BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor : 36 Tahun 2009 yang dimaksud dengan Kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Defenisi sehat ini berlaku bagi perorangan
maupun penduduk (masyarakat).
Pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis. Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat
factor, yaitu : lingkungan, perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian
yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi
kehidupan manusia dengan cirri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu
menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi
kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima
dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama dengan orang lain.
(Buku pedoman pelayanan kesehatan Jiwa
Komunitas)
Gangguan jiwa
dan perilaku, menurut The World Health Report 2001, dialami kira-kira 25 % dari seluruh penduduk pada suatu masa
dari hidupnya dan lebih dari 40 % diantaranya di diagnosis secara tidak tepat
sehingga menghabiskan biaya untuk pemeriksaan laboratorium dan pengobatan yang
tidak tepat. Gangguan jiwa dan perilaku
dialami suatu ketika oleh kira-kira 10 % populasi orang dewasa. Dalam laporan itu dikutip juga penelitian
yang menemukan bahwa 24 % dari pasien yang mengunjungi dokter pada pelayanan
kesehatan dasar ternyata mengalami gangguan jiwa. Enam puluh Sembilan persen (69 %) dari
pasien tersebut dating dengan keluhan-keluhan fisik dan banyak diantaranya
ternyata tidak ditemukan gangguan fisiknya.
Indonesia telah menghadapi berbagai
transformasi dan transisi di berbagai bidang yang mengakibatkan terjadinya
perubahan gaya hidup, pola perilaku dan tata nilai kehidupan.
Dalam bidang kesehatan terjadi transisi
epidemiologis di masyarakat dari kelompok penyakit menular ke kelompok penyakit
menular termasuk berbagai jenis gangguan akibat perilaku manusia dan gangguan
jiwa.
Hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 1995 yang dilakukan oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI dengan menggunakan rancangan
sampel dari Susenas-BPS (Badan Pusat Statistik) terhadap 65.664 rumah tangga,
menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga adalah
sebagai berikut :
-
Gangguan Mental
Emosional (15 tahun atau lebih à 140/1000).
-
Gangguan Mental
Emosional ( 5 – 14 tahun à 104/1000).
Hasil Survey
Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) oleh Bahar dkk, pada Tahun 1995 yang
dilakukan pada penduduk di 11 kota di Indonesia, menunjukan bahwa 185/1000
penduduk rumah tangga dewasa menunjukan gejala gangguan kesehatan jiwa. Prevalensi di atas 100 per 1000 anggota rumah
tangga dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat
perhatian (priority public health problem).
Dari aspek kesejahteraan social dan
kualitas hidup masyarakat, status kesehatan jiwa dapat ditinjau dengan
menggunakan indicator Human Development Index (HDI) yang diterbitkan oleh
United Nation Development Program (UNDP).
Pada Tahun 1999, Indonesia berada pada peringkat ke 105 diantara 180
negara di dunia. Tahun 2000, turun jadi
180 dan Tahun 2002 posisi Indonesia berada pada peringkat 112.
Masalah kesehatan jiwa tidak
menyebabkan kematian secara langsung, namun akan menyebabkan penderitaan
berkepanjangan baik bagi individu, keluarga, masyarakat dan negara karena
penderitanya menjadi tidak produktif dan bergantung pada orang lain. Dari hasil penelitian WHO bekerjasama dengan
World Bank Tahun 1996 beban akibat gangguan kesehatan jiwa dan gangguan
penyalah gunaan zat yang diukur dengan DALY”s (Disability Adjusted Life Year’s)
adalah 12,3 %. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan angka gangguan kardiovaskuler, kanker dan tuberculosis
paru.
Dari hasil
penelitian Tahun 2002 di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam (daerah konflik) di
20 Puskesmas dari 10 kabupaten/kota terhadap pasien yang pertama kali dating
berobat, ternyata ditemukan 51,10 %
mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Masalah
kesehatan jiwa juga menimbulkan dampak sosial antara lain meningkatnya angka
kekerasan, kriminalitas, bunuh diri, penganiayaan anak, perceraian, kenakalan
remaja, penyalah gunaan zat, HIV/AIDS, perjudian, pengangguran dan
lain-lain. Oleh karena itu masalah
kesehatan jiwa perlu ditangani secara serius.
