Monday, 21 January 2013

KETUBAN PECAH DINI



A. Konsep Ketuban Pecah Dini
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortilitas perinatal, dan menyebabkan  infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya takanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi; adanya infeksi pada koplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan (Saifuddin, 2006).
Diagnosis membutuhkan melihat cairan amnion keluar dari serviks atau di dalam vagina, melakukan uji-coba reaksi pH basa (nitrazin positif), dan uji coba gambaran daun pakis (ferning). Ini harus dilaksanakan pada waktu melakukan pemeriksaan vagina dengan spekulum steril. Pada waktu pemeriksaan  pertama ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur serviks terhadap streptokokus beta grup B, klamedia, dan gonore (pada populasi tertentu), memastikan tidak ada penumbungan tali pusat, dan mengetahui penipisan dan pembukaan serviks. Terjadinya infeksi kemudian mempunyai korelasi tinggi dengan jarak waktu (dalam jam) dari periksa dalam pertama. Oleh sebab itu periksa dalam harus dihindari kecuali pasien jelas berada dalam persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan. Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menentukan usia kehamilan, berat janin, volume cairan ketuban, letak janin, adanya kehamilan ganda, dan sembarang malformasi janin. Jika diagosis KPD disangsikan, pemasukan 35 mL larutan oftalmologik flouresents steril, yang diikuti dengan inspeksi ke dalam vagina di bawah sinar iluminasi gelap untuk menyaksikan ciri khas gambaran fluoresens, biasanya akan menjelaskan masalah (Rayburn, 2005).
Tanda-tanda dari ketuban pecah dini adalah Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Manuaba, 2006)
1. Penilaian klinik
Menurut Saifuddin, 2006 penilaian klinik ketuban pecah dini adalah
a.    Tentukan pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin.
b.    Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
c.    Tentukan ada tidaknya infeksi, tanda-tanda infeksi : bila suhu ibu ≥38◦c, air ketuban yang keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA (Lekosit Esterase) Lekosit darah > 15.000/mm. Janin yang mengalami takhikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.
d.   Tentukan tanda-tanda in partu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik.(Saifuddin, 2006)
Sedangkan menurut Manuaba (2006) Tanda ketuban pecah dini adalah
a.    Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu.
b.    Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung
c.    Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm
       2. Penanganan
Menurut Manuaba, 2006 penanganan ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
-       Konfirmasi usia kehamilan, kalau ada dengan USG
-       Lakukan pemeriksaan inspekulo (dengan spekulum DTT) untuk  menilai cairan yang keluar (jimlah, warna, bau) dan membedakannya dengan urin.
-       Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 22 minggu), jangan lakukan pemeriksaan dalam secara digital
-       Tentukan ada tidaknya infeksi
-       Tentukan tanda-tanda inpartu
            Penanganan Khusus
Konfirmasi Diagnosis
-       Bau cairan ketuban yang khas
-       Jika keluarnyacairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian.
-       Dengan spekulum DTT, lakukan pemerikan inspekulo. Nilai apakah cairan keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior.
Jika memungkinkan, lakukan :
-        Tes Lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghsilkan tes yang positif palsu.
-        Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis (Manuaba, 2006)
Sedangkan menurut Rayburn, (2005) penanganan ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
-       Para dokter spesialis obstetri perlu mempertimbangkan risiko relatif prematuritas dan infeksi. Resiko ini bisa bervariasi pula menurut usia kehamilan. Bilamana mungkin, data setempat harus juga diperhatikan dalam membina sebuah protokol penanganan suatu institusi. Diskusi dengan para staf neonatus penting dan mendorong rujukan ibu ke pusat perawatan tingkat tiga jika diantisipasi akan terjadi sepsis pada bayi prematur. Namun adalah patut tetap sadar akan prinsip-prinsip umum tertentu.
-       Menetapkan tanggal sangat sukar setelah terjadi KPD. Oligohidromnion yang terjadi menekan tinggi fundus uteri dan mengganggu evaluasi ultrasonografi. Diamete bipariental dan lingkar perut bisa jadi lebih kecil secara palsu, tetapi pengukuran panjang femur biasanya relatif masih dapat dipercaya.
-       Status janin yang tidak  menyenangkan, terutama akibat tekanan tali pusat, jauh lebih sering terjadi daripada persalinan prematur idiopatik. Hal ini terutama benar jika ada kesalahan letak  anak (letak bokong, letak lintang dorsosuperior). Pada penderita yang janinnya tedlah mencapai usia kehamilan yang potensial untuk hidup, evaluasi pertama harus meliputi monitoring janin secara elektronik yang lama. Selanjutnya, wanita hamil itu diperintahkan mencatat gerakan janin harian, karena kegiatan janin tidak tergangguan oleh KPD. Uji-coba nonstres lama dan profil biofisik janin harus dilakukan pada interval 24-48 jam.
-       Banyak kasus KPD preterm, sebagaimana juga sepertiga kasus kelahiran prematur idiopatik, bisa jadi disebabkan oleh infeksi intraamnion subklinik. Produk asli tuan rumah (sitokin) yang dikeluarkan sebagai respon terhadap infeksi bisa juga didapat di dalam cairan amnion pasien-pasien ini. Sitokin-sitokin ini, meliputi interleukin-1, interleukin-6, interleukin-8, dan faktor nekrosis tumor (cachetin) adalah hasil sekresi aktivasi makrofag.
-       Diperlukan penyelidikan untuk mendeteksi infeksi intraamnion yang potensial. Suhu tubuh ibu harus sering diukur setiap hari. Adanya kenaikan hitung lekosit bisa melengkapi keterangan yang memperkuat adanya kenaikan hitung lekosit bisa melengkapi keterangan yang memperkuat adanya infeksi klinik yang diduga, tetapi telah berulang kali diperlihatkan bahwa tidaklah boleh memberikan nilai ramalan yang berlebihan daripada tanda-tanda klinis yang ada. Oleh sebab itu pemantauan dengan melakukan hitung darah harian tampaknya tidak dibenarkan. Walaupun tidak biasanya disuruh, uji-coba C-reaktif protein bisa melengkapi keterangan laboratorium lebih lanjut tentang infeksi dengan adanya kenaikan hitung lekosit. Amniosentesis untuk pewarnaan Gram, kultur, dan sensitivitas bisa dikerjakan pada kira-kira 50-60% wanita dengan KPD. Adanya bakteri pada pewarnaan  Gram dari cairan amnion (atau kultur positif pada pemeriksaaan selanjutnya) disertai oleh tanda klinik infeksi ibu atau neonatus pada 50-60% pasien. Para penyelidik lain melaporkan bahwa pengurangan volume cairan ketuban yang berketerusan, uji-coba non-stres yang nonreaktif, dan profil biofisik yang abnormal mempunyai nilai ramalan yang sebanding atau lebih baik akan adanya infeksi dalam populasi ini.
-       Penderita KPD seringkali memperlihatkan kematangan paru janin pada usia kehamilan yang relatif lebih muda. Jika dapat diperoleh cairan ketuban yang keluar di dalam vagina, rasio lesitin/spingomielin sangat serupa dengan yang diperoleh langsung melalui vagina tidak bisa didapatkan pada amniosentesis. Bila cairan yang keluar melalui vagina tidak bisa di dapatkan, haruslah dipikirkan melakukan amnionsentesis jika sesuai dengan keadaan klinik.
-       Umumnya penelitian yang dilakukan secara acak memperlihatkan sedikit sekali  atau tidak ada faedah terapi tokolitik intravena pada kehamilan yang berkomplikasi KPD. Sekalipun dianggap kontroversial, umumnya para pakar obstetri menganjurkan pemakaian kortikostreoid pada keadaan ini untuk mempercepat pematangan paru janin (Rayburn, 2005)

