BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air susu ibu adalah merupakan makanan yang
terbaik bagi bayi dan juga
sebagai zat pelindung yang dapat mencegah terjadinya penyakit infeksi pada bayi, karena kandungan ASI sesuai untuk
masa pertumbuhan dan perkembangan
bayi. ASI mengandung sel darah putih, anti bodi, hormon serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus,
sehingga angka kesakitan dan angka
kematian bayi berkurang, karena ASI dapat mencegah reaksi alergi dan asma. ASI mempunyai suhu yang sesuai dan ASI
lebih mudah disiapkan dan lebih
mudah dicerna (Roesli, 2008).
Berdasarkan rekomendasi dari World Health Organization
(WHO) dan UNICEF di
Geneva pada tahun 1979 menyusui merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi
secara ideal dan alamiah serta
merupakan dasar biologik dan psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dengan alasan
apapun susu formula harus dihindarkan
karena susu formula mudah terkontaminasi oleh kuman dan dalam pemberian susu formula harus disesuaikan dengan
takaran susu dan umur bayi. Apabila takaran susu tidak
sesuai maka mengakibatkan diare (Sarwono, 2003).
Bayi yang diberi susu susu formula mengalami kesakitan
diare 10 kali lebih banyak yang menyebabkan angka kematian bayi juga 10 kali
lebih banyak, infeksi usus karena bakteri dan jamur 4 kali lipat lebih banyak, sariawan
mulut karena jamur 6 kali lebih banyak. Penelitian di Jakarta memperlihatkan persentase kegemukan atau
obesitas terjadi pada bayi yang mengkonsumsi
susu formula sebesar 3,4 % dan
kerugian lain menurunnya tingkat
kekebalan terhadap asma dan alergi (Dwinda, 2006).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) (2010), angka kematian
bayi di Indonesia sebesar 25/1000
kelahiran hidup. Angka kesakitan dan
angka kematian bayi ditimbulkan salah satunya disebabkan dari dampak susu formula tersebut. Tidak semua bayi dapat
menikmati ASI secara eksklusif dari
ibu, hal ini dikarenakan oleh berbagai keadaan tertentu misalnya, keluarga ibu yang memutuskan untuk tidak menyusui bayi
karena adanya suatu penyakit,
misalnya: tuberculosis (TBC), atau Acuired Immunodeficiency Syndrom (AIDS). Dengan keadaan tersebut cara
lain untuk memenuhi kebutuhan
gizi pada bayi adalah dengan memberikan susu formula sebagai Pengganti Air Susu Ibu (PASI) (Roesli, 2008).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Cohen
dan kawankawan di Amerika pada tahun 1995 diperoleh bahwa 25% ibu-ibu yang memberikan
ASI secara eksklusif pada bayi dan 75% ibu-ibu yang memberikan susu formula
pada bayi. Bayi
yang mendapatkan ASI secara eksklusif lebih jarang terserang penyakit
dibandingkan dengan bayi yang memperoleh
susu formula, karena susu formula memerlukan alat-alat yang bersih dan perhitungan takaran susu yang tepat
sesuai dengan umur bayi. Hal ini
membutuhkan pengetalruan ibu yang cukup tentang dampak pemberian susu formula (Roesli, 2006).
Angka kejadian dan kematian akibat diare pada
anak-anak di Negara Negara berkembang masih tinggi, lebih-lebih pada anak
yang sedang mendapat susu
formula dibandingkan dengan anak yang mendapat ASI. Meningkatnya penggunaan susu formula dapat rnenimbulkan
barbagai masalah, misalnya kekurangan
kalori protein tipe marasmus, moniliasis pada mulut, dan diare karena infeksi (Soetjiningsih, 2004).
Di Indonesia masih banyak ibu-ibu yang tidak
memberikan ASI secara
eksklusif
padabayi, karena
kaum.ibu lebih suka memberikan susu formula dari ada memberikan ASI. Hal ini disebabkan oleh
pekerjaan ibu penyakit ibu serta ibu-ibu
yang beranggapan bahwa apabila ibu menyusui maka payudaranya menjadi kendur (Soetjiningsih, 2004).
Presentasi
kaum ibu-ibu yang berada di pedesaan yang memberikan ASI pada
bayinya sebesar 80-90% sampai bayi berumur lebih dari 1 tahun. Tetapi dengan
adanya iklan dan sumber informasi tentang susu formula maka kecendrungan
masyarakat untuk meniru gaya hidup modem. Di Jakarta lebih dari
5Ao/o bayi yang berumur 2 bulan telah mendapat susu formula karena pada awalnya
calon ibu tidak diberikan penjelasan dan penl.uluhan tentang pemberian ASI
eksklusif (Soetjiningsih, 2004).
0 komentar:
Post a Comment