Saturday, 26 January 2013

TINGKAT STRES PADA MAHASISWA



Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.              (Tarwoto & Wartonah, 2003)   
Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-ubah. Manusia sebagaimana ia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan hasil interaksi antar jasmani, rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Dalam segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu keseluruhan (holistik) sehingga manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial.(Sunaryo, 2004).
Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja mengalami ketegangan hidup, yang diakibatkan adanya tuntutan dan tantangan, kesulitan, ancaman ataupun ketakutan terhadap bahaya kehidupan yang semakin sulit terpecahkan. Sehingga sering kali didapati seseorang mengalami ketegangan psikologis, merasakan keluhan yang kadang memerlukan perawatan dan pengobatan.           ( Rasmun,2004)
Keberhasilan hidup manusia pada dasarnya tidak tidak terlepas dari pendidikan yang diperolehnya selama hidup. Pendidikan, baik yang formal maupun yang informal, pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, meningkatkan keterampilan, dan kecerdasan, mempertinggi budi perkerti,serta memperkuat kepribadian. Salah satunya jenjang pendidikan formal tersebut adalah Akper Jabal Ghafur Sigli.              (Al Banjary, 2009)
Selama menjalani pendidikan tinggi tersebut, prestasi belajar merupakan tolak ukur penguasaan kompetensi mahasiswa di bidang ilmunya. Selama ini  banyak yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual yang tinggi juga. Namun menurut penelitian terbaru di bidang psikologi tahun 2008 membuktikan bahwa IQ bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang salah satunya adalah stress. (Al Banjary, 2009)
Tuntutan akademis kuliah dimasa sekarang tidak jarang begitu berat dan sangat menyengsarakan mahasiswa. Mahasiswa merasa dituntut untuk meraih pencapaian (achievement) yang telah ditentukan, baik oleh pihak fakultas atau universitas maupun dari mahasiswa itu sendiri. Tuntutan ini dapat memberi tekanan yang melampaui batas kemampuan simahasiswa itu sendiri. Ketika hal ini terjadi, maka overload tersebut akan ” mengundang” distres, dalam bentuk kelelahan fisik atau mental, daya tahan tubuh menurun, dan emosi yang ”meledak-ledak”. (Leonardo, 2008)
Apalagi grafik usia yang menunjukkan bahwa pada mahasiswa umumnya berada dalam tahap remaja (adolescence) hingga dewasa muda (early adulthood). Seseorang pada rentang usia ini masih lebih dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman. (Leonardo, 2008)
Menurut Dalyono (2001), keberhasilan dalam meraih indeks prestasi yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : Faktor internal yaitu kondisi psikologi, kesehatan, intelengensi dan bakat, minat, motivasi serta cara belajar,faktor eksternal yaitu keluarga, sekolah masyarakat dan lingkungan sekitar. ( Al. Banjary, 2009)
Salah satu faktor internal dari kondisi psikologis adalah stres. Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif, sehingga jika seseorang mendapat tekanan atau stressor dari faktor-faktor tersebut yang melebihi kemampuannya untuk menoleransi maka akan berakibat terganggunya proses belajar seseorang yang tercermin dari indeks prestasinya.                          ( Al. Banjary, 2009)
Menurut hasil penelitian Stephani yang dilakukan tahun 2006 didapatkan prevalensi terjadinya stres pada mahasiswa Kedokteran Universitas California sebesar 51%. Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustafa Amr terdapat 94,5% mahasiswa stress di FK Universitas Mansoura Arab Saudi. ( Al. Banjary, 2009)  
Secara garis besar, stres dapat didifinisikan sebagai kondisi dan respon dari tubuh maupun pikiran,yang disatu sisi dapat menyelamatkan hidup kita, dan disisi lain dapat merugikan sistem tubuh, seperti menimbulkan penyakit atau, yang paling parah, berhujung pada kematian. Respon dari tubuh maupun pikiran ini muncul karena adanya stressor. Stressor merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang menstimulasi munculnya respon stres. Tressor tersebut dapat muncul dalam bentuk fisik, sosioemosi, ekonomi atau spritual. Namun stres sebagai respon terhadap stressor selalu bersifat fisik. (Leonardo, 2008)
Akibat-akibat stres terhadap seseorang dapat bermacam-macam dan hal ini tergantung pada kekuatan ”konsep dirinya” yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi orang tersebut terhadap stres. Tetapi meskipun demikian fleksibilitas dan adaptasibilitas juga di perlukan agar seseorang dapat menghadapi stres-nya dengan baik.( Rasmun,2004)
Orang-orang yang kaku atau fanatik terhadap ambisi-ambisi dan norma-norma yang di pegangnya cenderung mengalami keadaan yang lebih buruk apabila ia tidak berhasil mengatasi stresnya. Reaksi-reaksi yang muncul apabila seseorang menerima stres dapat di golongkan sebagai reaksi jasmaniah atau fisiologis dan reaksi yang rohaniah atau psikologis yang meliputi kelakuan, sikap menarik diri, bertingkah laku agresif, dan tingkah laku yang tak terorganisir.( Rasmun,2004)
Lebih lanjut di sebutkan bahwa stres yang berlarut-berlarut dan dalam intensitas yang tinggi dapat menyebabkan penyakit fisik dan mental seseorang, yang akhirnya dapat menurunkan produktifitas kerja dan buruknya hubungan interpersonal.( Rasmun,2004)
Hidup yang sama sekali bebas dari stres sama destruktifnya dengan stres, bahkan lebih buruk lagi. Hidup tampa stres tak memberi peluang untuk tumbuh, tetapi malah menonton, membosankan, dan stagnan. Apa yang mesti kita lakukan adalah mengelola stres dengan cara-cara yang paling tidak menyakiti dan paling mampu meningkatkan kualitas hidup. (Khavari, 2006)
Seorang psikiater Universitas Stanford, David Spiegel, berkata, ”tak masuk akal bila kita ingin terbebas sama sekali dari stres. Yang masuk akal adalah menyikapinya secara aktif dan efektif” stres adalah ketegangan pikiran. Stres harus dikelola dengan hati-hati dan dilepaskan secara teratur, bila tidak demikian stres akan merugikan kita. (Khavari, 2006)
Orang-orang mempunyai toleransi yang berbeda terhadap berbagai situasi stres, banyak yang mudah sedih hanya karena peristiwa ringan, dilain pihak banyak orang yang dingin dan tenang (calm), terutama mereka yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.( Rasmun,2004)

0 komentar:

Post a Comment