BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Morbiditas dan mortalitas wanita hamil adalah masalah besar di negara-negara
berkembang. Di negara miskin, sekitar 20-50 persen kematian wanita usia subur (WUS)
disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Tahun 1996, World Health Organization (WHO)
memperkirakan diseluruh dunia lebih dan 585.500 kematian ibu pertahun saat hamil
dan bersalin (WHO, 2000). Berdasarkan
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SKDI) tahun 2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 307 per 100.000
kelahiran hidup atau setiap jam terdapat Ibu melahirkan meninggal dunia karena
berbagai sebab (Depkes, 2004).
Pemerintah mengembangkan program Maternal and
Neonatal Health (MNH)
yang mulai berjalan sejak tahun 2000, Program ini bertujuan untuk menyelamatkan
Ibu dan Bayi dari kematian, khususnya dalam masa persalinan dan pasca persalinan.
Terdapat dua penyebab yang menjadi kendala bagi program MNH, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab tidak langsung
meliputi tiga terlambat (3 T) yaitu terlambat mencari pertolongan, terlambat
membawa ketempat rujukan dan terlambat memberi pertolongan di tempat rujukan.
Penyebab langsung adalah sekitar 50% AKI terjadi akibat perdarahan yang terjadi
ketika hamil, persalinan dan semua proses persalinannya (Manuaba, 2002)
Depertemen Kesehatan kebijaksanaan
pelayanan obsteri dan neonatus (kebidanan dan bayi baru lahir) sedekat mungkin
kepada ibu sesuai dengan pendekatan MPS. Visi utama dari MPS adalah kehamilan
ibu dan persalinan berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sahat. Menurunkan angka kematian ibu
( maternal) menjadi 125 per 100.000 kelahiran
hidup dan angka kematian neonatus (neonatal) menjadi 16/100.000 kelahiran.
Untuk mencapai sasaran tersebut di tetapkan srategis utama dan azas-azas pedoman operasionalisasi srategis
antara lain bahwa MPS memusatkan perhartiannya pada pelayanan kesehatan
material dan neanatal yang baku serta cost effective ( Saifuddin, 2002 )
Penyebab langsung kematian ibu terutama disebabkan
pendarahan 50%, Eklamsi 13 %, Infeksi 10%, Komplikasi Abortus
11%, partus lama 9%, sedangkan penyebab tidak langsung antara lain Untuk ibu
hamil menderita KEP 37 % Anemia (Hb < 11 gr%) 40 %. Kejadian anemia pada ibu
hamil akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu
yang tidak anemia. (www.blogdokter.net).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40%
kematian ibu di Indonesia. Jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan
setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada seorang primipara atau orang yang
baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa "kepala keluar
pintu". Pada saat ini seorang primipara biasanya tidak dapat tegangan yang
kuat ini sehingga robek pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi
kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat
persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di
sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang
bisa timbul perdarahan banyak (Prawirohardjo, 2005).
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur
spontan maupun episiotomi. perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu
sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku,
persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps
maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam
keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan
peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih
berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri
bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan (Widyastuti, 2009)
Persalinan beresiko lebih dari 90% disebabkan oleh trias
klasik yaitu perdarahan melalui jalan lahir
40% - 60%, eklamsia 20%- 30% dan
infeksi jalan lahir 20% - 30% Penelitian
di 12 Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia diketahui angka kematian Ibu berkisar antara 2,5 - 14 per
100.000 kelahiran hidup dan diketahui bahwa 94% kematian Ibu merupakan akibat
langsung dari komplikasi kelahiran, persalinan dan Nifas. (Sarwono, 2002)
Persalinan beresiko juga dapat terjadi akibat 5 terlalu
yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, terlalu sering dan terlalu berdekatan
jarak persalinannya dengan anak yang lalu
(Republika, 2004). Dari keseluruhan
kematian maternal karena pendarahan dilaporkan 25% adalah akibat perdarahan post partum
(Chalik,1997). Perdarahan post partum sangat berhubungan dengan atonia uteri,
robekan jalan lahir, retensio plasenta, tertinggalnya sisa
plasenta dan inversio uteri. Seorang ibu dapat meninggal karena
perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari satu jam, lebih dari 90% dari seluruh kasus perdarahan pasca
persalinan yang terjadi 24 jam setelah kelahiran bayi disebabkan oleh atonia
uteri (Depkes RI, 2007), oleh karena itu penatalaksanaan kala tiga persalinan
yang cepat dan tepat merupakan salah satu cara terbaik dan sangat penting untuk
mengurangi persalinan beresiko. Perdarahan post partum merupakan penyebab penting kematian maternal
khususnya dinegara berkembang. Faktor-faktor penyebab perdarahan post partum
adalah grande multipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2
tahun, paritas dan persalinan yang dilakukan dengan tindakan (Manuaba,
1998)
Kebijakan Depatemen Kesehatan untuk menguranggi
persalinan beresiko adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau
minimal didampingi oleh bidan atau tenaga kesehatan lainnya dan pelayanan obstetri
sedini mungkin kepada semua ibu
hamil. Upaya peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
dalam mendukung upaya akselerasi mengurangi persalinan beresiko dilakukan untuk
berbagai sasaran yaitu masyarakat umum, kader, dukun bayi, ibu hamil, lintas
program dan lintas terkait. Tujuannya adalah untuk menolong peran serta setiap
jenis sasaran dalam mendukung keberhasilan mengurungi pesalinan beresiko.
(Widyastuti, 2001)
0 komentar:
Post a Comment