PENDAHULUAN
A
Latar Belakang Masalah
Permasalahan yang dihadapi pemerintah di bidang pendidikan yaitu
untuk mengantisipasi era globalisasi. Pendidikan dituntut dapat mempersiapkan
sumberdaya manusia yang kompeten agar mampu bersaing di dunia global. Untuk
memenuhi hal tersebut diperlukan lulusan yang unggul (kompetitif) sehingga
dapat eksis di dunia global. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki
kompetitif tidak bisa terlepas dari kualitas manajemen pendidikan, bail
dalam hal efektivitas dan efisiensi proses kearah peningkatan mutu pendidikan.
Pemerintah dalam mengatasi permasalahan mutu pendidikan telah banyak berbuat
melalui program-program peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dengan demikian
setelah sebagai suatu lembaga formal pendidikan, harus mampu meningkatkan mutu
pendidikan, dengan jalan meningkatkan prestasi belajar siswanya. Pekerjaan ini
dapat dilakukan dengan baik apabila ada keinginan dari siswa itu sendiri, guru
sebagai tenaga pendidik disekolah, maupun kepala sekolah serta kerja sama antar
unsur terkait.
Prestasi
belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai
faktor yang mempengaruhi, bila dalam diri siswa (internal), maupun dari luar
diri siswa (external). Pengenalan terhadap faktor yang mempengaruhi terhadap
prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam
mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.[1]
Berdasarkan
kutipan diatas, maka peranan guru sangat diharapkan untuk mencapai tujuan
tersebut. Untuk itu guru harus mampu berinteraksi dengan sebaik-baiknya dengan
siswanya, baik dalam belajar maupun diluar jam belajar. Dengan perkataan lain
guru harus mampu membenahi dirinya dalam hal berkomunikasi sebagai alat
berinteraksi agar ia disenangi muridnya, dan pada gilirannya ia mampu
meningkatkan perhatian atau motivasi terhadap pelajaran.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar IPS, guru tidak hanya memberikan
informasi tetapi harus menerapkan prinsip-prinsip pengajaran IPS yang berorientasi pada observasi dan
penelitian. Pengetahuan IPS yang di peroleh dari hasil belajar pengalaman dan
penyelidikan, akan lebih lama dapat di ingat serta berkesempatan menumpuk
ekosistem dan keberanian dalam mengambil inisiatif. Maka oleh karena itu
pengajaran IPS juga berfungsi sebagai alat untuk mendidik siswa agar mencapai
kualitas sesuai dengan tujuan pendidikan.
Prinsip-prinsip modern juga menuntut agar kegiatan belajar mengajar harus
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara lebih luas, untuk dapat mengolah,
menggunakan nilai dan mengkomunikasikan hasil belajar dengan baik. Dengan
demikian kemudahan akan timbul di pihak pengajar dan siswa-siswa pun memperoleh
hasil belajar yang maksimal. Dengan menyadari akan tujuan dan pentingnya
pengajaran IPS, maka keberhasilan siswa dapat tergantung kepada pendidik untuk
membawa siswa ke tingkat kematangan. Oleh sebab itu, tidak hanya guru yang
baik, tetapi juga pada penggunaan metode komunikasi
yang tepat. Dalam hal ini guru
harus dapat mengenal dan menguasai berbagai jenis metode komunikasi dalam
mengajar IPS.
Proses
pendidikan hanya bisa dilakukan melalui adanya proses komunikasi dan serapan
informasi secara instruksional, manajerial dan proporsional. Artinya hampir
tidak ada proses pendidikan tampa melalui peoses komunikasi dan informasi.[2]
Dalam
mentransper ilmu dari guru kepada siswa maka elemen terpenting adalah metode
komunikasi yang digunakan, komunikasi yang dipakai sebagai alat untuk
memindahkan ilmu haruslah memiliki efektifitas tinggi, artinya setiap informasi
yang dikomunikasikan haruslah dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa sehingga
siswa dapat mengerti akan arti yang sebenarnya dari informasi yang didapat.
Dalam kenyataan dilapangan factor komunikasi bukanlah hal yang sering
dibicaranya karena komunikasi dianggap sebagai sesuatu yang umum digunakan
sehingga dalam menilai penyebab turunnya prestasi siswa, factor komunikasi
terabaikan. Dengan komunikasi yang kurang efektif maka informasi yang diterima
siswa menjadi semu, kemampuan siswa untuk mencerna suatu informasi tidak sama,
factor pengalaman, sosial budaya siswa akan sangat mempengaruhi kemampuan siswa
untuk memahami suatu informasi. Sehingga informasi yang diterima dari sumber
yang sama dan pada saat yang sama ditafsirkan berbeda oleh siswa. Pengunakan
kata dan istilah serta bahasa tertentu dalam berkomunikasi mengakibatkan
tingkat pemahaman siswa atas suatu informasi berbeda, sehingga mengakibatkan
pengetahuan antar siswapun berbeda.
0 komentar:
Post a Comment