This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, 29 May 2013

Mobilisasi Dini Ibu Post Partun Dengan Tindakan Sectio Caesaria



1.  Pengertian
Mobilisasi adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan. Menurut Carpenito (2000) dalam Wirnata (2010), mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah; mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi. Sedangkan Soelaiman, dalam Wirnata (2010) menjelaskan bahwa mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan.
Mobilisasi post sectio caesarea adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan sesarea. Untuk mencegah komplikasi post operasi seksio sesarea ibu harus segera dilakukan mobilisasi sesuai dengan tahapannya. Oleh karena setelah mengalami seksio sesarea, seorang ibu disarankan tidak malas untuk bergerak pasca operasi seksio sesarea, ibu harus mobilisasi cepat. Semakin cepat bergerak itu semakin baik, namun mobilisasi harus tetap dilakukan secara hati-hati (Wirnata, 2010).
Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi pasien yang membaik. Pada pasien post operasi seksio sesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segera menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, kaki dan jari-jarinya agar kerja organ pencernaan segera kembali normal (Kasdu, 2003).

2.  Tujuan Mobilisasi
Menurut Dudes dalam Fitriyahsari (2009) tujuan daripada mobilisasi adalah untuk:
a.    Mempertahankan fungsi tubuh
b.    Memperlancar peredaran darah
c.    Membantu pernafasan menjadi lebih baik
d.   Mempertahankan tonus otot
e.    Memperlancar eliminasi alvi dan urine
f.     Mengembalikan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat kembali normal dan atau    dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
g.    Memberikan kesempatan perawat dan pasien berinteraksi atau berkomunikasi.
Sedangkan menurut Handiyani (2009) Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.

3.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf (Handiyani, 2009).
Potter & Perry (2006) dalam Handiyani (2009) menjelaskan bahwa mobilisasi dipengaruhi oleh Faktor fisiologis yaitu: frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir, tipe penyakit, status kardiopulmonar, status musculo skeletal, pola tidur, keberadaan nyeri, frekuensi aktifitas dan kelainan hasil laboratorium. Faktor emosional yaitu: faktor emosional yang mempengaruhi mobilisasi adalah suasana hati, depresi, cemas, motivasi, ketergantungan zat kimia, dan gambaran diri. Faktor perkembangan yaitu: usia, jenis kelamin, kehamilan, perubahan masa otot karena perubahan perkembangan, perubahan sistem skletal.
Sedangkan menurut Kozier (2000) dalam Fitriahsari (2009) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi antara lain:
a.    Gaya hidup
b.    Proses penyakit atau trauma
c.    Kebudayaan
d.   Tingkat energi
e.    Usia dan tingkat perkembangannya

4.  Manfaat Mobilisasi
Pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan darah, memperbaiki aliran balik vena; pada sistem respiratori meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernafasan, meningkatkan pengembangan diafragma; pada sistem metabolik dapat meningkatkan laju metabolisme basal, meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan mobilitas lambung, meningkatkan produksi panas tubuh; pada sistem muskuloskletal memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendiri, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mungkin meningkatkan masa otot; pada sistem toleransi otot, meningkatkan toleransi, mengurangi kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap stres, perasaan lebih baik, dan berkurangnya penyakit (Potter, Perry, 2006).

gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan Secsio Caesaria di Rumah Sakit Umum Daerah



