BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Berlakang.
Indonesia
sebagai salah satu negara sedang berkembang banyak mengalami masalah dibidang kesehatan
diantaranya derajat kesehatan. Terutama derajat kesehatan Ibu dan Anak sebagai
kelompok penduduk yang rawan dan rentan. Oleh sebab itu, perlu diupayakan
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2004).
Seorang wanita yang sedang hamil harus
lebih waspada dengan apa yang terjadi pada dirinya karena banyak sekali
kondisi-kondisi yang mengancam pada kehamilan. Tidak sedikit juga ibu yang
mengeluhkan perdarahan pada trimester atau 3 bulan pertama kehamilannya. Yang
akan kita bicarakan di sini adalah perdarahan yang terjadi pada saat seorang
ibu hamil muda. Perdarahan
yang terjadi saat hamil muda disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
keguguran (abortus), kehamilan di luar kandungan (Kehamilan Ektopik Terganggu),
ataupun hamil anggur. Meskipun tanda dan gejala yang sama dari ketiga penyakit
itu adalah perdarahan, ada gejala lain yang mesti kita ketahui tentang masing-masing
kasus tersebut. (Muchtar, 2007).
Kasus pendarahan pada
masa kehamilan adalah salah satu yang paling ditakuti. Padahal, para ibu hamil
sebenarnya tidak perlu terlalu cemas bila pendarahan itu terjadi. Sebab, tidak
semua pendarahan dapat membahayakan janin atau sang ibu. Kasus
pendarahan pada masa kehamilan sangat bervariasi. Mulai pendarahan dengan
jumlah yang sangat sedikit (vlek) sampai pendarahan hebat dengan gumpalan dan
disertai kram perut. pendarahan
pada kehamilan dapat dibagi menjadi dua. Yaitu pendarahan pada kehamilan usia
muda dan tua (ante partum). Batas teoretis antara kehamilan itu adalah usia
janin 22 minggu. Ini mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus.
Hal medis yang perlu dipertimbangkan dalam
pendarahan usia muda. Yaitu keguguran (abortus) dan kehamilan di luar kandung
rahim. Kemungkinan mengalami keguguran jika pendarahan cukup parah, biasanya
sering disertai kram pada perut. Kadang juga disertai keluarnya bekuan darah
atau jaringan fetus (Winkjosastro, 2008)
Berdasarkan
penelitian WHO (Woldh Health Organization)
di seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa / tahun dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa/tahun.
Kematian maternal dan bayi tersebut
terjadi terutama di Negara berkembang sebesar 99 %. Walaupun jumlah sangat
besar, yang menarik perhatian karena kejadian tersebar (Sporadis),
berbeda dengan kematian yang terjadi akibat banjir, tanah longsor, bencana alam
lainnya atau korban kecelakaan. Sebenarnya kematian ibu dan bayi mempunyai peluang yang sangat besar untuk dihindari
dengan meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan swasta serta badan
pemerintah lainnya (Manuaba,
2008).
Menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 –
2003, angka kematian bayi (AKB) di Indonesia mengalami penurunan dari 46 per
1000 kelahiran hidup (SKDI 1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI
2003). Sedangkan kematian ibu (AKI) juga
mengalami penurunan dari 421 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 1992 menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 1998-2003. Angka Kematian Ibu ( AKI) di Indonesia masih merupakan yang
tertinggi di Asia Tenggara yaitu 334 per
100.000 kelahiran hidup tahun 2005. (Profil
Kesehatan Indonesia ,2008
).
Derajat
kesehatan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator diantaranya adalah umur harapan hidup seseorang, angka
kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI).
0 komentar:
Post a Comment