BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masa
remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu
tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,
pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh
karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni
masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan
sosial (TP-KJM, 2002).
Di masa modern ini, merokok merupakan suatu
pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat
memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan
dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang – orang disekitarnya.
Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif
bagi tubuh penghisapnya.
Global Youth Tobacco Survey (GYTS)
WHO pada 2006 mengungkap, 37,3% anak-anak usia 13 hingga 15 tahun di Indonesia
sudah membakar rokok. Dan dalam GYTS 2007, jumlah perokok anak usia 13-18 tahun
di Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia. Bahkan tiga dari sepuluh
pelajar SMP di Indonesia (30,9%) mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Jumlah
ini diperkirakan terus meningkat 4% tiap tahunnya. (Republika, 02/03/08).
Riset dilakukan KuIS, The Tobacco
Control Research Program of Southeast Asia Tobacco Alliance (SEATCA) dan
Rockefeller Foundation. Riset melibatkan 3.040 responden perempuan berusia
13-25 tahun. Sebanyak 50% responden tinggal di Jakarta dan sisanya tinggal di
Kabupaten Pariaman dan Bukittinggi, Sumbar. Pengumpulan data dilakukan dari
Oktober sampai Desember 2007.
Riset KuIS yang baru mencakup
sebagian kecil wilayah Indonesia itu melaporkan sebanyak 7,18% dari remaja dan
perempuan muda pernah merokok 11-100 batang. Bahkan 4,06% dari 3.040 remaja dan
perempuan telah mengisap rokok lebih dari 100 batang. (Kompas.com,
02/02/08).
Riset yang dilakukan oleh Koalisi
untuk Indonesia Sehat (KuIS) baru-baru ini mendapati bahwa sekitar 34,75 persen
remaja putri usia 13-15 tahun di Indonesia mengaku dapat secara mudah mengakses
dan mengkonsumsi rokok.
Hasil survei ini menunjukkan bahwa
mayoritas perempuan muda menganggap bahwa merokok itu buruk (90,82 persen),
namun mereka yang perokok kebanyakan memiliki pandangan yang lebih positif
tentang rokok. Sekitar 53 persen perempuan percaya bahwa merokok dapat membantu
menurunkan berat badan, dan 13,68 persen percaya bahwa orang yang merokok
memiliki lebih banyak teman.
Riset KuIS mencermati bahwa
pengetahuan remaja wanita tentang kebijakan pengendalian tembakau masih
terbatas kepada peraturan mengenai larangan merokok di tempat-tempat umum dan
ketentuan peringatan kesehatan di bungkus rokok. Sebanyak 58 persen perempuan
mengaku peringatan kesehatan di bungkus rokok menyebabkan mereka sangat
memikirkan dampak rokok bagi kesehatan. Dan 85,6 persen responden mendukung
pemberlakuan peringatan kesehatan berupa gambar di bungkus rokok.
Sampai saat ini di Indonesia belum
mempunyai peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur upaya
perlindungan anak di bawah 18 tahun dari bahaya rokok. Bahkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 23 tahun 2002 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan tidak
mencantumkan satu pun pasal yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah
umur. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan satu-satunya negara di Asia
Tenggara yang belum meratifikasi FTCT (Konvensi Pengendalian Tembakau). (http://www.e-psikologi.com/remaja/050602.htm)
0 komentar:
Post a Comment