BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Salah satu strategi pembangunan kesehatan
nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2015” adalah menerapkan pembangunan
nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan
harus mempunyai konstribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat
dan perilaku yang sehat (Depkes RI, 2008).
Bidan merupakan salah satu tenaga
kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Keterlibatan Bidan
dalam persalinan adalah kunci terjadinya angka tersebut oleh karena itu,
pengetahuan sikap dan pendidikan bidan serta motivasi sangat diperlukan terkait
dengan kinerja kerja bidan, bidan juga berperan sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik serta sebagai investigator
(DepKes RI, 2005)
Merupakan
kewajiban bidan untuk memberi nyaman dan ketenangan pada pasien. Manusia terus
berusaha untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri persalinan. Bahkan zaman
primitif dahulu dilakukan dengan menggunakan jimat/mantra-mantra yang diberikan
untuk mengurangi/ menghilangkan nyeri
persalinan. Nyeri pada persalinan bukan hal baru yang dikenal sekarang tetapi
sejak zaman dahulu dan tampaknya rasa nyeri pada persalinan pada zaman dahulu
tidak berbeda dengan nyeri yang dialami oleh wanita zaman sekarang. Reaksi
terhadap rasa nyeri bersifat subyektif antar individu dan dipengaruhi oleh inten
sitas serta lamanya his, besar pembukaan, regangan segmen bawah rahim (SBR),
umur pasien, banyaknya persalinan, besar janin dan keadaan umum pasien juga
dipengaruhi pula oleh keadaan mental, kebiasaan dan budaya ibu bersalin
(Wiknjosastro, 2007).
Hingga saat ini
masih banyak saja yang diliputi oleh macam-macam ketakutan dan tahayul
(Kartono, 2006).
Bidan dikenal
luas oleh masyarakat awam sebagai penolong persalinan sedangkan persalinan
merupakan kejadian yang jarang bebas dari rasa tak nyaman (nyeri) dan walaupun
persalinan merupakan proses yang fisiologis tetapi tetap selalu dihubungkan
dengan penderitaan, ketidaknyamanan dan penderitaan itu terutama disebabkan
oleh rasa sakit saat terasa his dan oleh rasa takut karena ketidaktahuan
(Hamilton, 2005).
Pada umumnya
persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk hidup di luar, tetapi
tidak sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam persalinan.
Kadang-kadang persalinan tidak mulai dengan sendiriya tetapi baru berlangsung
setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin (Muhaimin M, 2006).
Dalam proses
persalinan juga didukung oleh beberapa faktor antara lain power, passage,
passanger sehingga, proses pengeluaran janin dapat terjadi meskipun dalam
proses persalinannya tidak semua orang (klien ) bisa memenuhi semua kriteria
tersebut tergantung dengan kondisinya (Mochtar R, 2008).
Untuk menghadapi proses persalinan ini tidak semua orang (klien) bisa dengan
tenang menghadapinya oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan terutama bidan
harus bisa tanggap dalam memberikan asuhannya. Di sini komunikasi sangat
diperlukan.
Dalam dunia
kebidanan, teknik komunikasi dikenal dengan komunikasi terapeutik, yang berarti
suatu proses penyampaian nasehat kepada pasien untuk mendukung upaya penyembuhan.
Seorang bidan dalam memberikan asuhannya terlebih dahulu menyampaikan ide dan
pikirannya, sehingga komunikasi dalam kebidanan dikenal secara luas sebagai
terapeutik/mengandung nilai pengobatan dan semua interaksi yang dilakukan
ditunjukkan dalam upaya penyembuhan penyakit (terpeutik). Dikenal dua macam
teknik komunikasi yaitu secara verbal (menggunakan kata-kata dalam bentuk
lisan/tulisan) dan teknik non verbal (menggunakan bentuk lain seperti sikap,
gerak tubuh, ekspresi wajah/mata, sentuhan tangan dan isyarat) (Anonim, 2006).
Pentingnya
komunikasi terapeutik dalam menurunkan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh
persalinan sangat diperlukan, oleh karena itu bidan dalam persalinan harus bisa
membantu menimbulkan rasa percaya diri, karena bila klien itu sendiri grogi
atau gugup dalam persalinanya baik fisik maupun mental belum siap maka, timbul
rasa ketakutan dan rasa nyeri yang dirasakan bertambah (Kartono, 2006).
Jika bidan
memfokuskan perhatiannya pada klien maka bidan dapat membantu klien untuk
mengabsorbsi dan mengikis rasa sakitnya. Bidan sebaiknya memberi informasi yang
akurat dan mudah dipahami tentang kemajuan persalinannya dan selalu memberikan
pujian dan dukungan. Seorang bidan, dengan keahliannya dapat mengobservasi,
dapat menyakinkan dan menolong wanita tersebut agar mampu melepaskan dirinya
dari rasa sakit yang berlebihan, untuk melalui proses ini secara aman baik bagi
dirinya maupun bagi bayinya juga untuk bersikap terbuka dan menerima hal-hal
yang terjadi pada dirinya (Wiknjosastro, 2007).
Selama tiga
dekade terakhir makin banyak minat untuk menerapkan cara penanggulangan nyeri
pada persalinan tanpa memakai obat-obatan. Diek-Read, mengemukakan bahwa masa
persalinan lebih singkat bila cara penanggulangan nyeri pada persalinan bisa
efisien dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik, namum kenyataannya
sekitar 10-15% persalinan. Menyatakan 20-30 % nyeri berkurang sehingga membantu
dalam proses persalinan. Tetapi 90 % wanita disertai rasa nyeri pada persalinan (Muhiman M, 2005).
0 komentar:
Post a Comment