This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Saturday 13 April 2013

Teori Usia



Usia adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan. Usia juga berpengaruh terhadap psikis seseorang dimana usia muda sering menimbulkan ketegangan, kebingungan, rasa cemas dan rasa takut sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Biasanya semakin dewasa maka cenderung semakin menyadari dan mengetahui tentang permasalahan yang sebenarnya. Semakin bertambah usia maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh, sehingga seseorang dapat meningkatkan kematangan mental dan intelektual sehingga dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam bertindak (Notoadmodjo, 2005).
Menurut teori perkembangan psikososial yang dikutip oleh wheley dan wong’s (1999), tahap perkembangan manusia menurut umur (dewasa) dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1.         Early adult hood (21-35 tahun)
                      Pada masa dewasa awal ini, hubungan sosial utama seseorang sudah terfokus pada partner dalam hubungan teman dan seks (perkawinan). Karakteristik dan krisis psikososial terjadi pada masa ini adalah “keintiman vs isolasi”, dimana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan membentuk hubungan dekat dan membuat komitmen tentang kehidupan.
2.         Young and middle adult hood (36-45 tahun)
Pada masa dewasa pertengahan ini, hubungan sosial seseorang terfokus pada pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga dan pada masa ini emosi sudah mulai stabil. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “generatifitas vs konsentrasi diri”, dimana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan dalam memikirkan keluarga, masyarakat dan generasi mendatang.
3.         Later adult hood (>45 tahun)
                  Pada masa dewasa akhir ini, hubungan kemasyarakatan dalam kelompoknya. Pada masa ini emosi seseorang cenderung relatif stabil dengan motivasi untuk hidup dan berkarier serta membantu sesama dengan baik. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “keluhan vs kepuasan”, dimana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kesadaran akan terpenuhinya kebutuhan/ kehidupan seseorang dari perasaan puas dan siap menghadapi masa lanjut usia serta kematian.
Potter dan Perry (1997) mengatakan bahwa usia sangat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku, yaitu seseorang akan sangat mempengaruhi keyakinan dan tindakan seseorang terhadap status kesehatan dan pelayanan kesehatan.

Teori Sikap



Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif maupun negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap itu tidaklah sama dengan prilaku dan tidaklah mencerminkan sikap seseorang memperlihatkan tindakan yang berlawanan dengan sikap (Sarwono, 2004).
Menurut Ilyas (2001), menyatakan bahwa sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seorang berinteraksi sesuai dengan rangkaian yang diterima. Sikap merupakan tanggapan batin terhadap rangsangan diluar diri subjek, baik bersifat fisik maupun non fisik. Sikap mengorbankan keadaan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek yang sering diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun orang lain.
Sikap adalah proses mental yang terjadi pada individu yang akan menentukan respon yang baik dan nyata ataupun yang potensial dari setiap orang yang berbeda, dengan kata lain bahwa sikap mental adalah mental manusia untuk bertindak atau menentang suatu objek tertentu (Notoadmojo, 2005).
Notoadmojo (2005), menyatakan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1). Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek. 2).Kehidupan emosional terhadap suatu objek. 3).Kecendrungan untuk bertindak.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosional pada diri seseorang memegang peranan penting untuk bertindak. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Sikap adalah suatu kesiapan individu untuk bertindak sesuai perasaan dan pikirannya.Berdasarkan nilai-nilai yang diyakini, sikap adalah suatu yang dapat dipelajari, tidak dibawa sejak lahir, tidak menetap dan dapat berubah (IBI, 2006). Azwar (2001) mengatakan bahwa sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain dan objek.
Sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan. Sikap akan selalu berhubungan dengan objek seperti manusia, wawasan, peristiwa atau pun ide, sikap merupakan wujud kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap objek dan diperoleh dalam interaksi dengan manusia lain baik di rumah, di sekolah, tempat ibadah ataupun tempat lainnya melalui nasehat, teladan ataupun percakapan (Jalaluddin, 1998)
Menurut Sulaiman (2001) sikap yang baik akan menentukan seberapa jauh sukses yang dapat dicapai seseorang, karena sikap adalah ekspresi diri sebuah perasaan di dalam, apa yang dirasakan akan terekspresikan keluar, sikap yang dimiliki seseorang merupakan reflex sebuah keputusan yang dipilihnya untuk menjadi suatu sikap. Percaya kepada diri sendiri merupakan suatu sikap positif, karena dengan kepercayaan pada diri sendiri mampu percaya terhadap orang lain. Sebagai bidan sangatlah dituntut untuk percaya pada diri sendiri, hal ini merupakan modal dasar untuk meraih sesuatu dan memiliki keinginan untuk menghadapi segala tantangan baik di dalam hidup maupun dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Bidan yang percaya pada diri sendiri mengetahui betul keterbatasan dirinya dan bekerja sebatas kemampuannya dan akan selalu mempelajari cara-cara yang digunakan untuk memperbaiki kelemahan tanpa harus terpuruk kedalamnya terutama dalam menjalankan tugas keprofesiannya (Depkes, RI 2008)  

