Scabies adalah erupsi kulit yang
disebabkan infestasi dan sentisitasi oleh kutu sarcoptes scabiei Var.Hominis dan bermanifestasi sebagai lesi papular, pustul, Vesikel,
kadang-kadang erosi serta krusta dan terowongan berwarna abu-abu
yang disertai keluhan subjektif sangat gatal, ditemukan terutama pada daerah
celah dan lipatan. (Boediardja, 2003). Sedangkan menurut Sungkar (1995),
penyakit scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau sarcoptes
Scabiei varietas hominis.
Penyebab dan Cara Penularan
Scabies
Sarcoptes scabiei varhomonis termasuk famili sacrcoptidae dari kelas arachbinida,
berbentuk lonjong, punggungnya lonjong, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata.
Besar tungau ini sangat bervariasi yang betina berukuran kira-kira 0,4 mm x 0,3
mm, sedangkan yang jantan ukurannya
lebih kecil 0,2 mm x 0,15 mm, tungau ini berwarna putih kotor, pada bagian dorsal terdapat bulu-bulu dan duri serta
mempunyai 4 pasang kaki, bagian anterior
2 pasang sebagai alat untuk melekat sedangkan 2 pasang kaki terakhir pada
betina berakhir dengan rambut. (Sugito, 2003).
2.2.1
Penyebab
Masuknya sarcoptes
scabiei ke dalam epidermis rasa gatal di kulit akan timbul 1 bulan setelah
infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respon, namun
terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkannya di terowongan bawah kulit
sekret dan ekskreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat toksik.
2.2.2
Cara penularan
Penularan scabies terutama melalui kontak langsung
seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan
didapat dari orang tua atau temannya.
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya
melalui perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk dahulu dikatakan mempunyai
peran kecil dalam penularan scabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama
adalah selimut, pakaian dalam dan penderita perempuan. (Sungkar, 1995).
Gejala dan dan Diagnosa
Scabies
2.3.1
Gejala
Gejala klinis utama pada scabies
adalah rasa gatal, terutama dirasakan pada malam hari pruritus nocturnal bila cuaca panas pasien beringat, oleh karena
meningkatnya aktifitas tungau saat suhu tubuh meningkat rasa gatal-gatal
disertai gejala lainnya, biasanya timbul 3-4 minggu setelah tersentisasi oleh
produk tungau di bawah kulit.
Lesi yang timbul dikulit pada umumnya
simetris dan tempat predileksi utama
adalah sela jari tangan fleksor siku
dan lutut pergelangan tangan, areola
mammae, umbilicus, penis, aksila, abdomen bagian bawah dan bokong. Pada
anak-anak usia kurang dari 2 tahun, lesi cenderung diseluruh tubuh, terutama
kepala, leher, telapak tangan dan kaki, sedangkan pada anak yang lebih besar
predileksi lesi menyerupai orang
dewasa. Pada bayi lesi dapat ditemukan dimuka dan kulit kepala, terutama yang
minum air susu ibu (ASI) dari yang menderita scabies. (Sugito, 2003).
Pada kulit anak akan terlihat
papul-papul eritematosa berukuran 1-2 mm sebagai gejala awal infestasi. Tetapi karena
sangat gatal dan akibat garukan dapat timbal erosi, pustul,
eksporiasi, kusta dan infeksi skunder yang menyebabkan gambaran lesi primer tersebut menjadi kabur dan tidak khas lagi.
Pada scabies yang kronik, kulit
penderita dapat menebal (likenifikasi) dan tanpak berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi) Erupsi dapat meluas tanpa mengenal batas
predileksi atau target zone yang
disebabkan oleh reaksi alergi. Anak menjadi
gelisah dan tanpak lelah karena tidurnva terganggu akibat rasa gatal pada malam hari, akibatnya nafsu makan kurang. (
Boediardja, 2003).
2.3.2. Bentuk-bentuk Scabies
1. Scabies pada orang bersih :
Bentuk ini gejalanya minimal dan terowongannya
sukar ditemukan. Terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang tinggi dan kutu dapal hilang akibat mandi yang teratur.
2. Scabies Inkognito
Pemakaian
kortikusteroid topikal atau sitemik dapat memperbaiki gejala dan tanda klinis scabies, tetapi infestasi kutu dan
kemungkinan penularannya tetap ada.
3.
Scabies
Noduluris
Merupakan manilestasi yang unik pada bayi dan anak-anak.
