BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
Empat program yang menjadi fokus program 100 hari Depertemen Kesehatan, yaitu peningkatan pembiayaan
kesehatan, untuk memberi jaminan kesehatan masyarakat, peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian
target Milenium Development Goals (MDGs) pengendalian penyakit dan penangulangan masalah kesehatan akibat
bencana dan peningkatan ketersediaan, pemerataan kualitas tenaga kesehatan terutama di
daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan
kepulauan (DTPK)
(Mediacom,
2009).
Menurut Hasil Reskesadas tahuh 2010 Dalam memantau akses
terhadap fasilitas sanitasi layak digunakan indikator penggunaan sarana
pembuangan kotoran (jamban) yang meliputi pemilikan, jenis kloset dan sarana pembuangan
akhir tinja. Dikatakan layak apabila sarana tersebut milik sendiri atau
bersama, kloset jenis leher angsa dan pembuangan akhir tinjanya ke tangki
septik atau SPAL. Dalam Riskesdas 2010, pilihan jawaban
pembuangan akhir tinja dipisah antara tangki septik dan
SPAL, sedangkan
pada Susenas masih digabung (Tangki septik/SPAL). Dari tabel di atas tampak
bahwa akses penduduk atau rumahtangga terhadap fasilitas sanitasi layak
sebesar 55,53 persen, paling tinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (82,83%) dan
terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (25,35%). Menurut kualifikasi daerah,
akses terhadap fasilitas sanitasi layak di perkotaan hampir dua
kali lipat (71,45%) dibandingkan dengan di perdesaan (38,55%). Sedangkan menurut
kuintil pengeluaran rumahtangga, semakin tinggi penghasilan semakin
tinggi pula yang akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak
Upaya penyehatan lingkungan dan perbaikan perumahan merupakan suatu
pencegahan terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat menimbulkan penyakit.
Dari laporan Dinas Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2006 menunjukkan
bahwa jumlah rumah di perkotaan yang memenuhi syarat kesehatan diperkirakan
sebanyak 70,84%, cakupan pengguna jamban sebesar 68.91% dan cakupan penggunaan
SPAL sebanyak 54,76%. Sedangkan di pedesaan jumlah rumah yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 44,19%, cakupan pengguna, jamban sebesar 41,12% dan cakupan
pengguna SPAL sebanyak 42,51 % (Profil Kesehatan NAD, 2006).
Pada tahun 2007 telah dilakukan pemeriksaan rumah sehat di beberapa
Kabupaten /Kota di Propinsi NAD menunjukkan kondisi 42,20% dinyatakan sehat
dari 401.780 rumah yang dilakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan rumah di
seluruh Kabupaten / Kota memiliki rumah sehat di bawah 50 % sedangkan target
dari indikator Indonesia sehat 2010 adalah 80 %. Sedangkan keluarga dengan
kepemilikan sarana sanitasi dasar dari hasil pendataan yang dilakukan oleh
Kabupaten / Kota yaitu ketersediaan air bersih mencapai 64,99% ketersediaan
jamban keluarga 68,54% ketersediaan tempat sampah 52,12% dan tempat pengelolaan
air limbah keluarga 38,36%. Dari data yang ada program sosialisasi terhadap
masyarakat untuk membangun rumah sehat perlu terus dilakukan sehingga
pencegahan terhadap penyakit vektor dapat diperkecil dan penyebab penyakit
lainnya dari lingkungan sekitar rumah, kepemilikan sanitasi dasar yang meliputi
persediaan air bersih, jamban keluarga, tempat sampah dan pengelolaan air
limbah rumah tangga keseluruhan hal tersebut sangat diperlukan di dalam
peningkatan kesehatan lingkungan. (Profil Kesehatan NAD, 2007).
0 komentar:
Post a Comment