Penyakit
jantung merupakan penyakit tersering dengan tingkat kematian di Eropa mencapai
hampir 48%. Kehadiran penyakit jantung erat hubungannya dengan faktor risiko
jantung yang dimiliki oleh seseorang. Meningkatnya proporsi populasi usia tua
di dunia juga menjadi dasar sebab meningkatnya kejadian penyakit jantung. Oleh
karena itu, pengontrolan terhadap faktor risiko merupakan salah satu bagian
penting dari manajemen penyakit jantung secara keseluruhan yang optimal.
Faktor
risiko penyakit jantung dapat digolongkan pada 3 kriteria utama yaitu risiko
tinggi, sedang dan rendah. Risiko tinggi memerlukan terapi definitif untuk
menghilangkan risiko tersebut, risiko sedang memerlukan intervensi preventif
dengan tetap memperhatikan keamanan dan efikasi intervensi, sedangkan risiko
rendah “hanya” memerlukan prevensi primer. Meningkatnya kategori risiko
berkaitan dengan meningkatnya risiko terjadinya infark miokard pada seseorang,
yang hanya <10% pada kelompok risiko rendah dan menjadi >20% pada kelompok
risiko tinggi .
Faktor
risiko juga dapat digolongkan menjadi 2 kategori lain yang berbeda, yakni
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi. Beberapa faktor risiko yang sering ditemukan antara lain kadar
kolesterol darah tinggi, kadar LDL (Low
Density Lipoprotein) tinggi, kadar trigliserida tinggi, hipertensi,
diabetes, obesitas, aktivitas fisik yang kurang, serta merokok. Semua faktor
risiko tadi merupakan faktor risiko yang dapat dikontrol, baik dengan perubahan
gaya hidup maupun medikasi. Sedangkan usia tua, jenis kelamin wanita dan
riwayat penyakit jantung pada keluarga merupakan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi .
Hasil
penelitian yang dirilis oleh Interheart Study menyatakan adanya 90% keterkaitan
antara 9 faktor risiko dengan kejadian infark miokard yang pertama, dengan 70%
nya merupakan keterkaitan dengan kebiasaan merokok. Faktor risiko lain meliputi
hipertensi, diabetes, obesitas sentral, kurang aktivitas, faktor psikososial,
rendahnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi alkohol, serta rasio ApoB/ApoA 1.
Infark Miokard lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu
faktor resiko yang sering terjadi pada infark miokard, selain itu faktor resiko
yang menyebabkan infark miokard seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes.
Sejumlah faktor resiko lain yang berkaitan dengan gaya hidup pada penyakit
jantung koroner juga dapat menjadi faktor resiko dari infark miokard seperti
stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Infark Miokard dengan
elevasi gelombang ST (STEMI) pada pemeriksaan Ekokardiografi umumnya terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu, STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Terdapat
8 karakteristik seseorang dikatakan hidup sehat seperti dipublikasikan oleh
Panduan Klinis Eropa, yakni tidak merokok, memilih makanan yang sehat,
melakukan aktivitas fisik setidaknya 30 menit per hari, BMI <25 kg/m2,
tekanan darah <140/90 mmHg, kolesterol total <190 mg/dl, LDL <115
mg/dl dan kadar glukosa <110 mg/dl.
Kebiasaan
merokok sendiri merupakan satu faktor risiko independen penting yang sebenarnya
dapat dicegah. Kebiasaan merokok ini diperkirakan menjadi penyebab sekitar 30%
penyakit gagal jantung. Pada suatu penelitian, didapatkan data penurunan risiko
kematian akibat infark miokard setelah berhenti merokok (RR 0,64; 95% CI
0,58-0,71) serta penurunan kejadian infark miokard non fatal (RR 0,68; 95% CI
0,57-0,82).
Keterkaitan
aktivitas fisik yang cukup dengan risiko penyakit jantung nyata terlihat dengan
hasil metaanalisis dimana aktivitas fisik yang cukup dapat menurunkan risiko
kematian total sebesar 27% dan risiko kematian akibat jantung sebesar 31%.
Meskipun faktor risiko ini dapat dicegah, namun setidaknya 60% populasi global
dinyatakan gagal memenuhi rekomendasi minimum aktivitas 30 menit per hari .
Keterlibatan
obesitas sentral sebagai salah satu faktor risiko bersifat kompleks karena
melibatkan beberapa kadar lipid dan glukosa dalam darah, yang masing-masing
juga memiliki risiko independen terhadap penyakit jantung. Hipertensi sendiri,
yang memiliki keterlibatan lebih dari 50% dari semua penyakit jantung di dunia,
merupakan faktor risiko tersembunyi yang terkait usia. Sehingga perlu untuk
dilakukan screening tekanan darah terutama saat usia menginjak 50 tahun, dimana
risiko hipertensi sudah mulai meningkat .
Dalam
dekade terakhir peran kondisi psikososial terhadap kejadian penyakit jantung
koroner semakin terlihat nyata. Kondisi psikososial yang dimaksud adalah
depresi yang secara klinis meningkatkan kejadian ulang penyakit jantung pada
seseorang. Meski demikian, terapi medikasi depresi hingga saat ini belum
terbukti dapat menurunkan risiko tersebut, sehingga peran dukungan sosial
menjadi prioritas.
Penyakit
jantung dapat dicegah. Dengan kompleksitas faktor risiko terhadap penyakit
jantung yang ada, perhatian sudah seharusnya diberikan pada faktor-faktor yang
dapat dimodifikasi dengan melakukan tindakan preventif dan promotif. Dengan
demikian diharapkan tingkat kejadian penyakit jantung maupun kesakitan dan kematian
karenanya dapat berangsur turun.
0 komentar:
Post a Comment