BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum pengetahuan sosial disempurnakan
untuk meningkatkan mutu pendidikan pengetahuan sosial. Saat ini kesejahteraan
bangsa tidak hanya bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat
fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, sosial dan kepercayaan
(kredibilitas). Dengan demikian, tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan
pengetahuan sosial menjadi suatu keharusan. Pengembangan kurikulum pengetahuan sosial merespon secara positif berbagai
perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi serta tuntutan
desentralisasi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program
pembelajaran pengetahuan sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
Martorella (Solihatin, 2007)
mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek
pendidikan dari pada transfer konsep, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS
peserta didik diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan
pengembangan serta melatih sikap, nilai, moral dan keterampilannya berdasarkan
konsep yang telah dimilikinya. Wachidi (2000) merumuskan tujuan pokok dari
pengajaran pengetahuan sosial, yaitu (a) memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana
bersikap terhadap benda-benda di sekitarnya, (b) memberikan pengetahuan
kepada manusia bagaimana cara
berhubungan dengan manusia yang lain, (c) memberikan pengetahuan kepada manusia
bagaimana cara berhubungan dengan
manusia sekitarnya, (d)
memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan
alam sekitar, (e) memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana cara
berhubungan dengan tuhannya.
Memperhatikan tujuan yang
dikandung oleh mata pelajaran pengetahuan sosial maka seharusnya
pembelajarannya di sekolah-sekolah merupakan suatu kegiatan yang disenangi,
menantang dan bermakna bagi peserta didik. Kegiatan belajar mengajar mengandung
arti interaksi dari berbagai komponen, seperti guru, murid, bahan ajar dan
sarana lain yang digunakan pada saat kegiatan berlangsung. Data yang diperoleh
peneliti menyatakan bahwa hasil belajar IPS siswa rendah, berdasarkan
ketuntasannya siswa belum dapat dikatakan tuntas. Siswa dikatakan tuntas
apabila ≥ (KKM) 70.
Tolok ukur keberhasilan
pembelajaran pada umumnya adalah prestasi belajar. Prestasi belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) untuk beberapa kompetensi dasar umumnya menunjukkan
nilai yang rendah. Hal ini standar kompetensi
dan kompetensi dasar IPS kelas memang sarat akan materi, di samping cakupannya
luas dan perlu hafalan. Jika dilihat dari hasil ulangan harian sebagian besar
masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu sebesar 82,35 % hanya
17,65 % siswa yang telah memenuhi standar ketuntasan minimal. Dengan rata –rata
kelas sebesar 59,82.
Dari uraian di atas dapat diasumsikan
bahwa mata pelajaran pengetahuan sosial mempunyai nilai yang strategis dan
penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, handal, dan
bermoral. Hal yang menjadi hambatan selama ini dalam pembelajaran pengetahuan
sosial adalah disebabkan kurang
dikemasnya pembelajaran pengetahuan sosial dengan metode yang menarik,
menantang dan menyenangkan. Para guru sering kali menyampaikan materi
pengetahuan sosial apa adanya (konvensional),
sehingga pembelajaran pengetahuan sosial cenderung membosankan dan
kurang menarik minat para siswa yang pada gilirannya prestasi belajar siswa
kurang memuaskan. Setidaknya ada tiga indikator yang menunjukkan hal ini. Pertama, siswa
kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain.
Kedua, siswa kurang memiliki keberanian untuk merumuskan gagasan sendiri. Dan
ketiga, siswa belum terbiasa bersaing menyampaikan pendapat dengan teman
lainnya.
Salah satu upaya untuk
meningkatkan keberhasilan belajar pengetahuan sosial yaitu dengan menggunakan
pembelajaran aktif dimana siswa melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus
dilakukan. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung dan
menarik hati dalam belajar untuk mempelajari dengan baik. Belajar aktif
membantu untuk mendengarkan, melihat, mengajukan pertanyaan tentang pelajaran
tertentu dan mendiskusikannya dengan yang lain. Dalam belajar aktif yang paling
penting bagi siswa perlu memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-contoh,
mencoba keterampilan-keterampilan dan mengerjakan tugas-tugas yang tergantung
pada pengetahuan yang telah mereka miliki atau yang akan dicapai (Silberman,
2001).
Slavin (2008), menyatakan bahwa
berbagai jenis pembelajaran aktif diantaranya:
Student Teams Achiement Devisions
(STAD), Teams Games Tournament
(TGT), Jigsaw, Team Accelerated Instruction (TAI) dan CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition). Terciptanya suasana yang aktif di dalam
kelas akan mudah menyerap materi yang
diberikan oleh guru. Salah
satu cara yang cukup efektif adalah melalui penerapan pembelajaran kooperatif
dengan tipe TGT (Teams Games Tournament). Metode pembelajaran tersebut dapat
digunakan untuk semu bidang studi, TGT (Teams
Games Tournament) merupakan metode yang sesuai dengan pokok bahasan ini.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang
tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami
materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
0 komentar:
Post a Comment