Gangguan jiwa
dalam pandangan masyarakat masih identik dengan psikotik (gila) sementara
kelompok gangguan jiwa lain yang lebih ringan kurang dikenal seperti ansietas,
depresi dan gangguan jiwa yang tampil dalam bentuk berbagai keluhan fisik. Kelompok gangguan jiwa inilah yang banyak
ditemukan di masyarakat. Mereka ini akan
dating ke pelayanan kesehatan umum dengan keluhan fisik, sehingga petugas
kesehatan seringkali terfokus pada keluhan fisik, melakukan berbagai
pemeriksaan dan memberikan berbagai jenis obat untuk mengatasinya. Masalah kesehatan jiwa yang melatarbelakangi
keluhan fisik tersebut sering kali terabaikan, sehingga pengobatan menjadi
tidak efektif.
Program
kesehatan jiwa di Indonesia bermula dari program pelayanan pasien gangguan jiwa
berat (psikosis) di dalam RSJ yang hanya berupa pelayanan kuratif dengan rawat
inap yang masih bersifat custodial, tertutup dan isolatif. Pada saat itu upaya kuratif masih sangat
terbatas, belum ada obat psikotropik.
Terapi lain seperti psikoterapi, terapi okupasi dan terapi lain untuk
rehabilitative pasien juga belum berkembang.
Pada umumnya pasien tinggal di RSJ untuk selamanya sampai meninggal.
Untuk mengatasi masalah kesehatan
jiwa tersebut dapat dilakukan upaya pencegahan baik mencegah agar tidak terjadi
maupun mencegah agar tidak berkembang menjadi lebih buruk. Pelayanan kesehatan jiwa di masa lalu
bersifat spesialistik dan dikembangkan untuk RSJ maupun RSU. Sedangkan yangbersifat umum dilakukan
Puskesmas. RSJ dijadikan pusat rujukan dan
pembinaan pelayanan kesehatan jiwa agar pelayanan kesehatan jiwa dapat diselenggarakan
secara komprehensif.
Pelayanan kesehatan jiwa dewasa ini mengalami
perubahan fundamental, dari pelayanan kesehatan jiwa dengan perawatan tertutup
menjadi terbuka. Dalam penanganan
gangguan jiwa, pendekatan klinis-individual beralih ke produktif-sosial sesuai
dengan berkembangnya konsep kesehatan jiwa komunitas.(Buku Pelayanan Kesehatan Jiwa Dasar Di Puskesmsa )
1.2. Tujuan.
Tujuan umum adalah
:
Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam
upaya penanggulangan dan pelayanan kesehatan jiwa.
Tujuan Khusus adalah :
1. Meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan jiwa.
2. Meningkatkan
pengetahuan petugas kesehatan tentang masalah kesehatan jiwa.
3. Meningkatkan
kemampuan petugas kesehatan dan petugas terkait lainnya dalam menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan jiwa.
4. Mendorong
terwujudnya pengembangan berbagai model pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan
kondisi dan situasi setempat.
1.3. Manfaat.
a. Manfaat
teoritis
Dapat memperkaya literature/kepustakaan ilmu
pengetahuan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat, khususnya yang berhubungan
dengan masalah kesehatan jiwa.
b. Manfaat
praktis
Sebagai sumber data untuk pengambilan kebijakan dan
bahan pertimbangan dalam menetapkan program-program kesehatan jiwa.
BAB II
KESEHATAN JIWA
2.1. Defenisi
Kesehatan Jiwa.
Kesehatan jiwa adalah Bagian dari
kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi
pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat serta mampu menangani tantangan
hidup.
Secara medis, kesehatan jiwa adalah
suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional
yang optimal dari seseorang.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian
yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi
kehidupan manusia dengan cirri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu
menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi
kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima
dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama dengan orang lain.
(Buku pedoman pelayanan kesehatan Jiwa
Komunitas)
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal
dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. (Buku pedoman pelayanan kesehatan Jiwa
Di LP & Rumah Tahanan )
Seseorang dikatakan terkena
gangguan jiwa apabila tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam
kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di sekolah/kampus, ditempat kerja dan
di lingkungan sosialnya.
