BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
adalah upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau
sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap
hidup, dan keterampilan hidup baik yang bersifat manual individual maupun
sosial (Sagala, 2006 : 1). Upaya sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan siswa tersebut dapat diselenggarakan dalam berbagai bentuk. Ada yang
diselenggarakan secara sengaja, terencana, terarah dan sistematis seperti pada
pendidikan formal, ada yang diselenggarakan secara sengaja, akan tetapi tidak
terencana dan tidak sistematis seperti yang terjadi di lingkungan keluarga
(pendidikan informal), dan ada yang diselenggarakan secara sengaja dan
berencana, di luar lingkungan keluarga dan lembaga pendidikan formal, yaitu
melalui pendidikan non formal.
Apapun
bentuk penyelenggarannya, secara umum pendidikan bertujuan untuk membantu
anak-anak atau peserta didik mencapai kedewasaannya masing-masing, sehingga
mereka mampu berdiri di lingkungan masyarakatnya. Untuk masyarakat kita, sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 3, pendidikan berfungsi dan bertujuan sebagai
berikut:
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Agar pendidikan bisa berfungsi dan
mencapai tujuan seperti dirumuskan dalam undang-undang tersebut, maka
pendidikan harus ”diadministrasikan”, atau dikelola dengan mengikuti ilmu
administrasi. Yang paling sederhana, administrasi menurut Henry Fayol diartikan
sebagai fungsi dalam organisasi yang unsur-unsurnya adalah perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pemberian perintah (commanding),
pengkoordinasian (coordinating), dan pengawasan (controlling) (Sagala, 2006 :
23).
Pada level ujung tombak
pendidikan, yaitu pada proses pembelajaran oleh guru di kelas, betapapun
administrasinya tidak serumit oraganisasi yang melibatkan banyak personal,
fungsi-fungsi administrasi yang disebutkan Henry Fayol tersebut sebaiknya tetap
ada, sebab tanpa itu pencapaian tujuan pembelajaran akan susah dicapai. Dalam
kaitannnya dengan fungsi-fungsi administrasi ini, lebih spesifik dalam hal
proses belajar mengajar, Gage dan Berliner dalam Makmun (2005 : 23) mengemukakan
tiga fungsi atau peran guru dalam proses tersebut, yaitu sebagai :
1.
Perencana
(planner) yang harus mempersiapkan apa yang harus dilakukan di dalam
proses belajar-mengajar (pre-teaching problems).
2.
Pelaksana
(organizer) yang harus menciptakan situasi, memimpin, merangsang,
menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
rencana, bertindak sebagai nara sumber (source person), konsultan
kepemimpinan (leader), yang bijaksana dalam arti demokratis dan
humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching
problems).
3.
Penilai
(evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan dan
akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement) atas tingkat
keberhasilan belajar mengajar tersebut berdasarkan kriteria yang
ditetapkan baik mengenai aspek keefektifan prosesnya, maupun kualifikasi
produk (output)-nya.
Dalam menyoroti salah satu peran
guru dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai perencana pembelajaran, setiap
guru pada satuan pendidikan, termasuk guru Matematika SMA berkewajiban menyusun
RPP yang lengkap dan sistematis agar pembelajaran efektif dan bermutu.
Pembelajaran yang berlangsung secara efektif dan bermutu akan berimplikasi pada
peningkatan mutu proses dan hasil belajar peserta didik.
0 komentar:
Post a Comment