A. Konsep Ketuban Pecah Dini
Ketuban
dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban
pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis yang
meningkatkan morbiditas dan mortilitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebabkan
oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya takanan intrauterin
atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Penanganan ketuban
pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi; adanya infeksi pada koplikasi
ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan (Saifuddin, 2006).
Diagnosis
membutuhkan melihat cairan amnion keluar dari serviks atau di dalam vagina,
melakukan uji-coba reaksi pH basa (nitrazin positif), dan uji coba gambaran
daun pakis (ferning). Ini harus dilaksanakan pada waktu melakukan pemeriksaan
vagina dengan spekulum steril. Pada waktu pemeriksaan pertama ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur
serviks terhadap streptokokus beta grup B, klamedia, dan gonore (pada populasi
tertentu), memastikan tidak ada penumbungan tali pusat, dan mengetahui
penipisan dan pembukaan serviks. Terjadinya infeksi kemudian mempunyai korelasi
tinggi dengan jarak waktu (dalam jam) dari periksa dalam pertama. Oleh sebab
itu periksa dalam harus dihindari kecuali pasien jelas berada dalam persalinan
atau telah ada keputusan untuk melahirkan. Pemeriksaan ultrasonografi berguna
untuk menentukan usia kehamilan, berat janin, volume cairan ketuban, letak
janin, adanya kehamilan ganda, dan sembarang malformasi janin. Jika diagosis
KPD disangsikan, pemasukan 35 mL larutan oftalmologik flouresents steril, yang
diikuti dengan inspeksi ke dalam vagina di bawah sinar iluminasi gelap untuk
menyaksikan ciri khas gambaran fluoresens, biasanya akan menjelaskan masalah (Rayburn, 2005).
Tanda-tanda
dari ketuban pecah dini adalah Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina
setelah kehamilan berusia 22 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi
sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi
pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm
(Manuaba, 2006)
1. Penilaian klinik
Menurut Saifuddin, 2006 penilaian klinik ketuban pecah dini
adalah
a. Tentukan
pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina,
jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah janin atau
meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan tes lakmus (Nitrazin test)
merah menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia
kehamilan, kelainan janin.
b. Tentukan
usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
c. Tentukan
ada tidaknya infeksi, tanda-tanda infeksi : bila suhu ibu ≥38◦c, air ketuban
yang keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA (Lekosit
Esterase) Lekosit darah > 15.000/mm. Janin yang mengalami takhikardi,
mungkin mengalami infeksi intrauterin.
d. Tentukan
tanda-tanda in partu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa dalam
dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara
lain untuk menilai skor pelvik.(Saifuddin, 2006)
Sedangkan
menurut Manuaba (2006) Tanda ketuban pecah dini adalah
a. Keluarnya
cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu.
b. Ketuban
dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung
c. Pecahnya
selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37
minggu maupun kehamilan aterm
2.
Penanganan
Menurut Manuaba, 2006 penanganan ketuban pecah dini
adalah sebagai berikut:
-
Konfirmasi usia
kehamilan, kalau ada dengan USG
-
Lakukan pemeriksaan
inspekulo (dengan spekulum DTT) untuk
menilai cairan yang keluar (jimlah, warna, bau) dan membedakannya dengan
urin.
-
Jika ibu mengeluh
perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 22 minggu), jangan lakukan pemeriksaan
dalam secara digital
-
Tentukan ada tidaknya
infeksi
-
Tentukan tanda-tanda
inpartu
Penanganan Khusus
Konfirmasi
Diagnosis
-
Bau cairan ketuban yang
khas
-
Jika keluarnyacairan
ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian.
-
Dengan spekulum DTT,
lakukan pemerikan inspekulo. Nilai apakah cairan keluar melalui ostium uteri
atau terkumpul di forniks posterior.
Jika memungkinkan, lakukan :
-
Tes Lakmus (tes
nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya
cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghsilkan tes yang
positif palsu.