2.2. Ruang Lingkup Kesehatan Jiwa.
A. Masalah perkembangan manusia
yang harmonis dan peningkatan kualitas hidup. Yaitu masalah kesehatan jiwa yang
berkaitan dengan siklus kehidupan.
B. Masalah psikososial yaitu setiap
perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial
yang mempunyai pengaruh timbale balik dan dianggap berpotensi cukup besar
sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau gangguan kesehatan)
secara nyata atau sebaliknya.
C. Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan
pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan
dalam melaksanakan peran sosial.
2.3. Ganguan Jiwa Yang Sering Ditemukan.
1. Gangguan Cemas (Anxietas).
Rasa cemas yang berlebihan dan tak
masuk akal, misalnya cemas akan terjadi sesuatu yang tak menyenangkan, padahal
tidak ada yang perlu dicemaskan.
Selain gejala diatas terdapat pula gejala
kecemasan atau ketegangan yang bersifat ganda
:
-
Ketegangan mental.
Cemas, bingung, rasa tegang atau
gugup, sulit memusatkan perhatian.
-
Ketegangan fisik.
Gelisah, sakit kepala, gemetaran,
tidak bias santai.
-
Gejala Fisik.
Pusing, berkeringat, denyut jantung
cepat atau keras, mulut kering dan nyeri perut.
Gejala dapat berlangsung
berbulan-bulan, sering muncul kembali.
Gangguan cemas dapat disembuhkan.
2. Depresi.
Gangguan depresi adalah perasaan
sedih dan tertekan yang menetap.
Perasaan tertekan sedemikian beratnya sehingga yang bersangkutan tak
dapat melaksanakan fungsi sehari-hari sebagai orang tua, pasangan hidup,
pegawai, pelajar, ibu rumah tangga, pedagang dan lain-lain. Ia merasa putus asa dan tak ada lagi
kenikmatan untuk melakukan kegiatan yang biasa dia lakukan.
Keluarga atau kerabat seringkali
tidak menyadari adanya depresi, dan menyuruh orang tersebut untuk melawan
perasaannya, dimana hal ini hanya akan memperburuk keadaannya. Kadang-kadang depresi juga tampil dalam bentuk
keluhan fisik yang beragam, sehingga orang juga dihadapkan pada pemeriksaan
fisik yang bermacam ragam walaupun akhirnya tidak ditemukan kelainan pada organ
tubuh.
Seorang yang menderita depresi akan
mengalami gejala-gejala, baik fisik maupun mental emosional. Berikut ini gejala depresi yang membutuhkan
pertolongan :
a. Suasana
Perasaan.
Merasa sedih, murung, kehilangan
minat dan rasa senang terhadap pekerjaan yang biasa dia lakukan. Mereka sering pula merasa mudah tersinggung,
mengalami rasa cemas dan panik bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
b. Pikiran.
Isi pikiran biasanya tentang
kegagalan dan kesalahan. Orang tersebut
cenderung menyalahkan diri sendiri terhadap kegagalan yang terjadi. Ia sulit memusatkan perhatian dan daya ingat
menjadi terganggu. Kadang-kadang timbul
pikiran ingin mati.
c. Keluhan
Fisik.
Rasa lelah berkepanjangan, gangguan
tidur (sulit tidur, atau terlalu banyak tidur), gangguan makan (tidak nafsu
makan atau banyak makan), kehilangan minat seksual, rasa sakit dan nyeri di
leher dan punggung, sakit kepala, nyeri di dada dan keluhan di perut serta
keluhan fisik lainnya dari ujung rambut ke ujung kaki. Beberapa orang yang mengalami depresi, hanya
mengeluh gangguan fisik dan menolak adanya masalah emosional atau depresi. Orang ini disebut menderita depresi
terselubung, depresinya tertutup oleh keluhan fisik.
d. Kegiatan
(Aktivitas).
Biasanya orang yang mengalami
depresi kegiatannya menjadi menurun, ia hanya ingin berbaring di tempat tidur
sepanjang hari atau ia menarik diri dari pergaulan. Dalam keadaan ini kadang-kadang ada usaha
untuk bunuh diri.
e. Khusus
Untuk Anak Dan Remaja.