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dewasa ini semakin banyak dokter dan tenaga medis yang menganjurkan pasien yang baru melahirkan dengan operasi agar segera menggerakkan tubuhnya. Dokter kandungan menganjurkan pasien yang mengalami operasi caesar untuk tidak berdiam diri di tempat tidur tetapi harus menggerakkan badan atau mobilisasi (Kasdu, 2005).
Dalam membantu jalannya penyembuhan ibu pasca seksio caesaria, disarankan untuk melakukan mobilisasi dini. Tetapi, pada ibu yang mengalami seksio caesaria rasanya sulit untuk melaksanakan mobilisasi karena ibu merasa letih dan sakit. Salah satu penyebabnya adalah ketidaktahuan pasien mengenai mobilisasi dini. Untuk itu  diperlukan pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini pasca operasi seksio sesarea sehingga pelaksanaan mobilisasi dini lebih maksimal dilakukan. Sebenarnya ibu yang mengalami seksio caesaria mengerti dalam pelaksanaan mobilisasi dini, namun ibu tidak mengerti apa manfaat dilakukan mobilisasi dini (Surininah, 2004).
Tindakan operasi akan mengakibatkan penurunan gangguan terhadap mobilisasi pasien. Oleh karena itu mobilisasi merupakan kegiatan yang penting pada periode post operasi secsio untuk mencengah komplikasi. Kemampuan pasien untuk bergerak dan berjalan pada post operasi akan menentukan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk member kesempatan pada pergerakan yang maksimal. Bergerak dan beraktifitas diatas tempat tidur membantu mencengah komplikasi pada system pernafasan, kardiovaskuler, mencengah dekubitus, merangsang peristaltic usus dan mengurangi rasa nyeri. (Cuningham, 2006)
Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah seksio sesarea. Banyak keuntungan yang bisa diraih dari latihan di tempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2009).
Mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap yang didikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan (Roper, 2005).
Tanggung jawab atas kesehatan diri sendiri, termasuk juga harus dapat mencapai tingkat kemandirian maksimal, dalam hal ini adalah melakukan mobilisasi yang sesuai dengan kondisi pasien. Mobilisasi dini bermanfaat untuk mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal, maka system saraf, otot dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi dengan baik (Potter., Perry, 2006).
Ibu yang mengalami seksio sesarea dengan adanya luka di perut sehingga harus dirawat dengan baik untuk mencegah kemungkinan timbulnya infeksi. Ibu juga akan membatasi pergerakan tubuhnya karena adanya luka operasi sehingga proses penyembuhan luka dan pengeluaran cairan atau bekuan darah kotor dari rahim ibu ikut terpengaruh (Bobak,L.J, 2006).
Angka kejadian seksio sesaria di Indonesia menurut data survey nasional tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8 %. (Anonymous, 2007). Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 26 Oktober 2009 didapatkan informasi dari sepuluh orang ibu yang bersalin dengan operasi seksio sesarea mengatakan bahwa sangat takut untuk melakukan mobilisasi pasca seksio sesaria. Hal ini disebabkan karena ibu merasa sangat kesakitan saat efek dari anestesi telah hilang sehingga tidak mampu untuk melakukan mobilisasi dini dan khawatir jahitan luka bekas operasi akan meregang atau terbuka, sehingga menyebabkan terjadinya ruam atau lecet pada bagian punggung bagian bawah, kekakuan atau penegangan otot – otot di seluruh tubuh, pusing dan susah bernafas, juga susah buang air besar maupun berkemih serta bengkak pada tungkai kaki.  

Partograf



  1. Pengertian
Partograf merupakan gambaran persalinan yang meliputi semua pencatatan yang berhubungan dengan penatalaksanaannya. Hasil rekaman ini lebih efisien daripada catatan panjang dan memberikan gambaran pictogram terhadap hal-hal yang penting dari persalinan serta tindakan yang segera harus dilakukan terhadap perkembangan persalinan yang abnormal.
Partograf atau partogram adalah metode grafik untuk merekam kejadian-kejadian pada perjalanan persalinan (Farrer, 2001). Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif) yang digunakan pada setiap ibu bersalin tanpa memandang apakah persalinan itu normal atau komplikasi.
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan persalinan, asuhan, pengenalan penyulit dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
a.    Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
b.    Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian, juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama.
Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan partograf dimulai pada pembukaan 4 cm fase aktif. Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu yang bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan itu normal atau dengan komplikasi.

