Sunday, 5 May 2013

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Pendarahan Pada Kehamilan Muda



BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Berlakang.
Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang banyak mengalami masalah dibidang kesehatan diantaranya derajat kesehatan. Terutama derajat kesehatan Ibu dan Anak sebagai kelompok penduduk yang rawan dan rentan. Oleh sebab itu, perlu diupayakan penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2004).
Seorang wanita yang sedang hamil harus lebih waspada dengan apa yang terjadi pada dirinya karena banyak sekali kondisi-kondisi yang mengancam pada kehamilan. Tidak sedikit juga ibu yang mengeluhkan perdarahan pada trimester atau 3 bulan pertama kehamilannya. Yang akan kita bicarakan di sini adalah perdarahan yang terjadi pada saat seorang ibu hamil muda. Perdarahan yang terjadi saat hamil muda disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keguguran (abortus), kehamilan di luar kandungan (Kehamilan Ektopik Terganggu), ataupun hamil anggur. Meskipun tanda dan gejala yang sama dari ketiga penyakit itu adalah perdarahan, ada gejala lain yang mesti kita ketahui tentang masing-masing kasus tersebut. (Muchtar, 2007).
Kasus pendarahan pada masa kehamilan adalah salah satu yang paling ditakuti. Padahal, para ibu hamil sebenarnya tidak perlu terlalu cemas bila pendarahan itu terjadi. Sebab, tidak semua pendarahan dapat membahayakan janin atau sang ibu. Kasus pendarahan pada masa kehamilan sangat bervariasi. Mulai pendarahan dengan jumlah yang sangat sedikit (vlek) sampai pendarahan hebat dengan gumpalan dan disertai kram perut. pendarahan pada kehamilan dapat dibagi menjadi dua. Yaitu pendarahan pada kehamilan usia muda dan tua (ante partum). Batas teoretis antara kehamilan itu adalah usia janin 22 minggu. Ini mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus.
Hal  medis yang perlu dipertimbangkan dalam pendarahan usia muda. Yaitu keguguran (abortus) dan kehamilan di luar kandung rahim. Kemungkinan mengalami keguguran jika pendarahan cukup parah, biasanya sering disertai kram pada perut. Kadang juga disertai keluarnya bekuan darah atau jaringan fetus (Winkjosastro, 2008)
Berdasarkan penelitian WHO (Woldh Health Organization) di seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa / tahun  dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa/tahun. Kematian maternal dan bayi tersebut terjadi terutama di Negara berkembang sebesar 99 %. Walaupun jumlah sangat besar, yang menarik perhatian karena kejadian tersebar  (Sporadis), berbeda dengan kematian yang terjadi akibat banjir, tanah longsor, bencana alam lainnya atau korban kecelakaan. Sebenarnya kematian ibu dan bayi mempunyai  peluang yang sangat besar untuk dihindari dengan meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan swasta serta badan pemerintah lainnya (Manuaba, 2008).
Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun  2002 – 2003, angka kematian bayi (AKB) di Indonesia mengalami penurunan dari 46 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2003). Sedangkan kematian ibu  (AKI) juga mengalami penurunan  dari 421 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1998-2003. Angka Kematian Ibu ( AKI) di Indonesia masih merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara  yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup tahun  2005. (Profil Kesehatan Indonesia ,2008 ).
Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator diantaranya adalah umur harapan hidup seseorang, angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI).

0 komentar:

Post a Comment