Depresi sering muncul dalam bentuk
gangguan tingkah laku, misalnya menantang, kebut-kebutan, berkelahi atau
tingkah laku mencederai diri sendiri.
Bila mengalami salah satu dari gejala
tersebut diatas atau kesedihan yang tidak kunjung hilang, mungkin tidak hanya
mengalami kesedihan biasa, tapi sudah mengalami depresi yang membutuhkan
pertolongan.
3. Keluhan Fisik Yang Beragam.
a). Terdapat berbagai macam keluhan
atau gejala fisik yang tak dapat dijelaskan.
b). Orang tersebut berulang kali
dating untuk pemeriksaan walaupun hasil pemeriksaannya negative.
c). Tidak ditemukan adanya gangguan
fisik yang mendasari keluhan tersebut.
d). Ada pula orang yang merasa
cemas bahwa dirinya menderita suatu penyakit fisik dan mereka tidak percaya
bahwa tidak ditemukan kelainan fisik.
e). Ketegangan akan menyebabkan
sakit kepala, mual, susah tidur, dan berbagai sakit lainnya. Gejala yang demikian benar-benar dirasakan
oleh orang tersebut sebagai rasa sakit dan bukan dibuat-buat. Dengan memberikan obat untuk keluhan
fisiknya, mungkin akan menolong mengatasi gejala, tapi tidak mencegah timbulnya
keluhan fisik kembali.
4. Gangguan Psikotik.
Seseorang yang menderita gangguan
psikotik menunjukkan perubahan yang nyata dan berlangsung lama.
Orang tersebut mungkin menunjukkan
gejala sebagai berikut :
a. Menarik
diri dari lingkungan dan hidup dalam dunianya sendiri.
b. Merasa
tidak mempunyai masalah dengan dirinya.
c. Kesulitan
untuk berpikir dan memusatkan perhatian.
d. Gelisah
dan bertingkah laku atau bicara kacau.
e. Mudah
tersinggung dan mudah marah.
f. Mendengar
atau melihat sesuatu yang tidak nyata.
g. Berkeyakinan
yang keliru seakan-akan ada seseorang yang membuntuti atau ingin membunuhnya.
h. Sulit
tidur.
i.
Keluhan fisik yang
aneh, misalnya ada hewan atau benda yang tak lazim di dalam tubuhnya.
j.
Mungkin ada masalah
dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
k. Tidak
merawat diri, kadang-kadang penampilan kotor.
5. Demensia (Kepikunan).
Demensia sering terjadi pada usia
lanjut. Gambaran utama penyakit ini
adalah :
a. Penurunan
daya ingat mengenai hal yang baru terjadi, misalnya orang tersebut lupa apakah
sudah makan, mandi, lupa dimana meletakkan barangnya dan lain-lain.
b. Penurunan
daya pikir, misalnya tidak mampu lagi berhitung yang biasanya mudah dia
lakukan.
c. Penurunan
daya nilai, misalnya sulit membedakan yang baik dan yang buruk.
d. Penurunan
kemampuan berbahasa, misalnya sulit mencari kata-kata untuk menyatakan
pendapat.
e. Kehilangan
kendali emosional, misalnya mudah bingung, menangis atau mudah tersinggung.
f. Keadaan
ini biasa terdapat pada usia lanjut dan sangat jarang pada usia muda.
Kehilangan daya ingat dapat
menyebabkan masalah tingkah laku, misalnya menjadi gelisah, pencuriga dan emosi
yang meledak-ledak.
6.
Stres.
Stres adalah reaksi tubuh terhadap
setiap situasi yang tidak menyenangkan.
Stres mempengaruhi fisik, emosi dan
perilaku kita dan dapat memberikan pengaruh positif dan negative.
Pengaruh positif adalah stress
dapat memotivasi untuk berbuat lebih baik dan dapat mengantisipasi bila
menghadapi stress berikutnya.
