Tuesday, 21 May 2013

PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH



BAB II
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan pada pasien Tn. M dengan kasus fraktur femur di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie, penulis akan membahas permasalahan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Data yang penulis kumpulkan melalui wawancara langsung dengan pasien dan keluarga, observasi dan dokumentasi dan keperawatan.

A.      Pengkajian
Hasil pengkajian langsung dengan pasien didapatkan data sebagai berikut, pasien bernama Tn. M, umur 55 tahun, suku Aceh, agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan tani, alamat Gigieng, Nomor Cm. 095388, masuk tanggal 18 Oktober 2011 dengan diagnosa medic Fraktur Femur tertutup, di Ruang Rawat Inap Bedah Umum Daerah Kabupaten Pidie.
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh (Mardhiya, 2009).
Secara teoritis kebanyakan fraktur terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kenderaan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami trouma multipel yang menyertainya (Smeltzer, 2002).
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan terhadap pasien Tn. M didapatkan keluhan nyeri, akibat patah tertutup pada daerah femur sebelah kanan.
Secara tioritis nyeri dikarenakan kerusakan jaringan lunak dan plasma otot berperan terhadap terjadinya ketidak nyamanan: nyeri bersifat subjektif dan dapat dievaluasi melalui penggambaran sifat dan lokasinya, yaitu penting untuk menentukan penyebab ketidak nyamanan dan untuk mengusulkan intervensi, nyeri yang berkelanjutan dan menunjukan berkembangnya masalah neorovaskules (Smeltzer, 2002).
Pasien dibawa oleh keluarga ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah  Sigli pada tanggal 18 Oktober 2011 jam 09.30 wib pasien mengalami kecelakaan lalu lintas adanya luka lecet, pada lengan dan siku yang mengakibatkan patah dengan keluhan nyeri pada femur sebelah kanan dan adanya luka lecet, pada lengan dan siku. Pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya, akibat kecelakaan sepeda motor tersebut pasien juga mengalami luka lecet, sehingga tidak dapat beristirahat dan beraktivitas. Pasien di tangani oleh dokter dan di berikan tindakan berupa, pemasangan cairan infus dan di lakukan pembidaian pada daerah femur sebelah kanan, pada tanggal 21 Oktober 2011 saat penulis melakukan pengkajian pasien mengatakan masih terasa nyeri khususnya saat mengerakan kaki dengan skala nyeri 9.
 Secara teori nyeri disebabkan kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang (Dake. 2012)
Pada riwayat dahulu, pasien mengatakan belum pernah mengalami fraktur atau trauma fisik seperti yang di deritanya sekarang dan belum pernah mengalami penyakit yang memerlukan  perawatan di rumah sakit. Pasien kadang-kadang mengalami pilek, sakit kepala dan sembuh dengan hanya berobat ke Puskesmas.
Secara teoritis, Kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Mardhiya, 2009).
Riwayat penyakit keluarga menurut keterangan pasien dan keluarga bahwa dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang di alami pasien sekarang dan tidak ada dalam keluarga pasien yang menderita penyakit menular seperti TB paru, dan penyakit keturunan lainnya seperti diabetes mellitus.
Secara tiori Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Mardhiya, 2009).
Pada nutrisi, sebelum sakit pasien makan secara teratur 3 kali sehari dengan menu berupa nasi dan lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan dan sesekali makan mie. Selama sakit pola makan pasien terganggu, pasien mampu menghabiskan ½ dari porsi yang disediakan, karena sering timbul nyeri.
Secara teoritis, pasien fraktur femur mengalami ganguan pada pola nutrisi, karena keinginan pasien untuk makan terganggu dengan adanya nyeri yang berat pada daerah fraktur (Mardhiya, 2009)..
Pola eliminasi, sebelum Sakit pasien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi setengah padat, warna kuning. BAK lebih kurang 5-6 kali sehari berwarna kuning dan lancar. Selama sakit pola eliminasi pasien tidak terganggu. Pasien BAB dengan frekuensi BAB 1 kali sehari dengan konsistensi setengah padat, dan di BAB dibantu dengan menggunakan pispot karena pasien tidak bisa beranjak dari tempat tidur. BAK lebih kurang 5-6 kali sehari berwarna kuning dan lancar
