BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Visi Kementerian
Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang
mandiri dan berkeadilan. Sedangkan
misinya adalah meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan
masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya
upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin
ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan; dan menciptakan tata kelola
kepemerintahan yang baik (Depkes RI. 2010).
Dalam memenuhi
kebutuhan air bersih, air tanah merupakan sumber yang paling banyak
dipergunakan dibandingkan dengan sumber air lainnya di daerah pedesaan dan
daerah yang belum terjangkau Perusahaan Air Minum (PDAM), untuk penyediaan
sarana air bersih yang paling banyak dipergunakan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan akan air bersih tersebut adalah sumur gali. Sumur gali merupakan
sarana penyediaan air bersih tradisional yang paling banyak dijumpai di
kalangan masyarakat pedesaan dan perkotaan kondisi sosial ekonomi mereka yang
masih rendah. Pada umumnya sumur gali yang ada di masyarakat untuk menampung
air dengan kedalaman kurang dari 7 meter. (Darpito, 2003).
Untuk meningkatkan kualitas kesehatan
lingkungan masyarakat di harapkan agar
air bersih yang diperoleh dari sarana sumur gali hendaknya dapat memenuhi
syarat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sehingga air bersih tersebut
cukup layak dijadikan air minum. Dengan demikian air minum yang dikonsumsi
masyarakat akan mendukung terciptanya derajat kesehatan masyarakat sebagaimana
yang diharapkan. Untuk mewujudkan air yang memenuhi syarat kesehatan di daerah
pedesaan maka, sumur gali merupakan salah satu sarana penyediaan air bersih
yang bebas dari berbagai sumber pencemaran bila konstruksinya memenuhi syarat.
Untuk kebutuhan sarana sumur gali yang dipergunakan oleh masyarakat berbagai
sumber air bersih maka kondisi fisik sumur gali perlu diperhatikan agar tidak
menimbulkan pencemaran terhadap air sumur. Pengawasan kualitas air minum yang
dikonsumsi oleh masyarakat masih banyak yang belum memenuhi syarat secara
fisik, hal ini dikarenakan konstruksi sumurnya belum sesuai dengan ketentuan
yang dianjurkan (Depkes, RI. 2003).
Dari hasil
Riskesdas 2010 diketahui proporsi rumahtangga yang akses terhadap sumber air
minum terlindung adalah 53,80 persen. Proporsi rumahtangga yang akses
terhadap sumber air minum
terlindung menurut provinsi, kualifikasi daerah dan kuintil pengeluaran
rumahtangga Provinsi Nusa Tenggara Timur (75.47%) dan terendah di Provinsi
Nangroe Aceh (25,98%). Menurut tempat tinggal, akses terhadap sumber air minum
yang layak di perkotaan lebih rendah (41,64%) dibandingkan dengan di perdesaan
(49,13%). Sedangkan menurut kuintil pengeluaran rumahtangga menunjukkan ada kecenderungan
semakin tinggi kuintil pengeluaran rumahtangga semakin rendah proporsi
rumahtangga yang akses terhadap sumber air minum yang layak
(Depkes. RI, 2010).
0 komentar:
Post a Comment