Tuesday, 11 June 2013

keadaan gawat janin



a.      Denyut Jantung Janin (DJJ)
Dellinger dkk (2000) secara retrospektif menganalisis pola frekuensi denyut jantung janin intrapartum pada kehamilan dengan menggunakan suatu sistem klasifikasi yang mereka rancang sendiri. Pola frekuensi denyut jantung janin selarna persalinan sebelum kelahiran diklasifikasikan sebagai “normal”, “stres”, atau “gawat”. “Gawat” janin Hasil akhir seperti seksio sesarea, asidemia janin, dan rawat inap di ruang perawatan intensif secara bermakna berkaitan dengan pola frekuensi denyut jantung janin. Para penulis ini menyimpulkan bahwa sistem klasifikasi mereka secara akurat dapat memprediksi hasil akhir normal bagi janin serta membedakan gawat janin yang sesungguhnya (Hornbuckle dkk., 2000).
Singkatnya, setelah lebih dari 30 tahun pengalaman dengan interpretasi pola frekuensi denyut jantung janin, akhirnya ditemukan bukti bahwa beberapa kombinasi pola frekuensi denyut jantung janin dapat digunakan untuk mengidentifikasi janin normal dan abnormal parah. Pola gawat janin yang sejati tampaknya berupa tidak adanya variabilitas denyut-demi-denyut disertai deselerasi berat atau perubahan frekuensi basal persisten atau keduanya. Salah satu penjelasan mengapa manfaat pemantauan frekuensi denyut jantung sulit dibuktikan secara ilmiah adalah gawat janin semacam itu jarang terjadi sehingga sulit dilakukan uji klinis yang sahih (Hornbuckle dkk., 2000).
Pemantauan  dan pencatatan denyut jantung janin yang segera dan kontinyu dalam hubungan dengan kontraksi uterus memberikan sutu penilaian kesehatan janin yang sangat membantu selama persalinan. Akselerasi periodik pada gerakan janin merupakan keterangan dari reaktifitas janin yang normal (Hornbuckle dkk., 2000).
Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin:
1.      Bradikardi.
 Denyut jantung janin kurang dari 120 denyut per menit.
2.Takikardi.
Akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160) dapat dihubungkan dengan demam pada ibu yang sekunder terhadap infeksi intrauterine. Prematuritas atropine juga dihubungkan dengan denyut jantung janin yang meningkat.
  3.Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun.
Yang berarti depresi system saraf otonom janin oleh medikasi ibu (atropine , skopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesic narkotik).
4.Pola deselerasi.
Deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang disebabkan oleh insufisiensi uteriplasenter. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih sering dan muncul untuk menunjukkan kompresi sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilicus. Peringatan tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.
b.      Air Ketuban Hijau Dan Kental (mekonium)
Mekonium akan keluar dari usus pada keadaan stres hipoksia, telah terbukti bahwa pasase mekonium disebabkan karena rangsangan saraf dari saluran pencernaan yang sudah matur. Pada saat janin aterm, saluran pencernaan menjadi matur, terjadi stimulasi vagal dari kepala atau kompresi tali pusat yang akan menyebabkan timbulnya peristaltik dan relaksasi dari spinkter ani yang menyebabkan keluarnya mekonium. Walaupun etiologinya belum dipahami dengan baik, namun efek dari mekonium telah diketahui (Manuaba, 2008)
Pasase mekonium pada janin yang matur difasilitasi oleh myelinisasi serabut saraf, peningkatan tonus parasimpatis dan bertambahnya konsentrasi motilin (suatu peptida yang merangsang kontraksi usus). Ditemukan adanya hubungan antara kejadian gawat jain dengan peningkatan kadar motilin (Manuaba, 2008)
Mekonium secara langsung merubah air ketuban, menekan efek antibakteri dan selanjutnya meningkatkan risiko infeksi perinatal, juga dapat mengiritasi kulit janin sehingga meningkatkan kejadian erythema toksikum. Namun komplikasi yang paling berbahaya dari keluarnya mekonium in utero adalah aspirasi air ketuban yang mengandung mekonium sebelum, selama dan sesudah persalinan (Manuaba, 2008)
Mekonium menyebabkan inflamasi dan obstruksi jalan nafas. Mekonium yang teraspirasi ke jalan nafas akan menimbulkan fenomena katup bola dimana udara yang melewati mekonium pada saat inspirasi akan terperangkap di bagian distal pada saat ekspirasi, menyebabkan peningkatan resistensi ekspirasi paru, kapasitas residu fungsional dan diameter anteroposterior rongga dada (Manuaba, 2008)
Ramin dan rekan (2006) berhipotesis bahwa patofisiologi sindrom aspirasi mekonium melibatkan, tetapi tidak terbatas pada: hiperkarbia janin-yang merangsang respirasi janin sehingga terjadi aspirasi mekonium ke dalam alveolus, dan kerusakan parenkim paru akibat asidemia yang memicu kerusakan sel alveolus. Dalam skenario patofisiologi ini, mekonium dalam cairan amnion lebih merupakan suatu bahaya potensial yang terdapat di lingkungan janin daripada menjadi penanda sudah terjadinya suatu gangguan. Rangkaian proses patofisiologi yang dihipotesiskan ini tidak bersifat menyeluruh, karena tidak memperhitungkan sekitar separuh kasus sindrom aspirasi mekonium dengan janin yang tidak mengalami asidemia saat lahir (Manuaba, 2008)
Disimpulkan bahwa tingginya insiden ditemukannya mekonium dalam cairan amnion selama persalinan sering mencerminkan pengeluaran isi saluran cerna janin yang merupakan proses fisiologis normal. Namun, mekonium ini dapat menjadi suatu bahaya potensial lingkungan apabila disertai asidemia janin. Yang penting, asidemia janin tersebut terjadi secara akut sehingga aspirasi mekonium tidak dapat diperkirakan dan besar kemungkinannya tidak dapat dicegah (Ramin dan rekan, 2006)
c.       Pemeriksaan pH darah janin
Contoh darah janin memberikan informasi yang objektif tentang status asam basa janin. Pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi begitu sensitive terhadap perubahan-perubahan dalam denyut jantung janin dimana gawat janin dapat diduga bahkan bila janin itu dalam keadaan sehat dan hanya memberi reaksi terhadap stress dari kontraksi uterus selama persalinan. Oleh karena itu, pengukuran pH kapiler janin dikombinasikan dengan pemantauan denyut jantung janin memberikan informasi kesehatan janin yang dapat dipercaya dibandingkan jika hanya melakukan pemantauan denyut jantung janin saja (Ranin, 2006)
Pengambilan contoh darah janin diindikasikan bilamana pola denyut jantung janin abnormal atau kacau. Jika pH kulit kepala yang lebih besar dari 7,25, hal ini menandakan pH normal. Sedangkan  pH kulit kepala yang kurang dari 7,20 menandakan hipoksia janin dengan asidosis. Jika hal ini terdeteksi maka persiapan kelahiran segera dilakukan. Sksiosesaria dianjurkan, kecuali jika kelahiran pervaginam sudah dekat. (Ranin, 2006)

0 komentar:

Post a Comment