BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angina Pektoris adalah sindrom klinis berupa serangan
sakit dada yang khas seperti ditekan atau terasa berat didada depan yang sering
mejalar kelengan kiri. Hal ini biasanya timbul saat pasien melakukan aktivitas
dan segera hilang saat aktivitas dihentikan.
Penyakit jantung arterosklelorosis diakibatkan oleh
angina pektoris yang hampir selalu berhubungan dengan sumbatan arteri kronir
utama dan dapat juga diperkirakan berkurang aliran darah koroner yang
menyebabkan suplay oksigen ke jantung tidak adekuat dan dengan kata lain suplay
kebutuhan oksigen jantung meningkat (Smeltzer, Suzana, 2001).
Gejala iskemia miokard ditimbulkan oleh stenosis
arteri koroner yang menetap atau trombosis intrapalngue pada sisi lesi,
vasokonstriksi koroner dapat juga mencetuskan beberapa gangguan iskemik. Spasme
arteri koroner besar yang menimbulkan penurunan aliran daerah koroner yang
terjadi spontan atau dipacu oleh dingin, stres, emosional, serta obat-obatan.
Spasme ini timbul pada arteri koronir normal yang mengalami stenosis dan tetap
dapat tersembunyi atau menyebabkan angina pektoris (Lawrence M. dkk, 2002).
Iskemia otot jantung akan menyebabkan nyeri dengan
derajat yang bervariasi, mulai dari rasa tertekan pada dada atas sampai nyeri
hebat yang disertai dengan rasa takut, namun nyeri tersebut dapat menyebar ke
leher, dagu, bahu dan aspek dalam ekstremitas atas dan juga merasakan rasa
sesak, tercekik, rasa lemah atau lengan atas, nyeri tersebut akan berkurang
faktor presipitasinya dihilangkan (Brunner dan Suddarth, 2001).
Walaupun angka kematian angina pektoris rendah namun
penyakit ini merupakan suatu masalah yang harus segera diatasi karena dapat
menimbulkan beberapa komplikasi adalah paru-paru seperti sesak nafas, perasaan
lelah, kadang-kadang sakit dada.
Apabila komplikasi tidak segera diatasi maka dapat
mempengaruhi serangan infark miokard yang dapat mempercepat kematian angina
pektoris sering terjadi pada usia 35 tahun keatas dan pada laki-laki dan wanita
lebih banyak.
Peran perawat sebagai keberhasilan penanganan masalah
angina pektoris, selain itu tergantung pada kerja sama yang baik antara perawat,
pasien dan keluarga. Maka perawatan penderita yang dapat diberikan secara
paripurna dengan melakukan tindakan membatasi aktivitas untuk mengurangi kerja
jantung, menghilangkan rasa nyeri juga menghilangkan faktor-faktor presipitasi
seperti mengatur diet, mengurangi rokok ataupun stress emosional serta upaya
pemulihan kembali organ-organ tubuh yang mengalami gangguan.
(Soeparman, ddk, 1998).
Pada insiden stenosis ulang tampaknya menurun dengan
penempatan stent intrakoroner sampai kira-kira 15-20 %, awalnya penempatan alat
ini dikhawatirkan membawa resiko trombosit akut dan memerlukan antikongulas,
dan angka terombosit akut turun menjadi kurang dari I %. Sedangkan saat ini di
Amerika Serikat lebih dari 40 % revaskularisasi perkutan menggunakan stent dan
angka ini tampaknya terus meningkat (Lawrence
M. dkk, 2002).
0 komentar:
Post a Comment