yang
lama, semua orang
yang kontak dengan penderita perlu diobati meskipun tidak didapatkan gejala.
Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya reinfeksi.
4.
Kegagalan juga dapat terjadi
karena penetrasi obat terganggu seperti pada lesi yang berkrusta atau dengan
infeksi sekunder. Pada keadaan ini penderita perlu diberi antibiotika.
5.
Pakaian sprei dan sarung bantal
/ guling harus dicuci dengan air panas. Kasur, bantal dan guling dijemur
minimal 2 kali seminggu.
6.
Rumah harus memiliki ventilasi
agar sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan. (Sungkar, 1995).
Pengertian Scabies
22:27
No comments
Scabies adalah erupsi kulit yang
disebabkan infestasi dan sentisitasi oleh kutu sarcoptes scabiei Var.Hominis dan bermanifestasi sebagai lesi papular, pustul, Vesikel,
kadang-kadang erosi serta krusta dan terowongan berwarna abu-abu
yang disertai keluhan subjektif sangat gatal, ditemukan terutama pada daerah
celah dan lipatan. (Boediardja, 2003). Sedangkan menurut Sungkar (1995),
penyakit scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau sarcoptes
Scabiei varietas hominis.
Penyebab dan Cara Penularan
Scabies
Sarcoptes scabiei varhomonis termasuk famili sacrcoptidae dari kelas arachbinida,
berbentuk lonjong, punggungnya lonjong, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata.
Besar tungau ini sangat bervariasi yang betina berukuran kira-kira 0,4 mm x 0,3
mm, sedangkan yang jantan ukurannya
lebih kecil 0,2 mm x 0,15 mm, tungau ini berwarna putih kotor, pada bagian dorsal terdapat bulu-bulu dan duri serta
mempunyai 4 pasang kaki, bagian anterior
2 pasang sebagai alat untuk melekat sedangkan 2 pasang kaki terakhir pada
betina berakhir dengan rambut. (Sugito, 2003).
2.2.1
Penyebab
Masuknya sarcoptes
scabiei ke dalam epidermis rasa gatal di kulit akan timbul 1 bulan setelah
infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respon, namun
terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkannya di terowongan bawah kulit
sekret dan ekskreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat toksik.
2.2.2
Cara penularan
Penularan scabies terutama melalui kontak langsung
seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan
didapat dari orang tua atau temannya.
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya
melalui perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk dahulu dikatakan mempunyai
peran kecil dalam penularan scabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama
adalah selimut, pakaian dalam dan penderita perempuan. (Sungkar, 1995).
Gejala dan dan Diagnosa
Scabies
2.3.1
Gejala
Gejala klinis utama pada scabies
adalah rasa gatal, terutama dirasakan pada malam hari pruritus nocturnal bila cuaca panas pasien beringat, oleh karena
meningkatnya aktifitas tungau saat suhu tubuh meningkat rasa gatal-gatal
disertai gejala lainnya, biasanya timbul 3-4 minggu setelah tersentisasi oleh
produk tungau di bawah kulit.
Lesi yang timbul dikulit pada umumnya
simetris dan tempat predileksi utama
adalah sela jari tangan fleksor siku
dan lutut pergelangan tangan, areola
mammae, umbilicus, penis, aksila, abdomen bagian bawah dan bokong. Pada
anak-anak usia kurang dari 2 tahun, lesi cenderung diseluruh tubuh, terutama
kepala, leher, telapak tangan dan kaki, sedangkan pada anak yang lebih besar
predileksi lesi menyerupai orang
dewasa. Pada bayi lesi dapat ditemukan dimuka dan kulit kepala, terutama yang
minum air susu ibu (ASI) dari yang menderita scabies. (Sugito, 2003).
Pada kulit anak akan terlihat
papul-papul eritematosa berukuran 1-2 mm sebagai gejala awal infestasi. Tetapi karena
sangat gatal dan akibat garukan dapat timbal erosi, pustul,
eksporiasi, kusta dan infeksi skunder yang menyebabkan gambaran lesi primer tersebut menjadi kabur dan tidak khas lagi.
Pada scabies yang kronik, kulit
penderita dapat menebal (likenifikasi) dan tanpak berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi) Erupsi dapat meluas tanpa mengenal batas
predileksi atau target zone yang
disebabkan oleh reaksi alergi. Anak menjadi
gelisah dan tanpak lelah karena tidurnva terganggu akibat rasa gatal pada malam hari, akibatnya nafsu makan kurang. (
Boediardja, 2003).
2.3.2. Bentuk-bentuk Scabies
1. Scabies pada orang bersih :
Bentuk ini gejalanya minimal dan terowongannya
sukar ditemukan. Terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang tinggi dan kutu dapal hilang akibat mandi yang teratur.
2. Scabies Inkognito
Pemakaian
kortikusteroid topikal atau sitemik dapat memperbaiki gejala dan tanda klinis scabies, tetapi infestasi kutu dan
kemungkinan penularannya tetap ada.
3.
Scabies
Noduluris
Merupakan manilestasi yang unik pada bayi dan anak-anak.