-
Tes Pakis, dengan
meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis (Manuaba,
2006)
Sedangkan menurut Rayburn,
(2005) penanganan ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
-
Para dokter spesialis obstetri
perlu mempertimbangkan risiko relatif prematuritas dan infeksi. Resiko ini bisa
bervariasi pula menurut usia kehamilan. Bilamana mungkin, data setempat harus
juga diperhatikan dalam membina sebuah protokol penanganan suatu institusi.
Diskusi dengan para staf neonatus penting dan mendorong rujukan ibu ke pusat
perawatan tingkat tiga jika diantisipasi akan terjadi sepsis pada bayi
prematur. Namun adalah patut tetap sadar akan prinsip-prinsip umum tertentu.
-
Menetapkan tanggal sangat sukar
setelah terjadi KPD. Oligohidromnion yang terjadi menekan tinggi fundus uteri
dan mengganggu evaluasi ultrasonografi. Diamete bipariental dan lingkar perut
bisa jadi lebih kecil secara palsu, tetapi pengukuran panjang femur biasanya
relatif masih dapat dipercaya.
-
Status janin yang tidak menyenangkan, terutama akibat tekanan tali
pusat, jauh lebih sering terjadi daripada persalinan prematur idiopatik. Hal
ini terutama benar jika ada kesalahan letak
anak (letak bokong, letak lintang dorsosuperior). Pada penderita yang
janinnya tedlah mencapai usia kehamilan yang potensial untuk hidup, evaluasi
pertama harus meliputi monitoring janin secara elektronik yang lama.
Selanjutnya, wanita hamil itu diperintahkan mencatat gerakan janin harian,
karena kegiatan janin tidak tergangguan oleh KPD. Uji-coba nonstres lama dan
profil biofisik janin harus dilakukan pada interval 24-48 jam.
-
Banyak kasus KPD preterm,
sebagaimana juga sepertiga kasus kelahiran prematur idiopatik, bisa jadi
disebabkan oleh infeksi intraamnion subklinik. Produk asli tuan rumah (sitokin)
yang dikeluarkan sebagai respon terhadap infeksi bisa juga didapat di dalam
cairan amnion pasien-pasien ini. Sitokin-sitokin ini, meliputi interleukin-1,
interleukin-6, interleukin-8, dan faktor nekrosis tumor (cachetin) adalah hasil
sekresi aktivasi makrofag.
-
Diperlukan penyelidikan untuk
mendeteksi infeksi intraamnion yang potensial. Suhu tubuh ibu harus sering
diukur setiap hari. Adanya kenaikan hitung lekosit bisa melengkapi keterangan
yang memperkuat adanya kenaikan hitung lekosit bisa melengkapi keterangan yang
memperkuat adanya infeksi klinik yang diduga, tetapi telah berulang kali
diperlihatkan bahwa tidaklah boleh memberikan nilai ramalan yang berlebihan
daripada tanda-tanda klinis yang ada. Oleh sebab itu pemantauan dengan melakukan
hitung darah harian tampaknya tidak dibenarkan. Walaupun tidak biasanya
disuruh, uji-coba C-reaktif protein bisa melengkapi keterangan laboratorium
lebih lanjut tentang infeksi dengan adanya kenaikan hitung lekosit.
Amniosentesis untuk pewarnaan Gram, kultur, dan sensitivitas bisa dikerjakan
pada kira-kira 50-60% wanita dengan KPD. Adanya bakteri pada pewarnaan Gram dari cairan amnion (atau kultur positif
pada pemeriksaaan selanjutnya) disertai oleh tanda klinik infeksi ibu atau
neonatus pada 50-60% pasien. Para penyelidik lain melaporkan bahwa pengurangan
volume cairan ketuban yang berketerusan, uji-coba non-stres yang nonreaktif,
dan profil biofisik yang abnormal mempunyai nilai ramalan yang sebanding atau
lebih baik akan adanya infeksi dalam populasi ini.
