This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Saturday, 27 April 2013

Pencegahan dan Pengobatan Scabies



2.4.1    Pencegahan Scabies
Menjaga kebersihan diri dengan mandi secara teratur setiap hari, semua pakaian, seprei dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila direndam dengan air panas serta menghindari terjadinya kontak langsung.
2.4.2    Pengobatan Scabies
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu :
1.      Gama benzen heksaklorida
Insektisida ini merupakan obat pilihan untuk scabies karena dapat membunuh tungau dan telur. Cara pemakaianya adalah dengan mengoleskan salep atau lasio dalam konsentrasi 1% keseluruh badan dari leher ke bawah lalu dibersihkan setelah 12 jam. Pemakaian cukup sekali dan dapat diulang seminggu kemudian untuk membasmi larva yang baru menetas dari telur yang tersisa.
2.      Permetrin
Adalah insektisida yang termasuk piretroid sintetik. Untuk pengobatan scabies, permetrin digunakan dalam bentuk krim 5% yang dioleskan keseluruh tubuh mulai dari leher hingga ke jari kaki selama 8 sampai 12 jam. Perhatian harus diberikan pada area intertriginosa termasuk lipatan intergluteal, ibu jari kaki dan subungual. Bila krim terhapus sebelum waktunya, maka harus dioleskan lagi.
3.      Sulfur
Sulfur konsentrasi 5-10% dalam vaselin telah lama digunakan sebagai scabisida. Sulfur hanya membunuh larva dan tungau tetapi tidak membunuh telur sehingga harus dipakai selama tiga hari berturut-turut dan diulangi seminggu kemudian.
4.      Benzil benzoate
Dipakai dalam bentuk emulsi atau losio dengan konsentrasi 20-35%. Obat tersebut cukup efektif, tetapi sering mengakibatkan iritasi dan menambah rasa gatal.
5.      Krotamitan
Krotamitan konsentrasi 10% dalam krim atau losio, merupakan scabisida yang cukup efektif. Cara pemakaiannya adalah dengan mengoleskan preparat tersebut dari leher ke bawah, lalu diulang 24 jam kemudian.
6.      Kortikosteroid dan preparat ter
Pada nodus persisten, dapat dipakai preparat ter dan kortikosteroid intralesi.

Agar pengobatan scabies memberikan hasil yang memuaskan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1.      Cara pemakaian obat yang salah dapat menyebabkan kegagalan pengobatan, karena itu penderita perlu dijelaskan mengenai cara pemakaian obat yang benar.
2.      Gatal biasanya masih menetap, meskipun parasit telah hilang, karena hipersensitivitas terhadap tungau dan produknya tidak segera hilang. Penderita perlu diberitahu mengenai hal tersebut untuk menghindari pemakaian obat yang berlebihan. Hal tersebut dapat dikurangi dengan membatasi pemberian obat.
3.      Mengingat masa inkubasi yang lama, semua orang yang kontak dengan penderita perlu diobati meskipun tidak didapatkan gejala. Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya reinfeksi.
4.      Kegagalan juga dapat terjadi karena penetrasi obat terganggu seperti pada lesi yang berkrusta atau dengan infeksi sekunder. Pada keadaan ini penderita perlu diberi antibiotika.
5.      Pakaian sprei dan sarung bantal / guling harus dicuci dengan air panas. Kasur, bantal dan guling dijemur minimal 2 kali seminggu.
6.      Rumah harus memiliki ventilasi agar sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan. (Sungkar, 1995).

Pengertian Scabies



Scabies adalah erupsi kulit yang disebabkan infestasi dan sentisitasi oleh kutu sarcoptes scabiei Var.Hominis dan bermanifestasi sebagai lesi papular, pustul, Vesikel, kadang-kadang erosi serta krusta dan terowongan berwarna abu-abu yang disertai keluhan subjektif sangat gatal, ditemukan terutama pada daerah celah dan lipatan. (Boediardja, 2003). Sedangkan menurut Sungkar (1995), penyakit scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes Scabiei varietas hominis.

