This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday 16 June 2013

Hubungan Kejadian Baby Blues Syndrom Pada Ibu Post Partum Terhadap Usia Pernikahan Di Bidan Praktek Swasta (BPS)



BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Pembangunan nasional pada hakikatnya bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan tekat kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.  Untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang salah satunya adalah upaya dalam pembangunan kesehatan. Upaya dalam pembangunan Kesehatan bertujuan agar tercapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dan terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu sasaran pembangunan kesehatan adalah mewujudkan generasi muda atau remaja yang sehat. Remaja yang sehat adalah remaja yang produktif dan mampu berperan serta secara aktif, salah satu upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas non fisik yang meliputi segi intelektual, emosional dan psikososial pada kesehatan remaja, khususnya dalam segala hal yang  yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. (Depkes Jakarta, 2010)
Setiap wanita pastilah memiliki cita-cita untuk menikah, mengandung, melahirkan, dan menjadi seorang ibu, kelak. Pada mulanya, hati terasan senang dan bahagia ketika mengetahui bahwa diri kita telah mengandung seorang bayi, apa lagi bayi pertama yang di nanti-nantikan. Setelah 9 bulan mengandung sang bayi tersebut, dan melahirkannya, beberapa wanita malahan cenderung bingung dengan apa yang akan di lakukannya terhadap bayi tersebut. Bayi pada umumnya menangis jika menginginkan sesuatu, namun sang ibu malahan bingung, di susui tidak mau, di gendong pun tetap menangis. Lama-kelamaan terjadilah yang di namakan atau sering di sebut-sebut sebagai sindroma baby blues, di mana sang ibu merasa tidak menginginkan bayinya tersebut (Suherni dkk, 2009).
Pada kasus wanita yang memiliki dukungan sosial yang cukup baik dari orang-orang terdekatnya seperti suami atau keluarga, maka sindrom ini dapat menghilang dalam kurun waktu kurang lebih dua minggu. Namun, jika seorang wanita yang sudah mengalami sindrom ini tidak diberikan dukungan sosial yang cukup dari orang-orang terdekatnya, maka tahap ini akan terus berlanjut menjadi depresi bahkan dapat mencapai tahapan psikotik, yaitu membunuh bayinya tanpa sadar. Maka dari itu, diharapkan suami dan keluarga terdekat dari wanita yang baru saja melahirkan harus memberikan cukup dukungan dan bantuan yang diperlukan bagi wanita tersebut sehingga sindroma baby blues ini tidak perlu terjadi (Sylvia, 2006)
Wanita pada pasca persalinan perlu melakukan penyesuaian diri dalam melakukan aktivitas dan peran barunya sebagai seorang ibu di minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama  setelah melahirkan.  wanita yang telah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan baik dapat melewati gangguan psikologis ini, tetapi sebagian lain yang tidak berhasil melakukan penyesuaian diri ini akan mengalami gangguan-gangguan psikologis, inilah yang dinamakan syndrome baby blues (Mansur, 2009).
Prevalensi kejadian baby blues syndrome dari berbagai penelitian berbeda di tiap negara, berkisar antara 10-34 % dari seluruh persalinan. Penelitian di negara barat menunjukkan kejadian lebih tinggi dibandingkan dengan yang pernah dilaporkan dari asia, pada penelitia yang dilakukan terhadap 154 wanita pasca persalinan di Malaysia pada tahun 2009 dilaporkan angka kejadian 3,9% terbanyak dari ras India (8,9%), Melayu (3,0%), dan tidak adanya kasus pada ras Cina. Penelitian di Singapura dilaporkan angka kejadiannya sebesar 1%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jofesson dkk pada tahun 2010 didapatkan angka  baby blues syndrome sekitar 10%-20% (Jofesson A, 2010)
Ibu baru yang tidak mampu mengurus bayinya mengalami tanda-tanda  syndrome baby blues seperti; sulit berkonsentrasi, kesepian dan perasaan sedih yang mendominasi. Berdasarkan analisa 43 studi yang melibatkan lebih dari 28.000 responden, diketahui angka kejadian baby blues di Amerika Serikat pada ibu baru mencapai 14,1 % lebih tinggi dibandingkan dari negara Eropa, Australia, Amerika Selatan  dan China (Themzee, 2010).
Wanita pada masa postpartum dianggap kebal terhadap syndrome baby blues. Menurut hasil penelitian yan dilakukan  di Indonesia yaitu di Jakarta yang dilakukan oleh dr. Irawati Sp.Kj, 25% dari 580 ibu yang menjadi respodennya mengalami sindroma ini. Dan dari beberapa penelitian  yang telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya, ditemukan bahwa angka kejadian syndrome baby blues terdapat  11-30% ini merupakan jumlah yang tidak sedikit dan tidak mungkin dibiarkan begitu saja (Pangesti, 2010).
Ibu nifas yang mengalami postpartum blues atau syndrome baby blues terjadi Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara. Rumah Sakit ini merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan bagi ibu nifas. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada 130 orang ibu nifas pada bulan April-Mei 2010,  ibu yang mengalami gangguan psikologis ringan atau postpartum syndrome baby blues 30% diantaranya positif mengalami syndrome baby blues ini (Oryzae, 2011).
 Syndrome baby blues termasuk dalam kategori depresi postpartum ekstrem yang paling ringan, karena pada keadaan ini ibu mengalami kesedihan sementara yang berlangsung cepat pada awal postpartum. Depresi postpartum ditemukan pertama kali oleh Pitt pada tahun 1988. Menurut Pitt tingkat keparahan depresi postpartum sangat bervariasi. Ekstrem yang paling ringan disebut dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia (Sujiyanti, 2010).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Orang Tua Menikahkan Anaknya Pada Usia Dini Di Desa