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja



Tingkah laku yang ditampilkan oleh setiap individu dalam sebuah organisasi merupakan suatu hal yang dinilai dalam pengukuran kerja. Banyak hal yang dapat dipengaruhi tingkah laku tersebut, seperti faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal adalah segala hal yang berwujud stimulus (rangsangan), seperti perlengkapan kerja, teman sekerja dan pendukung lainnya. Faktor internal seperti respon. Setiap individu masing-masing terdapat perbedaan, sehingga respon terhadap stimulus juga akan berbeda-beda pula (Mukhlas, 2001).
Notoadmojo, (2005) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi performance (penampilan kerja) ialah faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik termasuk kesehatan fisik dan gizi, kemudian seluruh faktor tersebut dapat disingkat menjadi ACHIEVE, yang terdiri dari :
A           : Ability ( kemampuan bawaan )
C           : Capacity ( kemampuan yang dikembangkan )
H           : Help ( bantuan untuk mewujudkan penampilan kerja )
I             : Insentive (material maupun non material)
E            : Environment (lingkungan tempat kerja karyawan)
V           : Validity (pedoman dan uraian kerja)
E            : Evaluation (umpan balik dan hasil kerja).
Ilyas (2001), menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap jumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu yaitu:
a.    Faktor individu yang meliputi kemampuan, keterampilan fisik maupun mental, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografis, umur, jenis kelamin, asal muasal dan sebagainya.
b.    Faktor organisasi yaitu, sturuktur organisasi, disamping pekerjaan kepemimpinan dan struktur imbalan
c.    .Faktor psikologi seperti nilai, sikap, kepuasan kerja dan motivasi kerja.
Teori lain yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan upaya kinerja adalah yang dikemukan oleh Lauren Green (2001), yaitu faktor predisposing (predisposisi), faktor reinforcing (penguat), dan faktor enabling menentukan prilaku untuk bekerja. Faktor predisposisi yaitu pengetahuan, pengalaman, jenis kelamin, status, asal dan sebagainya. Faktor kedua enabling meliputi pelatihan pedoman kerja, sarana dan sebagainya. Sedangkan faktor reinforcing meliputi dukungan pimpinan/teman sekerja, dukungan sosial masyarakat, dukungan pemerintah dan sebagainya.

Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan berdasarkan peningkatan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan bertujuan agar setiap penduduk mampu hidup sehat sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, yang merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional. Hal tersebut sejalan dengan tujuan sistem kesehatan nasional yaitu tercapainya kemampuan hidup sehat, melalui upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan di mata masyarakat (Aditama, 2004: 45).
Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada standar tentang evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dengan terus-menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu di rumah sakit (Achir Yani, 2007: 1).
Hasil beberapa survei menunjukkan bahwa kepuasan pasien banyak dipengaruhi secara langsung oleh mutu pelayanan yang diberikan rumah sakit terutama yang berhubungan dengan fasilitas rumah sakit, proses pelayanan dan sumber daya yang bekerja di rumah sakit. Suryawati, dkk. (2008: 2) mengatakan bahwa sebagian besar keluhan pasien dalam suatu survei kepuasan menyangkut tentang keberadaan petugas yang tidak profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan diantaranya masih terdengar keluhan akan petugas yang tidak ramah dan acuh terhadap keluhan pasiennya. Selain itu juga masih sering terdengar tentang sulitnya meminta informasi dari tenaga kesehatan terutama dokter dan perawat, sulitnya untuk berkomunikasi dua arah dengan dokter, dan lain sebagainya yang mencerminkan betapa lemahnya posisi pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan.
  Dalam penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang merupakan tugas pokok dari suatu organisasi pemerintah membutuhkan dukungan sumber daya yang memadai yaitu sumber daya manusia sebagai penggerak dan sumber daya financial. Hal ini untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan dan tugas-tugas pemerintahan termasuk pula didalamnya tugas-tugas dalam bidan kesehatan masyarakat.
Pembangunan kesehatan juga ditujukan pada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, baik dipedesaan maupun diperkotaan, perbaikan kesehatan masyarakat antara lain dilakukan pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, kebersihan, kesehatan jiwa dan kesehatan lingkungan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana.
Penyuluhan kesehatan perlu diperluas untuk menumbuhkan kesadaran dan membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat sedini mungkin dilapisan masyarakat. Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui pusat-pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS), pos-pos pelayanan terpadu (POSYANDU) serta berbagai kegiatan masyarakat lainnya. Sesuai dengan pasal 1 undang-undang nomor 9 tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan yang menjelaskan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah.
Untuk lebih meningkatkan pemahaman pelayanan kesehatan, diperlukan mutu pelayanan rumah-rumah sakit, lembaga-lembaga pemulihan kesehatan masyarakat serta lembaga-lembaga kesehatan masyarakat lainnya. Disamping itu juga penyediaan dan pemerataan tenaga medis, paramedic dan tenaga kesehatan lainnya serta penyediaan obat yang semakin merata dan terjangkau oleh masyarakat yang diiringi dengan pengadaan dan pemamfaatan sarana dan prasarana kesehatan lainnya.
Menurut Imbalo (2003), Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Sedangkan Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan (Denipurnama, 2009)
Tuntutan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas bukan hanya berkaitan dengan kesembuhan dari penyakit, tetapi juga menyangkut persepsi pasien terhadap kualitas keseluruhan proses pelayanan yang termasuk ke dalamnya ketersediaan sarana dan prasarana rumah sakit guna guna memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Dengan demikian keberhasilan suatu rumah sakit tidak hanya ditentukan oleh kemampuan medis tetapi juga ditentuka oleh fasilitas pelayanan rumah sakit dan non medis (Andriani, 2005).