Pengaruh negatifnya adalah stress dapat menimbulkan perasaan marah,
sedih, tertekan dan perasaan hancur yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
seperti sakit kepala, percobaan bunuh diri, dan lain-lain. (Buku Modul Pelatihan Ketrampilan Sosial untuk meningkatkan
Kesehatan Jiwa Remaja)
2.4. Ciri-Ciri Seseorang Yang Sehat Jiwa.
1. Menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya.
-
Mampu menghadapi berbagai perasaan, seperti : rasa marah, takut, cemas dll.
-
Mampu mengatasi kekecewaan dalam kehidupan.
-
Mempunyai harga diri yang wajar.
-
Menilai dirinya secara nyata, tidak merendahkan dan tidak pula berlebihan.
-
Merasa puas dengan kehidupan sehari-hari.
2. Mampu menghadapi stress kehidupan yang wajar.
3. Mampu bekerja secara produktif dan memenuhi
kebutuhan hidupnya.
-
Menetapkan tujuan hidup yang nyata untuk dirinya.
-
Mampu mengambil keputusan.
-
Menerima tanggung jawab.
-
Merancang masa depan.
-
Menerima ide dan pengalaman baru.
-
Merasa puas dengan pekerjaannya.
4. Dapat berperan serta dalam lingkungan hidupnya.
5. Menerima dengan baik apa yang ada.
6. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain.
-
Mampu mencintai dan menerima cinta dari orang lain.
-
Mampu mempercayai orang lain.
-
Merasa menjadi bagian dari kelompok.
-
Tidak mengakali orang lain dan tidak membiarkan dirinya diakali orang lain.
-
Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda.
-
Mempunyai hubungan pribadi yang tetap.
2.5. Penyebab Gangguan Jiwa.
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun ada
beberapa faktor penting yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa, yaitu
faktor :
a. Keturunan (genetik).
Beberapa jenis gangguan jiwa cenderung berhubungan
dengan faktor keturunan.
b. Lingkungan
dan situasi kehidupan sosial.
Pengalaman dengan anggota keluarga, tetangga,
sekolah, tempat kerja dan lain-lain dapat menciptakan situasi yang menegangkan
atau menyenangkan.
Melalui pergaulan, seseorang akan belajar bagaimana
cara berbagi dan mengerti perasaan serta sikap orang lain.
Kritik yang negative dari orang sekitar dapat
menurunkan harga diri. Harga diri yang
positif merupakan kunci mencapai derajat kesehatan jiwa, sebaliknya orang yang
mempunyai harga diri yang negative, akan menganggap orang lain memandang dia secara negative pula.
c. Fisik.
Gangguan fisik yang langsung mengenai otak :
-
Trauma (cedera) otak.
-
Penyakit infeksi pada
otak.
-
Gangguan peredaran
darah otak, “stroke”
-
Tumor otak.
-
Gizi buruk.
-
Pengaruh zat psikoaktif
seperti : Narkotika, Ganja, Sabu, Alkohol dll.
Gangguan fisik yang tidak langsung yaitu penyakit yang dapat menyebabkan gangguan
metabolism otak misalnya sakit tifus, malaria, penyakit hati, keracunan dan
lain-lain. Semua gangguan tersebut dapat
menyebabkan perubahan cara berpikir, berperasaan dan bertingkah laku. (Buku pedoman kesehatan jiwa pegangan
bagi kader kesehatan )
2.6. Bantuan Untuk Yang Mengalami Gangguan Kesehatan
Jiwa.
Gangguan kesehatan jiwa dapat diobati, apalagi kalau
diketahui sejak awal. Perhatikan tingkah
laku anggota keluarga, kalau ada perubahan, segera telusuri, apakah ada sesuatu
yang menyebabkannya. Tanyakan, apa yang
dipikirkan atau dirasakannya. Kalau
tidak selesai, minta bantuan dokter atau Puskesmas.
Ada beberapa pihak yang dapat membantu mereka yang
mengalami masalah kesehatan jiwa, yaitu
:
a. Dokter
atau perawat puskesmas dapat memberikan obat yang sesuai dengan kebutuhan dan
mendengarkan keluhan.
b. Ahli
jiwa atau psikolog.
