BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah
suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronik sesuai
dengan tahapannya, dapat ringan, sedang ataupun berat. Gagal ginjal tahap akhir
dapat mengakibatkan kematian kecuali dilakukan terapi pengganti. Penyebab gagal
ginjal kronik adalah glomeru lonefritis yaitu sumbatan karena batu dan infeksi,
penyakit gula (diabetes mellitus), penyakit pembulu darah (hipertensi), kerena
obat-obatan , penyakit bawaan atau keturunan dan lain-lain.(Lumenta ddk,1997)
Jumlah penyakit gagal ginjal di
Indonesia akhir-akhir ini cenderung meningkat. Dikarenakan oleh pola hidup, pola
penyakit serta makin terkendalinya penyakit infeksi yang berhubungan dengan
gizi. Pada umumnya yang diserang adalah pada usia lanjut usia.
Insiden penyakit ginjal terminal dan
gagal jantung merupakan dua penyakit dimana hipertensi tetap sebagai penyakit
utama tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
didalam arteri. Tekanan darah normal pada orang dewasa 130/85 mmhg, sedangkan tekanan
darah yang meningkat 140/90 mmhg. Hipertensi yang tidak diterapi dan tidak
terkendali dapat menyebabkan kerusak organ. Salah satu komplikasi yang
ditimbulkan adalah penyakit gagal ginjal krinik.(Luwrence M Tierney)
Penyakit gagal ginjal kronik
merupakan penyakit yang di derita oleh satu dan sepuluh orang dewasa . Tanpa
pengendalian yang tepat dan cepat pada tahun 2015 penyakit ginjal diperkirakan
bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta pendudk dunia.
Prevalensi GGK belum dapat diketahui
dengan tepat oleh karena banyak pasien yang tidak bergejala atau dirujuk. Angka
yang lebih tepat adalah banyaknya pasien GGK yang masuk fase terminal oleh
karena memerlukan atau menjalani dialysis. Dari data yang didasarkan atas
krearinin serum abnormal, saat ini diperkirakan pasien GGK adalah sekitar 2000
perjuta penduduk (PJP). Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner , strok,
DM, dan kanker, angka ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah
besar oleh karena biaya pengobatannya amat mahal. (Maxine A Papadakis, 2001)
Gagal ginjal kronik terjadi degan
lambat selama berbulan-bulan eatau bertahun-tahu, dengan penurunan bertahap
pada fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, mengakibatkan
penyakit ginjal tahap akhir. Peran penting ginjal pada berbagai mekanisme
homeostatik tubuh, komplikasi gagal ginjal bervariasi dan kompleks.
Di
Indonesia penyakit gagal ginjal kronik semakin banyak diderita warga
masyarakat,hal tersebut dapat dilihat dari data kunjungan kepoli
ginjal,hipertensi di Rumah sakit dan semakin banyaknya pendeita yang harus
mengalami cuci darah,menurut data dari PERNEFTRI (persatuan nefrologi
indinesia),di perkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal kronik di indonesia
namun yang terdeteksi penderita gagal ginjal kronik tahap terminal dari mereka
yang mengalami cuci darah (Hemodialisa ) hanya sekitar 4 ribu – 5 ribu
saja,banyak penderita meninggal karena tidak mampu berobat dan cuci darah yang
dimana diakibatkan oleh biaya yang cukup mahal(Vithahealth 2007 ).
Penyakit
gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari sepuluh
orang dewasa. Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat pada tahun 2015 penyakit
ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk
dunia.
Masalah penyakit kronis sangat mempengaruhi lansia sepanjang
hidupnya. Terdapat banyak perubahan pada lansia yang menderita penyakit kronis
yaitu perubahan fisik, dan mental yang mempengaruhi kualitas hidup lansia yang
dilihat dari delapan subvariabel yang meliputi fungsi fisik, keterbatasan
fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial,
keterbatasan emosional dan kesehatan mental.Dalam penelitian ini, desain
penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup
lansia dengan penyakit kronis Jumlah sampel sebanyak 54 responden dengan menggunakan
teknik convinience sampling. Wawancara terpimpin dilakukan berdasarkan
instrumen; data demografi dan kuesioner kualitas hidup yang diadopsi dari SF-36
Health Survey. Dari data demografi, mayoritas responden berusia antara 60-69
tahun (64.8%). Responden pria lebih banyak dari wanita. Mayoritas responden
beragama Islam dan bersuku Jawa. Sebagian besar berpendidikan SMU, dan
pekerjaan Wiraswata. Penghasilan keluarga Rp.700.00 – 1.000.000, kebanyakan
responden menderita penyakit DM, lama menderita penyakit satu sampai tiga
tahun. Terapi yang pernah dijalani responden paling sering dengan minum obat,
dan lama terapi tersebut lebih dari satu tahun. Rentang kualitas hidup dari
delapan subvariabel adalah 0 – 100. Dari hasil penelitian ini mean kualitas
hidup untuk fungsi fisik = 47.21, keterbatasan fisik = 36.11, nyeri tubuh =
50.69, kesehatan secara umum = 31.77, vitalitas = 47.39, fungsi sosial = 50.28,
keterbatasan emosional = 74.69, dan kesehatan mental = 63.11. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah. Keterbatasan emosional merupakan subvariabel dengan mean
tertinggi, terutama didukung oleh apakah lansia mengalami beberapa masalah
emosi seperti merasa sedih/tertekan (90.7%) mengatakan tidak. Sedangkan
kesehatah secara umum merupakan mean terendah terutama didukung oleh apakah
lansia mudah menderita sakit dan apakah kesehatan lansia semakin memburuk,
(35.2%) mengatakan benar. Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan
penelitian ini dapat dilanjutkan terutama kualitas hidup lansia dengan penyakit
kronis yang lebih spesifik.
0 komentar:
Post a Comment