Penyebab dan Cara Penularan Scabies
Sarcoptes scabiei varhomonis termasuk famili sacrcoptidae dari kelas arachbinida, berbentuk lonjong, punggungnya lonjong, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Besar tungau ini sangat bervariasi yang betina berukuran kira-kira 0,4 mm x 0,3 mm, sedangkan yang jantan ukurannya lebih kecil 0,2 mm x 0,15 mm, tungau ini berwarna putih kotor, pada bagian dorsal terdapat bulu-bulu dan duri serta mempunyai 4 pasang kaki, bagian anterior 2 pasang sebagai alat untuk melekat sedangkan 2 pasang kaki terakhir pada betina berakhir dengan rambut. (Sugito, 2003).

2.2.1    Penyebab
Masuknya sarcoptes scabiei ke dalam epidermis rasa gatal di kulit akan timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respon, namun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkannya di terowongan bawah kulit sekret dan ekskreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat toksik.
2.2.2    Cara penularan
Penularan scabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil dalam penularan scabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam dan penderita perempuan. (Sungkar, 1995).

Gejala dan dan Diagnosa Scabies
2.3.1    Gejala
Gejala klinis utama pada scabies adalah rasa gatal, terutama dirasakan pada malam hari pruritus nocturnal bila cuaca panas pasien beringat, oleh karena meningkatnya aktifitas tungau saat suhu tubuh meningkat rasa gatal-gatal disertai gejala lainnya, biasanya timbul 3-4 minggu setelah tersentisasi oleh produk tungau di bawah kulit.
Lesi yang timbul dikulit pada umumnya simetris dan tempat predileksi utama adalah sela jari tangan fleksor siku dan lutut pergelangan tangan, areola mammae, umbilicus, penis, aksila, abdomen bagian bawah dan bokong. Pada anak-anak usia kurang dari 2 tahun, lesi cenderung diseluruh tubuh, terutama kepala, leher, telapak tangan dan kaki, sedangkan pada anak yang lebih besar predileksi lesi menyerupai orang dewasa. Pada bayi lesi dapat ditemukan dimuka dan kulit kepala, terutama yang minum air susu ibu (ASI) dari yang menderita scabies. (Sugito, 2003).
Pada kulit anak akan terlihat papul-papul eritematosa berukuran 1-2 mm sebagai gejala awal infestasi. Tetapi karena sangat gatal dan akibat garukan dapat timbal erosi, pustul, eksporiasi, kusta dan infeksi skunder yang menyebabkan gambaran lesi primer tersebut menjadi kabur dan tidak khas lagi.
Pada scabies yang kronik, kulit penderita dapat menebal (likenifikasi) dan tanpak berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi) Erupsi dapat meluas tanpa mengenal batas predileksi atau target zone yang disebabkan oleh reaksi alergi. Anak menjadi gelisah dan tanpak lelah karena tidurnva terganggu akibat rasa gatal pada malam hari, akibatnya nafsu makan kurang. ( Boediardja, 2003).

