This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday 14 January 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SB DENGAN MALARIA DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia, dan splenomegali (Mansjoer, 2001)
Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopeles betina infektif. Sebahagian besar nyamuk Anopeles akan menggigit pada wektu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam sampai fajar (Widoyono, 2005)
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien dengan malaria adalah demam, khas malaria terdiri atas tiga stadium, yaitu menggigil ( 15 menit sampai 1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam), Spenomegali, merupakan gejala khas malaria kronik, Anemia, derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena p. Falciparum, Ikterus, disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar (Mansjoer, 2001).
Apabila mengalami malaria yang berat akibat terinfeksi plasmodium Falciparum akan mengalami gangguan di berbagai system organ tubuh yaitu dapat terjadi anemia berat, gagal ginjal akut, udema paru, hipoglikemia, shok, pendarahan spontan dari hidung, gusi dan saluran cerna, kejang berulang, asidemia, asidosis, hemoglobin nuria, maktroskopik apabila terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia pada ibu dan janin serta bayi BBLR, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi (Prabowo, 2004).
Malaria ditemukan hampir diseluruh bagian dunia, terutama dinegara-negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang beresiko terkena malaria berjumlah sekitas 2,3 milyar atau 41 % dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun, kasusnya berjumlah sekitas 300 sampai 500 juta kasus dan mengakibatkan 1.5 sampai 2,7 juta kematian, terutama dinegara-negara benua Afrika (Probowo, 2004).
DiIndonesia, penyakit ini ditemukan tersebar diseluruh kepulauan. Biasanya, malaria menyerang penduduk yang tinggal didaerah endemis atau orang-orang yang bepergian kedaerah yang angka penularannya tinggi. Dengan jumlah penderita sebanyak 2.341.401 orang, slide positif rete (SPR): 9215, annual pacitik nidek (API): 0,08 % CPR di rumah sakit sebesar 10-50% tahun 2004 (Widoyono, 2005).
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang mempengaruhi angka kematian bayi, anak,dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktiviyas kerja. Peran perawat terhadap pasien dengan malaria sangat penting untuk mendapatkan kepastian diagnosis sedini mungkin, untuk melakukan pengobatan yang efektif untuk membasmi parasit malaria dalam darah, menjegah komplikasi dan kematian, menemukan dan mengobati rekrudensi dan rekutensi, mencegah, penyakit malaria kambuh kembali, meguranggi penularan penyakit malaria. (Prabowa, 2004).

Respon pasien terhadap penarikan dana jaminan atas pemberlakukan JKA di Instalasi Radiologi RSUD



