ada 2 faktor yang
menyebabkan ibu dalam memberikan ASI eksklusif, yaitu:
1.
Faktor
Internal
Faktor internal ini
sangat mempengaruhi para ibu seperti kurangnya pengetahuan. Faktor ini
merupakan faktor yang paling mempengaruhi para ibu, mereka tidak banyak tahu
manfaat apa saja yang terdapat pada ASI, apa akibatnya kalau anak tidak
menerima ASI yang cukup dari ibunya atau sebaliknya. Secara umum pengertian
pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu, indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. (Notoatmodjo, 2007).
2.
Faktor
Eksternal
Faktor eksternal
yang menyebabkan ibu untuk tidak berhasil memberikan ASI eksklusif adalah:
a.
Ibu bekerja
Menurut
Soetjiningsih (2000), pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan ibu untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga ibu tidak dapat memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya.
Banyak alasan yang
menyebabkan ibu bekerja tidak berhasil memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
selama 6 bulan pertama karena kesibukan, tidak ada waktu untuk memerah atau
memompa, terlalu merepotkan, dan bahkan alasan lain tidak ada kulkas di kantor.
Sering juga ibu-ibu bekerja mengalami dilema antara ingin memberi ASI eksklusif
atau hanya memberikan susu formula dan akhirnya dengan alasan yang klasik
ibu-ibu yang bekerja memilih untuk memberikan susu formula sehingga ibu tidak
berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya. (Soraya. L, 2008).
Susanto (2004), menyatakan
bahwa bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif karena pada
prinsipnya, pemberian ASI dapat diberikan secara langsung maupun tidak
langsung. Pemberian ASI secara langsung sudah jelas dengan menyusui. Sedangkan
pemberian ASI secara tidak langsung dilakukan dengan cara memerah / memompa
ASI, menyimpannya untuk kemudian diberikan kepada bayinya.
b.
Dukungan
suami
Keluarga terutama
suami adalah bagian yang terdekat dengan ibu. Kebanyakan ibu tidak berhasil
memberikan ASI eksklusif karena keluarga yang tidak mendukung usaha ibu. Untuk
itu diharapkan pengertian dan kerjasama yang baik dari keluarga walaupun
menyusui hanya dapat dilakukan oleh ibu, keluarga dapat membantu dengan menjaga
ketenangan dan kenyamanan ibu dan bayi. Inilah yang sering tidak diperhatikan,
bahwa proses menyusui akan terganggu apabila kejiwaan ibu tidak tenang.
Sehingga timbul keluhan ASI tidak cukup atau bayi tidak mau menyusui lagi. (Roesli. U, 2006).
Keterlibatan suami
dalam mendukung praktik pemberian ASI eksklusif pada bayi masih sangat minim,
padahal dukungan suami sangat diperlukan agar pemberian ASI eksklusif bisa
tercapai. Sejauh ini kebanyakan suami hanya berperan dalam pemilihan tempat
pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan serta imunisasi, padahal
keterlibatan suami mencari informasi dan memberikan dukungan dalam pemberian
ASI eksklusif diketahui sebagai faktor paling berpengaruh terhadap praktik
pemberian ASI eksklusif. (Nandira, 2009).
c.
Budaya
Masyarakat
tradisional Indonesia memiliki konsepsi budaya yang tidak sesuai dengan konsep
kesehatan modern. Di beberapa daerah tertentu di Indonesia masih ada
kebiasaan-kebiasaan memberikan makanan tambahan (pisang, nasi) terlalu dini
yaitu pada hari-hari pertama kelahiran. Pemberian makanan dini seperti (pisang,
nasi) yang akan menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan kematian Bayi Baru
Lahir (BBL). (Umar. L, 2009).
Kebiasaan memberi
air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus kepada bayi dalam
bulan-bulan pertama umumnya dilakukan dibanyak kalangan masyarakat. Kebiasaan
ini seringkali dimulai saat bayi masih berusia sebulan. Riset yang dilakukan di
pinggiran kota Lima, Peru menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh
dalam bulan pertama. Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir dan
Guatemala melaporkan bahwa lebih dari 60% bayi baru lahir diberi air manis dan
teh. Alasan untuk memberi tambahan cairan kepada bayi berbeda sesuai nilai
budaya masyarakatnya masing-masing. Alasan yang paling sering dikemukakan
adalah air diperlukan untuk hidup dan menghilangkan rasa haus, menghilangkan
rasa sakit dan dapat menenangkan bayi serta membuat bayi tidak rewel. (Sugiono,
2009).
Nilai budaya dan
keyakinan agama juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai minuman
tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan bahwa bayi
sebaiknya diberi cairan. Air yang dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu
kebutuhan batin maupun fisik. Sejumlah kebudayaan menganggap tindakan memberi
ASI kepada bayi baru lahir sebagai cara menyambut kehadirannya di dunia. (Nandira, 2009).
0 komentar:
Post a Comment