2.3.2.  Bentuk-bentuk Scabies
1.      Scabies pada orang bersih :
Bentuk ini gejalanya minimal dan terowongannya sukar ditemukan. Terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang tinggi dan kutu dapal hilang akibat mandi yang teratur.
2.      Scabies Inkognito
Pemakaian kortikusteroid topikal atau sitemik dapat memperbaiki gejala dan tanda klinis scabies, tetapi infestasi kutu dan kemungkinan penularannya tetap ada.
3.    Scabies Noduluris
Merupakan manilestasi yang unik pada bayi dan anak-anak. Lesi berupa nodus berwarna coklat kemerahan dan gatal yang terdapat pada daerah tertutup; terutama genetalia laki-laki, inguinal dan aksila. Tungau jarang ditemukan pada nodus. Nodulus dan moduli mungkin timbal akibat reaksi hipersensitivitas, lesi ini dapat bertahan beberapa bulan hingga 1 tahun walaupun penderita telah diberikan obat anti scabies.
4.    Scabies Dishidrosiform
Jenis ini ditandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustule pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat anti scabies tropical. Tidak dapat ditemukan tungau pada lesi dan dapat sembuh sendiri secara bertahap dalam beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun. Scabies jenis ini umumnya ditemukan pada anak-anak yang diadopsi di negara-negara Asia (Vietnam dan Korea).
5.    Scabies krustosa (scabies Norwegia)
Pertama kali ditemukan di Nerwegia pada tahun 1848, Kasus scabies jenis ini jarang ditemukan. Biasanya terjadi pada mereka dengan respons imum abnormal atau keadaan imunosupresi, kelainan atau gangguan syaraf pusat, gangguan sensitisasi dan malnutrisi.
Scabies Norwegia ditandai dengan lesi yang luas, eritematosa, dengan krusta tebal disertai daerah hiperkeratotik pada telinga, siku, lutut, telapak tangan dan kaki serta bokong dan berskuama. Dapat disertai distrofi kuku dan menjadi generalisata. Frunitus tidak menonjol tetapi sangat menular karena populasi tungau pada kulit sangat banyak (ribuan), baik dalam bentuk tungau dewasa, telur maupun larva. Jumlah tungau yang terdapat di dalam lesi dapat mencapai 2 juta pada seorang pasien (sangat kontagius) dan merupakan sumber epidemi. Jenis ini juga dapat ditemukan pada orang tua serta pasien dengan sensasi kulit yang rendah, pasien imuno kompromais, dan bayi yang mempunyai respons imunologis tidak memadai. (Boediardja, 2003).
2.3.3    Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan adanya riwayat gatal pada malam hari yang menyebabkan lelah, lesu, dan kurang tidur, distribusi lesi yang khas, riwayat gatal atau lesi yang sama pada anggota keluarga lain serta cepat hilang setelah pemberian obat anti scabies. (Boediardja, 2003).
Menurut Sungkar (1995) menyatakan bahwa beberapa cara yang dapat dipakai untuk menemukan tungau, telur atau terowongan adalah :
1.      Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca tutup lalu diperiksa dibawah microskop.
2.      Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial, tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat ke luar dengan cara tersebut, tungau sulit ditemukan tetapi bagi orang yang berpengalaman cara itu dapat meningkatkan ketetapan diagnosis.
3.      Kuretasi terowongan (kuret dermal)
Kuretasi dilakukan secara superficial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papul, hasil kuret diletakkan pada gelas objek dan ditetesi minyak mineral/KOH lalu diperiksa dengan mikroskop.




4.      Swap kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat. Selotip diletakkan pada gelas objek kemudian diperiksa dengan mikroskop dari 1 lesi dibuat 6 sediaan.
5.      Burow ink tes
Papul scabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit kemudian dihapus dengan alkohol, test dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa zig-zag.
6.      Uji Tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu wood, tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan flouresensi.
7.      Epidermal shape biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek, ditetesi dengan minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
8.      Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik menunjukkan bahwa terowongan terletak pada stratum korneum, dan hanya ujung terowongan tempat tungau betina berada diirisan dermis. Pemeriksaan hispatologik tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali bila pada pemeriksaan tersebut ditemukan tungau atau telurnya, daerah yang berisi tungau menunjukkan sejumlah eosinofil dan sulit dibedakan dengan reaksi gigitan antropoda lainnya, misalnya gigitan nyamuk atau kutu busuk.

Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya Scabies



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah menerapkan pembangunan kesehatan yang berwawasan kesehatan, artinya setiap upaya program berdampak positif dalam membentuk perilaku sehat dan lingkungan sehat. Dalam Indonesia sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan  kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit. Melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, selanjutnya masyarakat mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang tersedia adalah pelayanan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna yang tersebar secara merata di seluruh Indonesia demi terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Moeloek, F.A. 2003).
Perubahan pemahaman konsep akan sehat-sakit serta semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dengan informasi tentang determinal penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan reabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu paradigma sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. (Media Litbang, Depkes RI, 2003).
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia  sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup di lingkungan dan dengan prilaku yang sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah Republik Indonesia. (Depkes. RI, 1999)
Perilaku Hidup Sehat akan mengantarkan masyarakat bebas dari berbagai masaalah kesehatan dan penyakit seperti scabies.
Scabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis yang berbentuk lonjong. Penularan scabies terutama melalui kontak langsung (kontak kulit dengan kulit) seperti berjabat tangan, tidur bersama dan juga dapat menular melalui kontak tidak langsung (melalui alat) seperti pakaian, handuk, sprei dan bantal. (Sungkar, 1995).
Penyakit scabies sering dijumpai pada orang-orang yang hidup di lingkungan yang padat, kelompok masyarakat yang tinggal bersama-sama dengan keadaan ekonomi yang rendah, personal hygiene yang kurang baik serta sanitasi lingkungan yang kurang baik. (Sungkar, 1995)
Tahun 2003 banyak dijumpai kasus  scabies di beberapa Rumah Sakit besar di Indonesia dengan jumlah penderita scabies menempati urutan yang tinggi 712 orang atau sekitar 89% dari 8 (delapan) Rumah Sakit di Indonesia. (Boediardja, 2003).

Gambaran Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh ibu hamil



BAB I

PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Menurut Undang-undanga Republik Indonesia N0 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 3. Menyatakan “Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara social dan ekonomi”.
Pelayanan kesehatan diperkirakan dapat menurunkan angka kematian ibu sampai 20 %, namun dengan sistim jurukan efektif, angka kematian dapat ditekan sampai 80 %. Kualitas pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan maternal dan neonates dipengaruhi oleh banyak factor, namun kemampuan tenaga kesehatan (bidan, dokter, dokter spesialis) merupakan salah satu factor utama (Saifuddin, 2001).
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan atau diperhatikan, salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup tinggi (penting) ialah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah yang menunjukan pada setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesadaran, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Wiknjosastro, 2005).
Untuk itu mudah dipahami bahwa hakekat dasar yang dimaksud tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (Wiknjosastro, 2005).
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan medic diperlukan buku pelayanan kesehatan ibu yang merupakan consensus nasional. Dengan demikian diharapkan seluruh pelayanan kesehatan ibu akan mengacu pada consensus nasional tersebut. Sehingga tidak aka nada lagi perbedaan tehnik-tehnik medic yang pada gilirannya membuat para petugas medic dilapangan menjadi bingung. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut ternyata bersifat subjektif (Saifuddin, 2001).
Ada lima factor dominan atau penentu kepuasan pasien yaitu reability (kehandalan/keterampilan) adalah kemampuan petugas atau bidan untuk menampilkan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan akurat. Responsiveness (ketanggapan atau kepedulian) adalah kemampuan petugas atau bidan untuk membantu pasien dan meningkatkan kecepatan pelayanan. Assurance (jaminan kepastian) adalah kompetensi yang dimiliki petugas atau bidan sehingga memberikan rasa nyaman. Empathy (perhatian) adalah sifat dan kemampuan petugas atau bidan untuk memberikan perhatian penuh kepada pasien. Tangible (wujud nyata) adalah penampilan fisik dari fasilitas, peralatan sarana informasi atau komunikasi dari petugas (Simatupang, 2008).
Reliability (kehandalan/keterampilan) berhubungan dengan tingkat kemampuan petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kepada pasien. Hal ini dapat mempengaruhi ketidak puasan atau ketidak sesuaiannya dengan pelayanan yang diberikan petugas terhadap pasien. Empathy merupakan sifat dan kemampuan petugas atau bidan untuk memahami atau merasakan perasaan orang lain (Simatupang, 2008).
Mortalitas atau morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di Negara berkembang. Di Negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kehamilan dan persalinan biasanya menjadi factor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya (Saifuddin, 2006).
Penyebab kematian maternal merupakan suatu hal yang cukup komplek, salah satunya adalah pelayanan kesehatan yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam kematian maternal, dengan tinggi kematian maternal disuatu Negara mencerminkan rendahnya mutu pelayanan kesehatan di Negara tersebut (Wiknjosastro, 2005).