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tujuan utama dari keberadaan pemerintah di setiap daerah adalah untuk menjaga system ketertiban di masyarakat agar tercipta kehidupan secara wajar. Tugas pemerintah adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat, menekankan upaya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah segala urusan public dan memberikan kepuasaan kepada public. Dengan demikian hakikat dari kegiatan pemerintah adalah member pelayanan kepada masyarakat dan bukan melayani dirinya (Laporan Pelaksana dan Progres,2011).
Bergulirnya nuansa kebebasan yang meluas di masyarakat, serta perubahan factual peran pemerintah daerah yang  mulai terbuka dalam sebuah koridor Undng-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, serta tumbuhnya tatanan praktis terhadap tuntutan layanan yang lebih baik beriring dengan semakin membaiknya pemahaman masyarakat terhadap hak-haknya sebagai warga Negara yang memiliki akses langsung kepada pemerintah, menuntut wacana yang lebih luas terhadap peran pelayanan yang berkualitas oleh pemerintah kepada masyarakat.
Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik di Aceh masih dihadapkan pada sistem pemerintah yang belum efektif dan efesien serta kualitas sumber daya aparatur belum memadai. Hal ini terlihat darri masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat Aceh baik secara langsung maupun melalui media massa seperti prosedur yang berbelit,tidak adanya jangka waktu penyelesaian, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang kurang responsive, kurang ramah, kurang disiplin, dn lain-lain, sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah (Qanun Aceh tentang Pelayanan Publik No 8 tahun 2008).
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang  dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan sesuai dengan ketentuan  perundang-undangan (Qanun Aceh tentang Pelayanan Publik pasal 1 tahun 2008).
Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) memiliki dasar hokum yang jelas, dan sangat  relevan dengan kondisi social Aceh pasca konflik dan tsunami, yaitu: Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 ayat (1) memberikan hak keepada penduduk untuk mendapat pelayanan kesehatan. Hak atas pelayanan kesehatan tersebut dirumuskan lebih lanjut dalam pasal 34 ayat 2 UUD 1945, dimana ada kewajiban Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan iuran jaminan social, bagi msyarakat yang m            ampu. Rakyat yang tidak mampu berhak mendapatkan bantuan iuaran, yang sifatnya sementara, hinggaa mereka mampu menanggung iuran jaminan kesehatannya. Amanat Undang-Undang No 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh yang tertuang pada pasal 224, pasal 225 dan pasal 226 yaitu kewajiban Pemerintah Aceh memberikan pelayanan kesehatan secara menyuluruh kepada penduduk terutama penduduk miskin, anak yatim dan terlantar.
Kebijakan politik yang lahir pascaperjanjian damai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinky itu mewajibkan pemerintah Aceh memberikan pelayanan kesehatan  secara menyuluruh kepada penduduk Aceh terutama penduduk miskin, fakir miskin, anak yatim dan anak-anak terlantar. Aceh sebagai daerah otonomi khusus yang memiliki hak, wewenang dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengn peraturan perundang-undangan, dalam rangka menyediakan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas untuk meningkatkan derajat yang setinggi-tingginya. Sebagaimana terkatub dalam Undang-Undang No 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, pasal 22 ayat (1) “Setiap penduduk Aceh mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu  dan berkualitas bagi seluruh warga Aceh. Pemerintah Aceh menerapkan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
Walaupun penerapan program JKA telah berhasil meningkatkan minat masyarakat, ditandai   dengan kuantitas jumlah masyarakat  yang berobat secara signifikan (untuk menjawab keluhan masyarakat akan mahalnya biaya pengobatan), kan tetapi belum dirasakan sepenuhnya berjalan  secara efektif. Hal ini dipengaruhi olehg aspek-aspek yang menentukan keberhasilan program, diantaranya ketersediaan prosedur pelayanan (resources) yang belum memadai, baik terhadap pedoman pelaksanaan, mekanisme kerja/koordinasi pengelolaan dan pelayanan JKA. Intensitas frekuensi sosialisasi internal dan eksternal program. Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), baik segi kuantitas dan kualitas SDM, persepsi dan pemahaman terhadap program JKA, serta professional/keahlian SDM pelaksana dan intensitas monitoring  dan evalusi terhadap pelaksanaam JKA (Laporan Pelaksaan dan Progres, 2011).
Berdasarkan sosialisasi dan Monitoring dalam pelaksanaan JKA tidak semuanya berjalan lancer ada beberapa permasalahan  yang terjadi, seperti distribusi fasilitas kesehatan (faskes) dan tenaga kesehatan (Nakes) yang tidak merata, kondisi geografis yang sulit d jangkau  oleh petugas kesehatan, dan ada beberapa permasalahan lain yang timbul seperti pada Badan Pengelola Jaminan Kesehatan Aceh (BPJK), karena belum semua staf  PT Askes (Persero) memahami  pedoman pelaksana, sosialisasi kurang, kesiapan petugas di lapangan, pada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) belum memiliki  pemahaman yang cukup terhadap Pedoman Pelaksanaan (ManLak), system bridging, intergrasi dengan jakesmas, renumerasi, kesiapan medis dan paramedis dan petugas lain (kenaikan pas signifikan), belum optimal system rujukan, kesiapan petugas dan permasalah yang terjadi  di masyarakat  sosialisasi belum optimal dan beberapa masyarakat menggunakan JKA dan permasalahan yang timbul di Dinas Kesehatan seperti sosilisasi belum optimal  (Sosialisasi dan Monitoring, 2010).
Jumlah penduduk Aceh hasil Sensus tahun 2010 sebanyak 4.486.570 jiwa. data ini menunjukkan penambahan jumlah penduduk dibandingkan jumlah penduduk tahun 2008, pada saat JKA direncanakan, berjumlah 4.371.081 jiwa. Upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu melalui program jamkesmas yang mencapai 61% penduduk masih terbatas pada fasilitas kesehatan publik. Masih ada 29% penduduk Aceh yang tidak memiliki jaminan sama sekali, meskipun sebagian dri mereka mampu membayar biaya berobat yang relatif murah  terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak mampu  membayar biaya rawat inap yang dapat melampaui kemampuan bayarnya (Keputusan Gubernur Aceh No:420/483, 2010).
Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin. Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama dimana setiap rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut. Disamping itu, penekanan pelayanan kepada kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan (Indarjati, 2001).
Pelayanan Penunjang Diagnostik adalah pelayanan penunjang untuk penegakan diagnosis dan terapi antara lain berupa pelayanan laboratorium klinik, laboratorium patologi anatomi, laboratorium mikrobiologi, radiologi diagnostik, elektromedik diagnostik dan tindakan/pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya (Indarjati, 2001).
Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penggunaan semua modalitas yang menggunakan radiasi untuk diagnosis dan prosedur terapi dengan menggunakan panduan radiologi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan radiasi dengan sinar-X dan radioaktif. Berdasarkan modalitas yang digunakan berupa pesawat sinar-X maka layanan radiologi terdiri atas  radiologi diagnostik dan radiologi intervensional (Marpaung, 2010)
Dalam memberikan pelayanan Instalasi Radiologi Rumah sakit Umum memberlakukan penarikan dana atas pasien yang belum mampu memberikan persyaratan administrasi asuransi. Beragam respon yang diberikan pasien terhadap pemberlakukan ini. Di satu sisi pihak penyelenggara rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang optimal, dengan tetap memenuhi semua persyarakat yang disyaratkan asuransi. Disisi lain masyarakat/pasien yang umumnya datang dalam keadaan darurat tidak membawa persyaratan yang di syaratkan, sehingga kebijakan penarikan dana talanganpun menjadi pilihan terbaik (http://www.depkes.com.id, 2005).
Fenomina penarikan dana jaminan merupakan suatu kebijakan untuk menjembatani suatu kebutuhan mendesak, demi pemenuhan suatu sistim administrasi, sistim meminta setiap dilakukan klain selalu harus dilengkapi dengan beberapa bukti fisik, namun dalan kasus-kasus tertentu dimana pasien dilarikan ke RSU tanpa dilengkap surat mengakibatkan klein JKA tidak terpenuhi, maka di tempuh kebijakan penarikan dana jaminan dan setelah terpenuhinya persyaratan administrasi maka dana jaminan dikembalikan dengan waktu tenggang 3 kali 24 jam.