-
Penderita KPD seringkali
memperlihatkan kematangan paru janin pada usia kehamilan yang relatif lebih
muda. Jika dapat diperoleh cairan ketuban yang keluar di dalam vagina, rasio
lesitin/spingomielin sangat serupa dengan yang diperoleh langsung melalui vagina
tidak bisa didapatkan pada amniosentesis. Bila cairan yang keluar melalui
vagina tidak bisa di dapatkan, haruslah dipikirkan melakukan amnionsentesis
jika sesuai dengan keadaan klinik.
-
Umumnya penelitian yang
dilakukan secara acak memperlihatkan sedikit sekali atau tidak ada faedah terapi tokolitik
intravena pada kehamilan yang berkomplikasi KPD. Sekalipun dianggap
kontroversial, umumnya para pakar obstetri menganjurkan pemakaian
kortikostreoid pada keadaan ini untuk mempercepat pematangan paru janin (Rayburn,
2005)
3.
Saat terjadinya ketuban pecah dini
a. Pada Waktu Aterm
Sembilan puluh persen pasien dengan
KPD akan memasuki partus spontan dalam masa 24 jam dan tidak banyak menimbulkan
problem penanganan. Beberapa penelitian memperlihatkan kenaikan kematian
perinatal dan infeksi dengan streptokokus group B bila masa laten melewati 24 jam. Kami mengikuti kebijaksanaan memulai
induksi atau mempercepat partus selagi masih berada dalam masa antar waktu ini.
Sebaliknya, mencoba dengan agresif melakukan induksi pada gravida yang
serviknya masih panjang dan tertutup (nilai Bishop tidak baik) biasanya akan
disertai oleh kenaikan persalinan operatif. Oleh sebab itu, diperlukan
penanganan ekspektatif atau mempergunakan produk prostaglandin E, intravagina, dengan
tetap berhati-hari mengevaluasi infeksi dan FHR (Fetal Heart Rates) yang
abnormal.
b. Minggu ke 34-37
Pada kelompok pasien ini, risiko
penyakit selaput hialin (hyaline membarane disease) pada neonatus sangat kecil
bila partus terjadi setelah 16 jam atau lebih sejak ketuban pecah. Pada banyak
kesempatan kami melakukan induksi dengan oksitosin untuk mengupayakan
pengakhiran kehamilan segera setelah
masa 24 jam. Bila nilai Bishop sangat tidak baik, penanganan konservatif
dapat diterima.
c. Minggu ke 24-33
Pada subpopulasi ini risiko
ketidakmatangan paru lebih besar daripada risiko infeksi. Kepada mereka berlaku
penanganan konservatif sebagaimana digariskan di atas. Kepada pasien
diberitahukan bahwa sekalipun dengan terapi konservatif, kira-kira 50% penderita
akan partus dalam masa 24 jam dan 75% dalam masa 5 hari.
d. Sebelum 24 Minggu
Kepada sembarang pasien dengan KPD
pada kehamilan di bawah 24 minggu harus diberi keterangan bahwa kemungkinan
pulang dari rumah sakit dengan membawa pulang anak yang hidup sangat kecil,
mungkin sebesar 25%. Banyak dari bayi ini akan menderita hipoplasi paru-paru
dan/atau deformitas ortopoli, meninggal dalam kandungan, atau lahir pada usia
kehamilan ibu yang sangat muda. Selain itu, bayi yang hidup dengan berat badan
750 gram atau kurang adalah berisiko tinggi untuk mengalami kerusakan
pertumbuhan atau kurang adalah berisiko tinggi untuk terminasi kehamilan harus
didiskusikan tentunya. Pasien bisa memilih terapi konservatif dengan harapan
janin akan bertumbuh dan matur meskipun mempunyai nasib yang tidak baik
(Rayburn, 2005
0 komentar:
Post a Comment