BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut pasal 152 Undang-Undang Kesehatan tahun 2004 dikatakan bahwa upaya
pengcegahan, pengendalian dan pemberantasan sebagai dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk melindunggi masyarakat dari tertularnya panyakit, menurunkan
jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk menguranggi
dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular. Sedangkan pasal 155 pada
undang-undang yang sama mengatakan, pemerintah daerah secara berkala menetapkan
dan mengumumkan jenis dan penyebaran, penyakit yang berpotensi menular dan/atau
yang dapat menjadi sumber penularan
Hepatitis
merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat disebabkan oleh
infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada kanker hati.
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus,
identifikasi virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen virus A, B, C,
D, E, F dan G terhitung kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus akut
Penyakit
hepatitis merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati diseluruh dunia.
Penyakit ini sangat berbahaya bagi kehidupan karena penykit hepatits ataupun
gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Infeksi
virus hepatitis bisa berkembang menjadi sirosis atau pengerasan hati bahkan
kanker hati. Masalahnya, sebagian besar infeksi hepatitis tidak menimbulkan
gejala dan baru terasa 10-30 tahun kemudian saat infeksi sudah parah. Pada saat
itu gejala timbul, antara lain badan terasa panas, mual, muntah, mudah lelah,
nyeri diperut kanan atas, setelah beberapa hari air seninya berwarna seperti
teh tua, kemudian mata tampak kuning dan akhirnya seluruh kulit tubuh menjadi
kuning. Pasien hepatitis biasanya baru sembuh dalam waktu satu bulan.
Penyakit
hepatitis juga menjadi masalah besar di Indonesia mengingat jumlah penduduk
Indonesia yang juga besar, jumlah penduduk yang besar ini membawa konsekuensi
yang besar pula. Penduduk dengan golongan sosial, ekonomi dan pendidikan rendah
dihadapkan pada masalah kesehatan terkait gizi, penyakit menular serta
kebersihan sanitasi yang buruk. Sedangkan penduduk dengan golongan sosial,
ekonomi dan pendidikan tinggi memiliki masalah kesehatan terkait gaya hidup dan
pola makan. Tak mengherankan jika saat ini penyakit hepatitis menjadi salah
satu penyakit yang mendapat perhatian serius di Indonesia
Kasus
hepatitis di Indonesia cukup banyak dan menjadi perhatian khusus pemerintah.
Sekitar 11 juta penduduk Indonesia diperkirakan mengidap penyakit hepatitis B,
ada sebuah asumsi bahwa 1 dari 20 orang di Jakarta menderita hepatitis B.
Demikian pula dengan hepatitis C yang merupakan satu dari 10 besar penyebab
kematian di Dunia. Angka kasus hepatitis C berkisar 0,5% hingga 4% dari jumlah
penduduk. Jika jumlah pendudik Indonesia saat ini adalah 220 juta maka angka
asumsi penderita hepatitis C menjadi 1,1 hingga 8,8 juta penderita. Jumlah ini
dapat bertambah setiap tahunnya mereka yang terinfeksi biasanya tidak mengalami
gejala-gejala spesifik sehingga tidak diketahui oleh masyarakat dan tidak
terdiagnosis oleh dokter. Carrier/pembawa virus hepatitis B dan C berpotensi
sebagai sumber penyebaran penyakit hepatitis B dan C
Menurut
guru besar hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga ketua
kelompok kerja Hepatitis Departemen Kesehatan, Alli Sulaiman, virus hepatitis
menginfeksi sekitar 2 miliar orang didunia. Setiap tahun lebih dari 1.300.000
orang meninggal dunia akibat hepatitis beserta komplikasinya. Prevalensi di
Indonesia sekitar 10-15 persen jumlah penduduk atau sekitar 18 juta jiwa. Dari
jumlah yang terinfeksi, kurang dari 10 persen yang terdiagnosis dan diobati.
Sebanyak 90 persen lain tidak menimbulkan gejala sehingga tidak terdiagnosis.
Karena itu, pemeriksaan menjadi penting
Insiden
hepatitis yang terus meningkat semakin menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penyakit ini menjadi penting karena mudah ditularkan, memiliki morbiditas yang
tinggi dan menyebabkan penderitanya absen dari sekolah atau pekerjaan untuk
waktu yang lama. 60-90% dari kasus-kasus hepatitis virus diperkirakan
berlangsung tanpa dilaporkan. Keberadaan kasus-kasus subklinis,
ketidakberhasilan untuk mengenali kasus-kasus yang ringan dan kesalahan
diagnosis diperkirakan turut menjadi penyebab pelaporan yang kurang dari
keadaan sebenarnya
Pada
umumnya klien yang menderita penyakit hepatitis ini mengalami Anoreksia atau
penurunan nafsu makan dimana gejala ini diperkirakan terjadi akibat pelepasan
toksin oleh hati yang rusak untuk melakukan detoksifikasi produk yang abnormal
sehingga klien ini haruslah mendapatkan nutrisi yang cukup agar dapat
memproduksi enegi metabolik sehingga klien tidak mudah lelah. Secara khusus
terapi nutrisi yang didesain dapat diberikan melalui rute parenteral atau
enteral bila penggunaan standar diet melalui rute oral tidak adekuat atau tidak
mungkin untuk mencegah/memperbaiki malnutrisi protein-kalori. Nutrisi enteral
lebih ditujukan pada pasien yang mempunyai fungsi GI tetapi tidak mampu
mengkonsumsi masukan nasogastrik. Nutrisi parenteral dapat dipilih karena
status perubahan metabolik atau bila abnormalitas mekanik atau fungsi dari
saluran gastrointestinal mencegah pemberian makan enteral. Asam
amino,karbohidrat, elemen renik, vitamin dan elektrolit dapat diinfuskan
melalui vena sentral atau perifer
Pentingnya
mengetahui penyebab hepatitis bagi klien adalah apabila ada anggota keluarga
menderita penyakit yang sama, supaya anggota keluarga dan klien siap menghadapi
resiko terburuk dari penyakit hepatitis beserta komplikasinya sehingga
penderita mampu menyiapkan diri dengan pencegahan dan pengobatan yaitu:
penyediaan makanan dan air bersih yang aman, sistem pembuangan sampah yang
efektif, perhatikan higiene secara umum, mencuci tangan, pemakaian kateter,
jarum suntik dan spuit sekali pakai serta selalu menjaga kondisi tubuh dengan
sebaik-baiknya. Apabila hal ini tidak dilakukan dengan benar dan teratur
berarti keluarga dan penderita harus siap menerima resiko komplikasi lainnya
dan bahkan dapat menyebabkan kematian
0 komentar:
Post a Comment