Secara teoritis pasien fraktur femur mengalami ganguan pada pola nutrisi, karena keinginan pasien untuk makan terganggu dengan adanya nyeri yang berat pada daerah fraktur (Mardhiya, 2009)..
Pola istirahat, Sebelum sakit, kebutuhan istirahat pasien terpenuhi, pasien tidur sehari semalam 7-8 jam. Selama sakit pola istirahat pasien mengalami gangguan, pasien  hanya bisa tidur malam 4-5 jam dan tidur siang lebih kurang 1 jam karena nyeri dan tidak bisa bergerak.
Secara teoritis, Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Mardhiya, 2009).
Pola aktivitas, sebelum sakit pasien dapat beraktivitas melakukan kegiatannya sehari-hari sebagai petani. Selama sakit aktifitas dan kegiatan pasien terganggu sehingga harus di bantu oleh keluarga dan perawat seperti membantu pasien menyediakan tempat untuk BAB dan BAK, menyeka dan  memberi makan.
Secara teoritis pasien kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri (Ilham, 2008).
Personal hygiene, sebelum sakit pasien dapat merawat dirinya sendiri dalam sehari pasien mandi 2 kali, menyikat gigi 2 kali, menyuci rambut 1 kali dan mengganti baju sehabis mandi, selama sakit personal hygiene semuanya harus di bantu oleh perawat dan keluarga seperti dalam hal mandi, menyikat gigi dan mengganti baju.
Riwayat psikologis, pasien mampu menerima kondisinya yang sekarang dengan tabah dan harapan pasien penyakitnya cepat sembuh dan dapat berkumpul denga keluarga.
Menurut tioritis respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Mardhiya, 2009).
Riwayat spiritual Selama dalam perawatan pasien mampu dapat berinteraksi sosial dengan baik terhadap keluarga maupun keluarga pasien yang lain dan selama di rawat banyak sanak famili yang mengunjungi pasien.
Menurut teoritis untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Mardhiya, 2009)
Pada pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, berat badan sebelum sakit 55 kg, tinggi badan 165 kg, skala nyeri  9 (berat)
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan data: tekanan darah 120/110 mmHg,  suhu 37,5 °C, RR  20  x/m, dan nadi 80 x/m. Pada pemeriksaan Inspeksi didapatkan; kepala bentuk oval, benjolan tidak ada, kebersihan kulit kepala terjaga, bentuk mata agak sipit konjungtiva merah, lingkaran mata hitam, tidak ada sekret, penglihatan jelas, pergerakan mata normal, telinga bentuk simetris, serumen tidak ada, pendengaran baik, hidung: bentuk simetris, tidak ada sekret, tidak ada benjolan, kebersihan terjaga,  Kebersihan mulut terjaga, mukosa mulut kering, gigi tidak lengkap. ekspresi wajah meringis, wajah tampak cemas dan tidak bersemangat, gelisah dan wajah pasien tampak pucat, leher bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, lesi tidak ada, pergerakan normal, dada bentuk simetris, pergerakan dada teratur, abdomen, bentuk simetris, tidak di jumpai lesi, Integumen kulit kering, warna kulit agak hitam dan tidak ada lesi, Ekstremitas bawah: sebelah kanan tidak  bisa digerakkan karena pasien mengalami fraktur femur. Ekstremitas atas,  Pergerakan normal, bisa di gerakkan kesegala arah, terpasang IVFD Dextrose 5 %  dengan 20 tts/menit di tangan sebelah kanan, Genetalia menurut keterangan dari pasien tidak ada kelainan dengan alat genetalianya, Palpasi: turgor kulit jelek, adanya nyeri tekan pada daerah femur sebelah kanan (skala nyeri 9). Perkusi reflek patella sebelah kiri normal. Distensi abdomen tidak ada. Aukultasi, bunyi peristaltik usus menurun, bunyi tetak jantung lub-lub.
Secara teoritis, pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian neuromaskuler dari fraktur anggota gerak menyatakan nyeri pada lokasi fraktur terutama pada saat digerakkan, pembengkakan, pemendekan ekstremitas yang sakit, paralisis (hilangnya daya gerak), angulasi ekstremitas yang sakit, krepitasi (sensi keripik yang ditemukan bila mempalpasi patahan-patahan tulang), spasme otot, parestesia (penurunan sensasi), pucat dan tidak adanya denyut nadi pada  bagian distal pada lokasi fraktur bila alirah darah arteri terganggu oleh fraktur (Mardhiya, 2009).

0 komentar:

Post a Comment