1.
Pengertian
Ruptur adalah : robekan
atau koyaknya jaringan secara paksa
(Dorland, 1994)
Perineum
adalah : bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm
(Wiknjosastro, 1999).
Persalinan
normal : proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung 18 jam, tanpa komplikasi pada ibu
maupun janin (Prawirohardjo, 2002).
Perlukaan
jalan lahir tingkat II adalah pendarahan
yang terjadi setelah bayi lahir dengan perlukaan jalan lahir mencapai dinding belakang vagina, kulit perineum dan otot perineum.
2.
Klasifikasi Ruptur
Perinium
a)
Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab
tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan
biasanya tidak teratur.
b)
Ruptur perineum yang disengaja
(Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi
karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah
torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina
(Prawirohardjo, 2002).
Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas
4 tingkatan :
a)
Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau
mengenai kulit perineum sedikit.
b)
Tingkat II
Robekan yang terjadi lebih dalam, yaitu selain mengenai
selaput lendir vagina, juga mengenai musculus perinei tranversalis, tapi tidak
mengenai sfingter ani.
c)
Tingkat III
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai
otot-otot sfingter ani.
d)
Tingkat IV
Robekan mengenai perineum sampai otot sfingter ani dan
mukosa rektum (Sumarah, 2009).
3.
Trauma Jaringan
Kebanyakan ibu mengalami derajat
tertentu trauma pada perineum setelah melahirkan, kadang trouma mengenai
pembuluh darah besar.
Tipe Trauma Jaringan
a).
Robekan. Bagian dalam serviks atau vagina atau bagian luar
genetalia/perineum/anus.
b). Episiotomi. Bila besar atau dilakukan
tertentu dini (seperti sebelum perineum menipis) episiotomi dapat memotong
melalui pembuluh darah yang mengakibatkan perdarahan tidak terkontrol.
Episiotomi juga meningkatkan resiko robekan derajat tiga.
c). Hematoma. Hematoma akut jarang, kira-kira
1:1000 kelahiran. Pendarahan biasanya tersembunyi dan volume darah sering
diabaikan. (Chapman, 2006).
4.
Patofisiologi
Robekan perineum terjadi hampir
pada semua persalinan pertama atau tidak jarang pula pada persalinan
selanjutnya. Robekan ini dapat dihindarkan dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaiknya kepala janin jangan
ditekan terlampau kuat dan lama, karena akan menimbulkan asfeksia dan
pendarahan dalam tengkorak janin serta melemahkan otot-otot pada dasar panggul karena perenggangan perineum
terlalu lama.
Robekan
jalan lahir umumnya garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
terlalu cepat lahir, sudut arkus pubis lebih kecil dari biasa sehingga
kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang dari biasanya, kepala janin
melewati pinto bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia
sub oksipito-bregmatika, atau janin dilahirkan dengan pembedahan pervaginan
(Wiknjosastro, 2005)
5.
Gejala
a. Timbulnya pendarahan banyak dalam
waktu singkat
b. Nadi dan pernafasan menjadi lebih
cepat.
c. Gejala baru timbul pada kehilangan
darah 20%
d. Menimbulkan syok.
6.
Mencegah
Mencegah
atau sekurang-kurangnya bersiap pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi
pendarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu
bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan ante natal care
yang baik. Kasus-kasus yang ada predisposisi atau riwajat akan terjadi
perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah
sakit diperiksa keadaan umum, keadaan fisik, Kadar Hb. Golongan darah dan bila
mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawai persalianan dipersiapkan
keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (Uterus Tonikum) Setelah kutuban pecah kepala janin mulai
membuka vulva. infus dipasang dan setelah bayi lahir diberikan 1 ampul methergin
atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena).
Hasilnya biasanya memuaskan. (Muchtar, 2002)
7.
Komplikasi
a.
Retensio Plasenta
b.
Inversio Uteri
8.
Penanganan
Penjahitan laserasi pada perlukaan
jalan lahir tingkat II.
a.
Cuci tangan secara
seksama dan gunakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
b.
Pastikan bahwa
peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan sudah
didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.
c.
Setelah diberikan
anesthesia lokal dan memestikan bahwa derah tersebut telah anesthesia, telusuri
dengan hati hati mengunakan satu jari untuk secara jelas menentukan batas-batas
luka.
d.
Buatlah jahitan kurang
lebih 1 cm diatas ujung laserasi dibagian dalam vagina. Setelah
melakukan tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang.
e.
Tutup mukosa vagina
dengan jahitan jelujur, jahit kebawah dan keatas cincin hymen.
f.
Tepat sebelum cincin
himen, masukan jarum kedalam mukosa vagina lalu kebawah cincin himen
sampai jarum ada dibawah laserasi. Periksa antara jarum di perinium dan
bagian atas laserasi dan perhatikan seberapa dekat jarum ke puncak luka.
g.
Teruskan kearah bawah
tetapi tetap pada luka, mengunakan jahitan jelujur, hingga mencapai bagian
bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan sama dan otot yang
terluka telah di jahit.
h.
Setelah mencapai ujung laserasi,
arahkan jarum ke atas dan teruskan panjahitan, mengunakan jelujur untuk menutut
lapisan subkutikuler dan jahitan ini akan menjadi jahitan lapis ke dua
da periksa lubang bekas jarum. Jahitan lapisan kedua ini akan meninggalkan luka
yang tetap terbuka berukuran 0.5 cm atau kurang, luka ini akan menutup dengan
sendirinya pada saat penyembuhan luka.
i.
Tusukan jarum dari
robekan perinium ke dalam vagina, jarum harus keluar dari belakang cincin
himen.
j.
Ikat benang dengan
membuat simpul di dalam vagina potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm, Jika ujung benang
dipotong terlalu pendek simpul akan
longgar dan laserasi akan membuka.
k.
Ulang pemeriksaan
vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang
tertinggal didalam.
l.
Dengan lembut masukan
jari paling kecil ke anus, raba apakah ada jahitan pada rectum. Jika ada
jahitan yang teraba ulangi pemeriksaan rectum selama 2 minggu
pasca persalinan.
m.
Cuci daerah genital
dengan lembut dengan sabun dan air desinfektan tingkat tinggi, kemudian
keringkan. Bantu ibu cari posisi yang lebih nyaman.
n.
Nasehati ibu untuk
menjaga perineum.
1)
Menjaga periniumnya
agar selalu bersih dan kering.
2)
Menghindari penggunaan
obat-obetan tradisional pada periniumnya.
3)
Cuci periniumnya
dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai 4 kali sehari.
4)
Kembali dalam seminggu
untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu kembali lebih awal jika ia mengalami
demam atau mengeluarka cairan yang berbau busuk dari lukanya atau jika daerah
tersebut menjadi nyeri (Depkes RI, 2004)
o.
Perawatan Pasca
Tindakan Perlukaan jalan lahir tingkat II
1)
Berikan antibiotika propolaksis
dengan dosis
-
Ampisillin
500 mg per oral
-
Metronidazol 500 mg per oral
2)
Observasi tanda-tanda
infeksi
3)
Jangan melakukan
pemeriksaa rectal atau enema selama 2 minggu.
4)
Berikan pelembut Faeses
selama seminggu per oral (Saifuddin, 2002)
0 komentar:
Post a Comment