Lesi berupa nodus berwarna coklat kemerahan
dan gatal yang terdapat pada daerah tertutup; terutama genetalia
laki-laki, inguinal dan aksila. Tungau jarang ditemukan
pada nodus. Nodulus dan moduli mungkin timbal akibat reaksi hipersensitivitas, lesi ini dapat
bertahan beberapa bulan hingga 1 tahun walaupun penderita telah
diberikan obat anti scabies.
4.
Scabies Dishidrosiform
Jenis ini ditandai oleh
lesi berupa kelompok vesikel dan pustule pada tangan dan kaki yang sering
berulang dan selalu sembuh dengan obat anti scabies tropical. Tidak dapat
ditemukan tungau pada lesi dan dapat sembuh sendiri secara bertahap dalam
beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun. Scabies jenis ini umumnya
ditemukan pada anak-anak yang diadopsi di negara-negara Asia (Vietnam dan Korea).
5.
Scabies krustosa (scabies Norwegia)
Pertama kali ditemukan
di Nerwegia pada tahun 1848, Kasus scabies jenis ini jarang ditemukan. Biasanya
terjadi pada mereka dengan respons imum abnormal atau keadaan imunosupresi,
kelainan atau gangguan syaraf pusat, gangguan sensitisasi dan malnutrisi.
Scabies Norwegia
ditandai dengan lesi yang luas, eritematosa, dengan krusta tebal
disertai daerah hiperkeratotik pada telinga, siku, lutut, telapak tangan
dan kaki serta bokong dan berskuama. Dapat disertai distrofi kuku dan
menjadi generalisata. Frunitus tidak menonjol tetapi sangat
menular karena populasi tungau pada kulit sangat banyak (ribuan), baik dalam
bentuk tungau dewasa, telur maupun larva. Jumlah tungau yang terdapat di dalam
lesi dapat mencapai 2 juta pada seorang pasien (sangat kontagius) dan merupakan
sumber epidemi. Jenis ini juga dapat ditemukan pada orang tua serta pasien dengan sensasi kulit
yang rendah, pasien imuno kompromais, dan bayi yang mempunyai respons
imunologis tidak memadai. (Boediardja, 2003).
2.3.3
Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan adanya riwayat
gatal pada malam hari yang menyebabkan lelah, lesu, dan kurang tidur,
distribusi lesi yang khas, riwayat gatal atau lesi yang sama pada anggota
keluarga lain serta cepat hilang setelah pemberian obat anti scabies. (Boediardja,
2003).
Menurut Sungkar (1995) menyatakan bahwa beberapa cara
yang dapat dipakai untuk menemukan tungau, telur atau terowongan adalah :
1.
Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh
ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan skalpel steril untuk
mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca tutup lalu diperiksa dibawah microskop.
2.
Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap
dan digerakkan tangensial, tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
ke luar dengan cara tersebut, tungau sulit ditemukan tetapi bagi orang yang
berpengalaman cara itu dapat meningkatkan ketetapan diagnosis.
3.
Kuretasi terowongan (kuret
dermal)
Kuretasi dilakukan secara superficial mengikuti sumbu
panjang terowongan atau puncak papul, hasil kuret
diletakkan pada gelas
objek dan ditetesi minyak mineral/KOH lalu diperiksa dengan mikroskop.
4.
Swap kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip
dan diangkat dengan cepat. Selotip diletakkan pada gelas objek kemudian diperiksa dengan
mikroskop dari 1 lesi dibuat 6 sediaan.
5.
Burow ink tes
Papul scabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan
pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit kemudian dihapus dengan alkohol, test
dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran
khas berupa zig-zag.
6.
Uji Tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada
terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu wood, tetrasiklin
dalam terowongan akan menunjukkan flouresensi.
7.
Epidermal shape biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai dengan ibu jari dan
telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit.
Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak
perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas
objek, ditetesi dengan minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
8.
Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik
menunjukkan bahwa terowongan terletak pada stratum
korneum, dan hanya ujung terowongan tempat tungau betina berada diirisan
dermis. Pemeriksaan hispatologik tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali bila
pada pemeriksaan tersebut ditemukan tungau atau telurnya, daerah yang berisi
tungau menunjukkan sejumlah eosinofil
dan sulit dibedakan dengan reaksi gigitan antropoda lainnya, misalnya gigitan
nyamuk atau kutu busuk.
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya Scabies
22:22
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu strategi pembangunan
kesehatan nasional dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah
menerapkan pembangunan kesehatan yang berwawasan kesehatan, artinya setiap
upaya program berdampak positif dalam membentuk perilaku sehat dan lingkungan
sehat. Dalam Indonesia sehat 2010, lingkungan
yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu
lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan
yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan
kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong
dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 adalah perilaku
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit. Melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, selanjutnya
masyarakat mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu. Pelayanan kesehatan yang tersedia adalah pelayanan kesehatan yang
berhasil guna dan berdaya guna yang tersebar secara merata di seluruh Indonesia
demi terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Moeloek, F.A. 2003).
