BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laminaria telah digunakan dalam
penyusunan leher rahim (pembukaan dan pelunakan serviks) selama lebih dari 100
tahun. Mereka pertama kali digunakan di AS dan Jepang, dan telah digunakan di
Denmark dan Swedia selama lebih dari 80 tahun. Karena kemampuan hydroscopic nya
akan 2-3 milimeter untuk 12-13 mm (0,4 inci). Dengan menempatkan 1-3 Laminaria
di leher rahim selama 6 sampai 12 jam, mengurangi insiden harus menggunakan
begitu banyak kekuatan untuk membuka leher rahim menyebabkan kerusakan
sementara atau permanen pada leher rahim atau organ tubuh lainnya seperti
dijelaskan di atas.
Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa penggunaan Laminaria mengurangi insiden komplikasi oleh 1 / 5 sebelum
dilator menggunakan (batang digunakan untuk membuka mulut rahim), daripada
menggunakan dilator saja. Komplikasi menggunakan Laminaria termasuk kesulitan
dengan pemindahan tenda, perpindahan dari tenda ke dalam vagina atau rahim,
impactment (terjebak di dalamnya) dari Laminaria di leher rahim, putus dari
ujung ke ujung. Komplikasi jarang terjadi jika Laminaria dengan hati-hati
ditempatkan langsung di dalam leher rahim. komplikasi lainnya termasuk kram
pada penyisipan, dan gejala-menstruasi seperti di sekitar 8 persen pasien.
Ada beberapa kasus yang dilaporkan
reaksi anafilaksis setelah penyisipan, dan infeksi. Sebagai kesimpulan, tenda
Laminaria telah digunakan sebelum pasien yang menjalani bedah aborsi trimester
pertama prosedur (sampai 12 minggu) selama lebih dari 100 tahun di Amerika
Serikat Mereka mengurangi kejadian morbiditas (komplikasi) berhubungan dengan
prosedur aborsi dan tenda yang terkait dengan minim efek samping.. (Depkes RI, 2010)
World Health Organization (WHO)
menentukan bahwa aborsi termasuk dalam masalah kesehatan reproduksi yang perlu
mendapatkan perhatian dan merupakan penyebab penderitaan wanita di seluruh
dunia. Masalah aborsi ini menjadi suatu pokok perhatian dalam kesehatan
masyarakat karena pengaruhnya terhadap morbiditas dan mortalitas maternal.
Setiap tahun, diperkirakan
79 juta kehamilan yang tidak diinginkan (unintended pregnancy) terjadi. Lebih
dari setengah kehamilan tersebut berakhir dengan aborsi. Aborsi spontan
merupakan penyebab terbanyak fetal loss. Delapan puluh persen fetal loss
disebabkan oleh aborsi spontan. Sekitar 10- 15 persen kehamilan berakhir
dengan aborsi spontan kuretage antara bulan kedua dan
kelima kehamilan. Kurang lebih setengahnya disebabkan oleh anomali kromosom
pada embrio (Farel,
2011).
Data yang komprehensif tentang
kejadian aborsi di Indonesia tidak tersedia. Berbagai data yang
diungkapkan adalah berdasarkan survei dengan cakupan yang relatif terbatas.
Diperkirakan tingkat kuretage
di Indonesia adalah sekitar 2 sampai dengan 2,6 juta kasus per tahun, atau 43 kuretage untuk setiap 100
kehamilan. Diperkirakan pula bahwa 30 persen di antara kuretage tersebut dilakukan
oleh penduduk usia 15-24 tahun (Wilopo,
2005)
0 komentar:
Post a Comment