Gambaran pengetahuan dan Karakteristik Keluarga Dengan Balita Berat Badan Dibawah Garis Merah (BGM)



BAB I
PENDAHULUAN


1.1.   Latar Belakang
Memiliki anak sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkan tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan, mengawasi dan merawat anak secara seksama, khususnya memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Sulistijani, 2004)
Anak balita sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga memerlukan zat-zat makan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. (Ahmad Djaeni, 2000)
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. (Ahmad Djaeni, 2000)
Di negara berkembang anak-anak umur 0 – 5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi. Kelompok yang paling rawan di sini adalah periode pasca penyapihan khususnya kurun umur 1 – 3 tahun. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi rendah (Suhardjo, 2003).
Pemantauan pertumbuhan bayi berarti melakukan pengecekan secara regular terhadap bayi, bahwa pertumbuhannya sesuai dengan lajur hijau KMS pertumbuhan sesuai dengan umurnya. Beragam cara pengukuran digunakan untuk menafsir pertumbuhan salah satu diantaranya adalah berat badan menurut umur. Pengukuran yang berulang dan seksama akan memberi  perbandingan  dengan pengukuran sebelumnya akan diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan bayi sedikit atau sesuai standar. (Manefee, 2008)
Menurut Nency dan Arifin (2005), anak dengan berat badan dibawah garis merah masih seperti anak-anak normal, beraktivitas, bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat atrophy/pengecilan organ tersebut). Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi
Faktor primer yang menyebabkan masalah gizi adalah ketidaktahuan masyarakat tentang gizi dan kebiasaan makan yang salah, sedangkan faktor sekunder meliputi semua faktor yang mempengaruhi asupan makanan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme gizi, seperti cacat bawaan atau fisik pada fungsi maupun anatomi organ pencernaan. Menurut Almatzier (2009), kekurangan zat gizi secara umum menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak serta perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut.
Masalah Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia, kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Masalah gizi pada Balita erat kaitannya dengan pola konsumsinya, perlu mendapatkan perawatan dalam pemberian makanan (Amos, 2000).
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian balita (Depkes RI, 2011)

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER III TENTANG TEHNIK MENGEDAN DITINJAU DARI INFORMASI DAN PARITAS



A B S T R A K



Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C) Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C. Penyebab utama kematian neonatus adalah bayi berat lahir rendah (BBLR), asfiksia, dan infeksi. BBLR mengahadapi banyak masalah seperti hipotermi, infeksi, gangguan minum, hipoglikemia, distres napas, dan lain-lain. Pada bayi lahir dengan BBLR umumnya mengalami hipotermi yang mengakibatkan meningkatnya angka kematian bayi. Penelitian ini bersifat Deskriptif dengan desain crossectional populasi dalam penelitian ini 32 ibu, sampel diambil dengan teknik total sampling yaitu 32 ibu. Data dikumpulkan langsung dari responden dengan mengedarkan kuesioner. Hasil penelitian diolah dengan bantuan program komputer dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan tabulasi silang. Penelitian dilakukan mulai tanggal 24 Agustus sampai dengan 27 Agustus 2012. Hasil penelitian terungkap Dari hasil penelitian dilihat bahwa ibu yang mendapat penyuluhan mempunyai pengetahun cukup sedangkan ibu yang tidak mendapat penyuluhan seluruhnya mempunyai pengetahuan yang kurang. Ibu yang paritas primipara mayoritas berpengetahuan kurang tentang hipotermi. Sementara ibu dengan paritas grande multipara mempunyai penetaguan cukup. Ibu yang informasi kurang mempunyai pengetahunnya cukup sedangkan ibu yang informasi cukup tidak ada yang mempunyai pengetahuan rendah. Kesimpulan bahwa Mayoritas responden mendapatkan penyuluhan dengan tingkat pengetahuan cukup. Mayoritas responden berparitas multipara dengan tingkat pengetahuan cukup. Mayoritas responden mendapatkan kurang mendapat informasi dengan tingkat pengetahuan cukup