Saturday, 9 February 2013

Gambaran Pengetahuan Bidan Tentang sindroma Gawat Nafas Neonatus (SGNN)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Menurut WHO tahun 2007, setiap tahunnya, sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian balita, sebanyak 38 % meninggal pada masa Bayi baru lahir. Kematian Bayi baru lahir di Indonesia terutama disebabkan oleh prematuritas (32%), asfiksia (30%), infeksi (22%), kelainan kongenital (7%), lain-lain (9%). Upaya-upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan kematian Bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada Bayi baru lahir. Kemampuan dan keterampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan suatu sindrom yang sering ditemukan pada neonatus dan menjadi penyebab morbiditas utama pada berat badan lahir rendah (BBLR), sehingga Sindrom Gawat Nafas Neonatus (SGNN) disebut juga sebagai penyakit membran hialin (PMH) merupakan bagian terbesar dari sindrom gawat nafas pada masa neonatus.
Penyakit membran hialin atau sinrom gawat nafas pada neonatus  umumnya terjadi pada bayi prematur. Angka kejadian PMH pada bayi yang lahir dengan masa gestasi 28 minggu sebesar 60% - 80%, pada usia kelahiran 30 minggu adalah 25 %, sedangkan pada usia kelahiran 32 - 36 minggu sebesar 15 – 30 %, dan pada bayi aterm jarang dijumpai. Di negara maju PMH terjadi pada 0,3-1% kelahiran hidup dan merupakan 15 – 20 % penyebab kematian neonatus, 2,5% di Amerika Serikat diperkirakan 1% dari seluruh kelahiran hidup, yang artinya 4000 bayi mati akibat SGNN setiap tahunnya. 4,5% di Indonesia, dari 950.000 BBLR yang lahir setiap tahun diperkirakan 150.000 bayi di antaranya menderita SGNN, dan sebagian besar berupa PMH.
Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorak abdominal. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah pernafasan cepat (takipnu). Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alergi, infeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature.
Penelitian menunjukkan bahwa, 50% kematiann bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian.
Bidan berperan dalam memberikan asuhan masa nifas untuk dapat memastikan ibu merasa nyaman dalam menjalani peran barunya dan selalu memberikan dukungan dalam proses adaptasi yang dilalui ibu. Seorang bidan harus bersikap ramah, tanggap dan sabar dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik untuk klienya. Asuhan masa nifas normal merupakan wewenang dan tanggung jawab bidan untuk melaksanakan kompetensi dan ketrampilan memberikan asuhan yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan merupakan upaya strategi dalam pencapaian penurunan angka kematian bayi, salah satunya dengan kegiatan pelatihan program neonatal pada tingkat desa sampai rumah sakit. Angka kejadian dan angka kematian BBLR akibat komplikasi seperti Asfiksia, Infeksi, Hipotermia, Hiperbilirubinemia masih tinggi, diharapkan Bidan terutama Bidan di Desa sebagai ujung tombak pelayanan yang mungkin menjumpai kasus. BBLR memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai sesuai dengan kompetensi dan fasilitas yang tersedia. Bidan dan perawat yang terampil dan kompeten dalam manajemen BBLR diharapkan dapat menangani kasus BBLR dengan baik dan benar, serta dapat menyebarkan pengetahuannya kepada keluarga mengenai penanganan BBLR menggunakan cara yang mudah dan sederhana..

0 komentar:

Post a Comment