Friday, 14 June 2013
Gambaran Pengetahuan Bidan Terhadap Pencegahan Infeksi Di Wilayah Kerja Puskesmas
22:24
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Persalinan yang bersih dan aman
sebagai pilar ketiga Safe Motherhood yang di kategorikan sebagai pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 2005 baru mencapai 60 %
(Saifuddin, 2006 : 7). Pencegahan infeksi merupakan aspek ketiga dari Lima
Benang Merah yang terkait dalam asuhan perasalinan yang bersih dan aman dan
juga merupakan salah satu usaha untuk melindungi ibu dan bayi baru lahir
(Depkes RI 2004 : 1-1).
Infeksi adalah adanya suatu organisme
pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal
maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah
sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau
setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Sama seperti infeksi lain,
penyebaran infeksi nosokomial juga dapat terjadi melalui kontak fisik maupun
udara. Penyebaran melalui kontak fisik yang paling sering terjadi adalah
penyebaran virus, jamur atau bakteri dari pasien ke petugas medis dan dari
petugas medis ke pasien lainnya, dalam hal ini petugas medis bertindak sebagai
perantara penyebaran. Selain melalui kontak langsung manusia, infeksi
nosokomial juga dapat melalui peralatan medis yang tidak steril dan lingkungan
rumah sakit. Penyebaran melalui udara dapat terjadi karena virus atau bakteri
dapat hidup di udara terbuka dalam jangka waktu yang cukup lama. Virus mungkin
terdapat pada partikel debu dan menjadi aktif ketika terhirup oleh pasien atau
petugas medis. Untuk pencegahan penyebaran melalui udara maka disarankan anda
menggunakan masker saat berada pada area tertentu di rumah sakit.
Tindakan pencegahan infeksi adalah
bagian esensial dari asuhan lengkap yang diberikan kepada ibu dan bayi baru
lahir dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan
kelahiran, saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan antenatal/pasca
persalinan/bayi baru lahir/saat menatalaksana penyulit. Tindakan ini harus
diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir,
keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya. Juga upaya-upaya
menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan
penyakit-penyakit berbahaya (Buku Acuan APN, 2004 : 1-8). Mengingat bahwa
infeksi dapat ditularkan melalui darah, sekret vagina, air mani, cairan amnion
dan cairan tubuh lainnya maka setiap petugas yang bekerja di lingkungan yang
mungkin terpapar hal-hal tersebut mempunyai resiko untuk tertular bila tidak
mengindahkan prosedur penegahan infeksi (Saifuddin, 2006:15).
Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit Insomnia Di Wilayah Kerja Puskesmas
21:53
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang.
Empat program yang menjadi fokus program 100 hari Depertemen Kesehatan, yaitu
meningkatkan pembiayaan kesehatan, dengan memberi jaminan kesehatan masyarakat,
meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mempercepat pencapaian targer Melenium
Development Gol (MDGs) mengendalikan penyakit dan penangulangan masalah kesehatan akibat
bencana dan meningkatkan ketersediaan, pemerataan kualitas tenaga kesehatan
terutama didaerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (TTPK) secara
berkesinambungan (Mediacom, 2009).
Insomnia dapat diartikan sebagai
suatu keadaan yang mana seseorang mengalami kesulitan untuk tidur atau tidak
dapat tidur dengan nyenyak. Rata rata setiap orang pernah mengalami insomnia
sekali dalam hidupnya. Bahkan ada yang lebih ekstrim menyebutkan 30 – 50%
populasi mengalami insomnia. (Wiki, 2010)
Insomnia dapat menyerang semua
golongan usia. Meskipun demikian, angka kejadian insomnia akan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini mungkin disebabkan oleh stress yang
sering menghinggapi orang yang berusia lebih tua. Disamping itu, perempuan
dikatakan lebih sering menderita insomnia bila dibandingkan laki laki. (Wiki,
2010)
Sebuah survei dari 1,1 juta penduduk
di Amerika yang
dilakukan oleh American
Cancer Society menemukan bahwa mereka yang dilaporkan tidur sekitar
7 jam setiap malam memiliki tingkat kematian terendah, sedangkan orang-orang
yang tidur kurang dari 6 jam atau lebih dari 8 jam lebih tinggi tingkat
kematiannya. Tidur selama 8,5 jam atau lebih setiap malam dapat meningkatkan
angka kematian sebesar 15%. Insomnia kronis - tidur
kurang dari 3,5 jam (wanita) dan 4,5 jam (laki-laki) juga dapat menyebabkan
kenaikan sebesar 15% tingkat kematian. Setelah mengontrol durasi tidur dan insomnia,
penggunaan pil tidur juga berkaitan dengan peningkatan angka kematian. (Wiki,
2010)
Penduduk Indonesia tahun 2004
berjumlah 238,452 juta ada sebanyak 28,053 juta orang Indonesia yang terkena
insomnia atau sekitar 11,7%. Data ini hanya berdasarkan indikasi secara umum
tidak memperhitungkan faktor genetik, budaya, lingkungan, sosial, ras. Jumlah
ini bisa terus bertambah seiring dengan perubahan gaya hidup (Nurmiati, 2010).
Subscribe to:
Posts (Atom)