Psikolog membantu dengan percakapan konseling agar
orang yang mengalami masalah itu menjadi lebih mengenal dirinya dan mengerti
permasalahannya. Psikolog juga
memberikan arahan untuk dapat mencari pilihan cara menyelesaikan
masalahnya. Konseling dilakukan dalam
beberapa kali pertemuan, tergantung dari keadaan.
c. Dokter
spesialis kedokteran jiwa atau psikiater.
Psikiater dapat memberikan obat yang diperlukan
untuk mengatasi gangguan kesehatan jiwa.
Selain itu juga membantu mendengarkan keluhan dan membahas masalahnya.
d. Guru
Bimbingan dan Konseling (Guru BK) di sekolah dapat diminta bantuan untuk
menolong murid-murid yang mengalami masalah kesehatan jiwa dalam batas-batas
tertentu.
e. Kader
kesehatan dapat dimintai bantuannya untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa yang
ringan atau merujuknya.
f. Ahli
Agama dapat diminta bantuannya untuk mengatasi masalah melalui pendekatan
agama.
Bantuan untuk yang mengalami gangguan kesehatan jiwa
dalam keluarga.
Mereka yang mengalami gangguan kesehatan jiwa harus
segera dibawa ke Puskesmas agar tidak menjadi parah.
Hal yang perlu diperhatikan :
a. Kalau
di rumah ada anggota keluarga yang menunjukan rasa murung terus menerus atau
kesedihan, menangis tiada henti, apalagi tanpa penyebab yang jelas.
b. Kalau
ada anggota keluarga yang mengatakan bahwa ia mendengar sesuatu dan sangat
mempengaruhinya. Keadaan ini disebut
halusinasi.
c. Kalau
ada anggota keluarga yang menyatakan ingin bunuh diri atau mengancam akan
membunuh orang lain.
d. Kalau
ada anggota keluarga yang gelisah atau mengamuk tanpa alas an yang jelas.
e. Kalau
ada anggota keluarga yang selalu mengeluh sakit, terganggu fungsi pekerjaan dan
fungsi sosial tanpa alas an yang jelas.
f. Kalau
ada anak yang tidak bias diam, sulit berhubungan dengan orang lain, masih
mengompol pada usia diatas 5 tahun.
g. Kalau
ada anggota keluarga yang menyalahgunakan narkoba.
h. Kalau
disarankan rawat inap, jangan ragu untuk mengikuti petunjuk dokter demi
kesembuhannya, namun jangan lupa mengunjunginya. Jangan sampai dia merasa ditinggalkan atau
disisihkan. Gangguan kesehatan jiwa
bukanlah aib yang harus ditutupi.
i.
Tanyakan kepada dokter
mengenai : seberapa sering dan berapa lama menjenguknya,
apa saja yang bias dibicarakan dan apa yang tidak boleh disampaikan. Serta apa
yang boleh dibawa untuknya.
j.
Ketika sudah sampai ke
rumah, jangan lupa untuk terus memberikan dukungan dan bantuan. Tapi, jaga jangan sampai membuatnya menjadi
lemah dan terus menerus tergantung atau minta diistimewakan. Bangkitkan kembali rasa percaya dirinya. Usahakan agar dia merasa biasa dan tidak
canggung berada kembali di rumah, di tengah-tengah keluarga.
k. Beri
dia kegiatan yang akan mencegahnya untuk melamun. Berkebun, memelihara ikan atau beternak ayam
atau itik, menjahit, mengetik adalah kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi
waktu.
Beberapa cara untuk mengatasi stress dan mencapai
jiwa yang sehat :
a. Pelihara
kesehatan anda.
b. Rencanakan
masa depan anda dengan lebih baik.
c. Hindari
membuat beberapa keputusan besar sekaligus.
d. Berbuat
sesuai dengan minat dan kemampuan.
e. Berpikir
positif.
f. Mengurangi
ketegangan dengan relaksasi (santai, melemaskan otot dan menenangkan pikiran).
g. Bila
anda stress, lakukanlah pekerjaan yang anda senangi. (misalnya : memancing,
berkebun mendengar music, rekreasi,
menyanyi dan lain-lain). (Buku pedoman
kesehatan jiwa pegangan bagi kader kesehatan )
............
ReplyDelete