     3. Saat terjadinya ketuban pecah dini
a. Pada Waktu Aterm
Sembilan puluh persen pasien dengan KPD akan memasuki partus spontan dalam masa 24 jam dan tidak banyak menimbulkan problem penanganan. Beberapa penelitian memperlihatkan kenaikan kematian perinatal dan infeksi dengan streptokokus group B bila masa laten melewati  24 jam. Kami mengikuti kebijaksanaan memulai induksi atau mempercepat partus selagi masih berada dalam masa antar waktu ini. Sebaliknya, mencoba dengan agresif melakukan induksi pada gravida yang serviknya masih panjang dan tertutup (nilai Bishop tidak baik) biasanya akan disertai oleh kenaikan persalinan operatif. Oleh sebab itu, diperlukan penanganan ekspektatif atau mempergunakan produk prostaglandin E, intravagina, dengan tetap berhati-hari mengevaluasi infeksi dan FHR (Fetal Heart Rates) yang abnormal.
b. Minggu ke 34-37
Pada kelompok pasien ini, risiko penyakit selaput hialin (hyaline membarane disease) pada neonatus sangat kecil bila partus terjadi setelah 16 jam atau lebih sejak ketuban pecah. Pada banyak kesempatan kami melakukan induksi dengan oksitosin untuk mengupayakan pengakhiran kehamilan segera setelah  masa 24 jam. Bila nilai Bishop sangat tidak baik, penanganan konservatif dapat diterima.
c. Minggu ke 24-33
Pada subpopulasi ini risiko ketidakmatangan paru lebih besar daripada risiko infeksi. Kepada mereka berlaku penanganan konservatif sebagaimana digariskan di atas. Kepada pasien diberitahukan bahwa sekalipun dengan terapi konservatif, kira-kira 50% penderita akan partus dalam masa 24 jam dan 75% dalam masa 5 hari.
d. Sebelum 24 Minggu
Kepada sembarang pasien dengan KPD pada kehamilan di bawah 24 minggu harus diberi keterangan bahwa kemungkinan pulang dari rumah sakit dengan membawa pulang anak yang hidup sangat kecil, mungkin sebesar 25%. Banyak dari bayi ini akan menderita hipoplasi paru-paru dan/atau deformitas ortopoli, meninggal dalam kandungan, atau lahir pada usia kehamilan ibu yang sangat muda. Selain itu, bayi yang hidup dengan berat badan 750 gram atau kurang adalah berisiko tinggi untuk mengalami kerusakan pertumbuhan atau kurang adalah berisiko tinggi untuk terminasi kehamilan harus didiskusikan tentunya. Pasien bisa memilih terapi konservatif dengan harapan janin akan bertumbuh dan matur meskipun mempunyai nasib yang tidak baik (Rayburn, 2005

0 komentar:

Post a Comment