BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak pasal 26 telah menyebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak,
tumbuh kembanag anak sesuai dengan kemampuan, bakat minatnya, serta mencegah
terjadinya perkawinan pada usia anak-anak sehingga orang tua/ keluarga
benar-benar memperhatikan dan memahami apa yang telah di tetapkan
(BKKBN, 2006)
Periode penting dalam tumbuh
kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang
akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Dalam perkembangan anak terdapat
masa kritis, ketika diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar
potensinya berkembang. Perkembangan akan optimal bila interaksi sosial
diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya,
bahkan sejak bayi masih dalam kandungan. Sebaliknya lingkungan yang tidak
mendukung akan menghambat perkembangan anak (Dompas, 2010).
Perilaku anak adalah sikap dan
tindakan anak balita yang bersifat alami. Perilaku dan tindakannya yang baik
atau buruk itu cenderung dilakukan dibawah kesadaran anak. Oleh karena itu,
orang tua senan tiasa harus memperhatikan sikap dan tindakan anak-anaknya.
Apabila sikap dan tindakan anak banyak yang menyimpang, maka sebaiknya orang
tua mendidik, mengajarkan, menunjukan dan mengarahkannya ke jalan yang baik.
Sikap dan tindakan anak balita yang baik harus tetap diperhatikan akar menjadi
perilaku yang diinginkan. Orang tua harus menyadari, bahwa anak balita belum
mempunyai pengalaman dan belum mampu menilai sikap dan tindakannya sendiri.
Peran orang tua senantiasa harus mengembangkan perilaku anak sesuai dengan
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam 8 fungsi keluarga. Hanya perilaku
anak-yang baik-baik sajalah yang perlu dikembangkan agar membentiuk karakter
anak (BKKBN, 2006)
Di Indonesia diperkirakan jumlah balita
mencapai 30 % dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, dan menurut Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional diperkirakan jumlah balita yang susah
mengontrol BAB dan BAK (ngompol) di usia sampai prasekolah mencapai 75 juta
anak. Fenomena ini dipicu karna banyak hal, pengetahuan ibu yang kurang tentang
cara melatih BAB dan BAK, pemakaian (PEMPRES) popok sekali pakai, hadirnya
saudara baru dan masih banyak lainnya ( Riblat, 2003).
Toilet training adalah latihan untuk
berkemih dan defikasi adalah tugas perkembangan anak usia todler, pada tahapan
usia 1 sampai 3 tahun atau usia toller, kemampuan sfingter uretra untuk mengontrol
rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengntrol rasa ining defikasi mulai
berkembang, wong mengemukaan bahwa biasanya sejalan dengan anak mampu berjalan
kedua sfingter tersebut semakin mampu mengontrol rasa ingin berkemih dan
defikasi walaupun demikian dari satu anak ke orang lain berbeda kemampuan dalam
pencapaian tersebut bergantung pada beberapa faktor baik fisik maupun
psikologis yang biasanya sampai usia 2 tahunpun kedua faktor baik fisik dan
psikologis belum siap (Supartini, 2004).
Pengetahuan tentang toilet
training sangat
penting untuk dimiliki oleh seorang ibu. Hal ini akan berpengaruh pada
penerapan toilet training pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat
pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang baik tentang manfaat dan
dampak toilet training, sehingga ibu akan mempunyai sikap
yang positif terhadap konsep toilet
training. Sikap
merupakan kecenderungan ibu untuk bertindak atau berperilaku (Suryabudhi,
2003).
0 komentar:
Post a Comment