2.    Tujuan Partograf
Menurut Depkes RI jika digunakan secara tepat maka partograf akan membantu penolong persalinan untuk:
a.    Mencatat kemajuan persalinan
b.    Mencatat kondisi ibu dan janinnya
c.    Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
d.   Menggunakan informasi yang tercatat untuk secara dini mengidentifikasi adanya penyulit
e.    Menggunakan informasi yang ada untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu

3.    Aplikasi Partograf
Penggunaan atau aplikasi partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka. Partograf harus digunakan:
a.    Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit. Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan pe­nyulit.
b.    Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
c.    Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran)
Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf akan membantu penolong persalinan untuk:
a.    Mencatat kemajuan persalinan.
b.    Mencatat kondisi ibu dan janinnya.
c.    Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
d.   Menggunakan informasi yang tercatat untuk secara dini mengidentifikasi adanya penyulit.
e.    Menggunakan informasi yang ada untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu (Depkes RI, 2007).
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu:
a.    Denyut jantung janin setiap 1/2 jam.
b.    Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam
c.    Nadi: setiap 1/2 jam.
d.   Pembukaan serviks setiap 4 jam.
e.    Penurunan: setiap 4 jam.
f.     Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam.
g.    Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Nilai suatu partograf meliputi:
a.    Pencatatan yang jelas.
b.    Urutan waktu yang jelas.
c.    Diagnosis suatu kemajuan persalinan yang abnormal.
d.   Memudahkan saat penggantian staf atau gilliran dinas.
e.    Untuk pendidikan.
f.     Untuk penelitian (Saifuddin, dkk, 2005).

Gambaran Pengetahuan Mahasiswa D-III Kebidanan Tingkat II Tentang Cara Pengisian Partograf



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kematian maternal dapat terjadi pada saat pertama pertolongan persalinan. Penyebab utama kematian ibu adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, dan pre eklamsi. Angka kematian maternal dan perinatal yang tinggi ini disebabkan oleh dua hal penting yang memerlukan perhatian khusus yaitu terjadinya partus terlantar atau partus lama dan terlambatnya melakukan rujukan (Manuaba, 2005).
Berdasarkan pengamatan WHO, Angka Kematian Ibu adalah sebesar 500.000 jiwa dan Angka Kematian Bayi sebesar 10.000.000 jiwa setiap tahunnya. Jumlah tersebut sebenarnya masih diragukan karena besar kemungkinan kematian ibu dan bayi yang tidak dilaporkan (Prawirohardjo, 2005).
Sebagian besar penyebab kematian dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam menolong persalinan, seperti penggunaan partograf dalam persalinan yaitu alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat digunakan untuk mendeteksi dini masalah dan penyulit dalam persalinan sehingga dapat sesegera mungkin menatalaksana masalah tersebut atau merujuk ibu dalam kondisi optimal. Instrumen ini merupakan salah satu komponen dari pemantauan dan penatalaksanaan proses persalinan secara lengkap. (Depkes RI, 2007).
Partograf merupakan gambaran persalinan yang meliputi semua pencatatan yang berhubungan dengan penatalaksanaannya. Hasil rekaman ini lebi efisien dari pada catatan panjang dan memberikan gambaran partograf terhadap hal-hal yang penting dari persalinan serta tindakan yang
segera harus dilakukan terhadap perkembangan persalinan yang abnormal
. (Kusmiati, 2009).
Dengan penerapan partograf diharapkan bahwa angka kematian maternal dan perinatal dapat diturunkan dengan bermakna sehingga mampu menunjang sistem kesehatan menuju tingkat kesejahteraan masyarakat. Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan partograf dimulai pada pembukaan 4 cm fase aktif. Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu yang bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan itu normal atau dengan komplikasi. (Aiyura, 2008).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI tahun 2008 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini turun dibandingkan AKI tahun 2002 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi baru Lahir sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2008).