Saturday, 8 June 2013

Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Diploma III Kebidanan Tingkat II Tentang Penanganan bayi Letak Sungsang DI Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Visi Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang mandiri dan berkeadilan. Sedangkan misinya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan; dan menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik (Depkes RI, 2010).
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 KH (Depkes RI, 2011).
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. kelompok sasaran miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4% (Depkes RI, 2011).
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan atau tuntutan masyarakan akan kebutuhan pelayanan kebidanan, yang dimaksud dengan pendidikan bidan adalah pendidikan formal (Sofyan, 2007)
Mengingat besarnya tanggung jawab dan beban kerja bidan dalam melayani masyarakat, pemerintah bersama dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) telah mengupayakan pendidikan bagi bidan agar dapat menghasilkan lulusan yang mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan dapat berperan sebagai tenaga kesehatan profesional (Estiwidani, 2009).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga, peranan ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan peran keluarga adalah memberikan bantuan dan dukungan pada ibu ketika terjadinya persalinan. Dalam hal ini peran petugas kesehatan tidak kalah pentingnya dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian proses persalinan berlangsung dengan aman (Sumarah, 2008).
Persalinan letak sungsang, kejadianya berkisar antara 2 % sampai 3 % bervariasi diberbagai tempat. Sekaligus kejadian kecil, tetapi mempunyai penyulit yang besar dengan angka kematian sekitar 20 % sampao 30 % (Manuaba, 2007)
Pertolongan persalinan letak sungsang memerlukan perhatian karena dapat menimbulkan komplikasi kesakitan, cacat permanen sampai dengan kematian bayi, menghadap persalinan sungsang dapat diambil tindakan saat kehamilan melakukan versi luar, persalinan diselesaikan per vaginan atau pertolongan persalinan dengan seksio sesaria (Manuaba, 2007)
Pada pertolongan secara Bracht tidak selalu bahu dan kepala berhasil dilahirkan, sehingga untuk mempercepat kelahiran bahu dan kepala dilakukan manual aid atau manual hilfe yaitu habu dapat dilahirkan secara klasik, mueller atau lovset, dan kepala bisa dilahirkan secara maureceau. Cara klasik terutama dilakukan apabila lengan depan mengjungkit keatas atau berada di belakang leher bayi, karena memutar tubuh bayi dapat membahayakan, maka bila lengan depan letaknya normal, cara klasik dapat dilakukan tanpa memutar tubuh bayi (Kusmiyati, 2010).

0 komentar:

Post a Comment