Lesi berupa nodus berwarna coklat kemerahan
dan gatal yang terdapat pada daerah tertutup; terutama genetalia
laki-laki, inguinal dan aksila. Tungau jarang ditemukan
pada nodus. Nodulus dan moduli mungkin timbal akibat reaksi hipersensitivitas, lesi ini dapat
bertahan beberapa bulan hingga 1 tahun walaupun penderita telah
diberikan obat anti scabies.
4.
Scabies Dishidrosiform
Jenis ini ditandai oleh
lesi berupa kelompok vesikel dan pustule pada tangan dan kaki yang sering
berulang dan selalu sembuh dengan obat anti scabies tropical. Tidak dapat
ditemukan tungau pada lesi dan dapat sembuh sendiri secara bertahap dalam
beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun. Scabies jenis ini umumnya
ditemukan pada anak-anak yang diadopsi di negara-negara Asia (Vietnam dan Korea).
5.
Scabies krustosa (scabies Norwegia)
Pertama kali ditemukan
di Nerwegia pada tahun 1848, Kasus scabies jenis ini jarang ditemukan. Biasanya
terjadi pada mereka dengan respons imum abnormal atau keadaan imunosupresi,
kelainan atau gangguan syaraf pusat, gangguan sensitisasi dan malnutrisi.
Scabies Norwegia
ditandai dengan lesi yang luas, eritematosa, dengan krusta tebal
disertai daerah hiperkeratotik pada telinga, siku, lutut, telapak tangan
dan kaki serta bokong dan berskuama. Dapat disertai distrofi kuku dan
menjadi generalisata. Frunitus tidak menonjol tetapi sangat
menular karena populasi tungau pada kulit sangat banyak (ribuan), baik dalam
bentuk tungau dewasa, telur maupun larva. Jumlah tungau yang terdapat di dalam
lesi dapat mencapai 2 juta pada seorang pasien (sangat kontagius) dan merupakan
sumber epidemi. Jenis ini juga dapat ditemukan pada orang tua serta pasien dengan sensasi kulit
yang rendah, pasien imuno kompromais, dan bayi yang mempunyai respons
imunologis tidak memadai. (Boediardja, 2003).
2.3.3
Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan adanya riwayat
gatal pada malam hari yang menyebabkan lelah, lesu, dan kurang tidur,
distribusi lesi yang khas, riwayat gatal atau lesi yang sama pada anggota
keluarga lain serta cepat hilang setelah pemberian obat anti scabies. (Boediardja,
2003).
Menurut Sungkar (1995) menyatakan bahwa beberapa cara
yang dapat dipakai untuk menemukan tungau, telur atau terowongan adalah :
1.
Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh
ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan skalpel steril untuk
mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca tutup lalu diperiksa dibawah microskop.
2.
Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap
dan digerakkan tangensial, tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
ke luar dengan cara tersebut, tungau sulit ditemukan tetapi bagi orang yang
berpengalaman cara itu dapat meningkatkan ketetapan diagnosis.
3.
Kuretasi terowongan (kuret
dermal)
Kuretasi dilakukan secara superficial mengikuti sumbu
panjang terowongan atau puncak papul, hasil kuret
diletakkan pada gelas
objek dan ditetesi minyak mineral/KOH lalu diperiksa dengan mikroskop.
4.
Swap kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip
dan diangkat dengan cepat. Selotip diletakkan pada gelas objek kemudian diperiksa dengan
mikroskop dari 1 lesi dibuat 6 sediaan.
5.
Burow ink tes
Papul scabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan
pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit kemudian dihapus dengan alkohol, test
dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran
khas berupa zig-zag.
6.
Uji Tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada
terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu wood, tetrasiklin
dalam terowongan akan menunjukkan flouresensi.
7.
Epidermal shape biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai dengan ibu jari dan
telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit.
Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak
perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas
objek, ditetesi dengan minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
8.
Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik
menunjukkan bahwa terowongan terletak pada stratum
korneum, dan hanya ujung terowongan tempat tungau betina berada diirisan
dermis. Pemeriksaan hispatologik tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali bila
pada pemeriksaan tersebut ditemukan tungau atau telurnya, daerah yang berisi
tungau menunjukkan sejumlah eosinofil
dan sulit dibedakan dengan reaksi gigitan antropoda lainnya, misalnya gigitan
nyamuk atau kutu busuk.
0 komentar:
Post a Comment