Perubahan pemahaman konsep akan
sehat-sakit serta semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
informasi tentang determinal penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma
pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang
bersifat kuratif dan reabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru
yaitu paradigma sehat merupakan
upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif.
Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang
diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan
melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif dan preventif. (Media Litbang, Depkes RI,
2003).
Tujuan pembangunan kesehatan menuju
Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia
yang ditandai oleh penduduknya hidup di lingkungan dan dengan prilaku yang
sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh
wilayah Republik Indonesia. (Depkes. RI, 1999)
Perilaku Hidup Sehat akan
mengantarkan masyarakat bebas dari berbagai masaalah kesehatan dan penyakit
seperti scabies.
Scabies merupakan penyakit kulit yang
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis yang berbentuk lonjong.
Penularan scabies terutama melalui kontak langsung (kontak kulit dengan kulit)
seperti berjabat tangan, tidur bersama dan juga dapat menular melalui kontak
tidak langsung (melalui alat) seperti pakaian, handuk, sprei dan bantal.
(Sungkar, 1995).
Penyakit scabies sering dijumpai pada
orang-orang
yang hidup di lingkungan yang padat, kelompok masyarakat yang tinggal
bersama-sama dengan keadaan ekonomi yang rendah, personal hygiene yang kurang
baik serta sanitasi lingkungan yang kurang baik. (Sungkar, 1995)
Tahun 2003 banyak dijumpai kasus scabies di beberapa Rumah Sakit besar di
Indonesia dengan jumlah penderita scabies menempati urutan
yang tinggi 712 orang atau sekitar 89% dari 8
(delapan) Rumah Sakit di Indonesia. (Boediardja, 2003).
Gambaran Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh ibu hamil
16:43
No comments
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Undang-undanga Republik Indonesia N0 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan Pasal 3. Menyatakan “Pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
Sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
social dan ekonomi”.
Pelayanan kesehatan diperkirakan dapat menurunkan
angka kematian ibu sampai 20 %, namun dengan sistim jurukan efektif, angka
kematian dapat ditekan sampai 80 %. Kualitas pelayanan kesehatan, khususnya
pelayanan kesehatan maternal dan neonates dipengaruhi oleh banyak factor, namun
kemampuan tenaga kesehatan (bidan, dokter, dokter spesialis) merupakan salah
satu factor utama (Saifuddin, 2001).
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
banyak hal yang perlu dilakukan atau diperhatikan, salah satu diantaranya yang
dipandang mempunyai peranan yang cukup tinggi (penting) ialah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah
yang menunjukan pada setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesadaran, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Wiknjosastro, 2005).
Untuk itu mudah dipahami bahwa hakekat dasar yang
dimaksud tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai
jasa pelayanan kesehatan, yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan
rasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (Wiknjosastro,
2005).
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan
medic diperlukan buku pelayanan kesehatan ibu yang merupakan consensus nasional.
Dengan demikian diharapkan seluruh pelayanan kesehatan ibu akan mengacu pada
consensus nasional tersebut. Sehingga tidak aka nada lagi perbedaan
tehnik-tehnik medic yang pada gilirannya membuat para petugas medic dilapangan
menjadi bingung. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut
ternyata bersifat subjektif (Saifuddin, 2001).
Ada lima factor dominan atau penentu kepuasan pasien
yaitu reability
(kehandalan/keterampilan) adalah kemampuan petugas atau bidan untuk menampilkan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan akurat. Responsiveness (ketanggapan atau kepedulian) adalah kemampuan
petugas atau bidan untuk membantu pasien dan meningkatkan kecepatan pelayanan. Assurance (jaminan kepastian) adalah
kompetensi yang dimiliki petugas atau bidan sehingga memberikan rasa nyaman. Empathy (perhatian) adalah sifat dan
kemampuan petugas atau bidan untuk memberikan perhatian penuh kepada pasien. Tangible (wujud nyata) adalah penampilan
fisik dari fasilitas, peralatan sarana informasi atau komunikasi dari petugas
(Simatupang, 2008).
Reliability (kehandalan/keterampilan) berhubungan
dengan tingkat kemampuan petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan
pelayanan kepada pasien. Hal ini dapat mempengaruhi ketidak puasan atau ketidak
sesuaiannya dengan pelayanan yang diberikan petugas terhadap pasien. Empathy
merupakan sifat dan kemampuan petugas atau bidan untuk memahami atau merasakan
perasaan orang lain (Simatupang, 2008).
Mortalitas atau morbiditas pada wanita hamil, bersalin
dan nifas adalah masalah besar di Negara berkembang. Di Negara miskin, sekitar
25-50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan
kehamilan. Kehamilan dan persalinan biasanya menjadi factor utama mortalitas
wanita muda pada masa puncak produktifitasnya (Saifuddin, 2006).
Penyebab kematian maternal merupakan suatu hal yang
cukup komplek, salah satunya adalah pelayanan kesehatan yang mempunyai peranan
yang sangat besar dalam kematian maternal, dengan tinggi kematian maternal
disuatu Negara mencerminkan rendahnya mutu pelayanan kesehatan di Negara
tersebut (Wiknjosastro, 2005).
Subscribe to:
Posts (Atom)