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/1974)
Kehidupan perkawinan adalah kehidupan dari pasangan pria dan wanita yang disahkan secara hukum dan agama dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Untuk menjadi pasangan yang bahagia, suami-istri harus saling mengenal dan menerima pasangannya, saling mencintai, saling memiliki komitmen terhadap pasangannya, tetap bersama dalam senang dan susah, saling membantu dan mendukung, memiliki komunikasi yang lancar dan terbuka, serta menerima keluarga pasangannya sebagaikeluargannya sendiri (Feldman, 2002).
Masa dewasa muda adalah masa bagi kehidupan seseorang yang berusia antara 20 – 40 tahun. Pada masa ini, keadaan fisik berada pada kondisi puncak dan kemudian menurun secara perlahan. Dalam sisi perkembangan psikososial, terjadi proses pemantapan kepribadian dan gaya hidup serta merupakan saat membuat keputusan tentang hubungan yang intim. Pada saat ini, kebanyakan orang menikah dan menjadi orang tua (Feldman, 2010).
Di Indonesia satu dari lima penduduk berada dalam rentan usia remaja, menurut data profil Kesehatan Indonesia tahun 2012, 21 % populasi penduduk Indonesia berusia remaja 10 – 19 tahun, dan separuh dari jumlah itu adalah remaja putri dan banyak dari mereka yang harus mengalami resiko kehamilan diusia muda, baik yang diinginkan maupun tidak. (Depkes RI, 2012).
Diperkirakan 70.000 orang remaja putri umur antara 15 sampai 19 tahun meninggal setiap tahun karena selama kehamilan dan persalinan. Lebih dari 1.000.000 orang bayi yang dilahirkan oleh remaja putri meninggal sebelum ulang tahu pertamanya ( sebelum berusia 1 tahun). sedangkan remaja umur 15 – 19 tahun setiap tahunnya melahirkan sebanyak 15 juta orang, (BKKBN, 2011)
Data survey kesehatan ibu dan anak tahun 2010 menunjukan usia rata-rata ibu yang hamil untuk pertama kali adalah 18 tahun. 46 % perempuan di Indonesia hamil dibawah usia 20 tahun, dimana daerah pedesaan memiliki angka lebih tinggi (51 %) dibandingkan perkotaan (37 %). Perkawinan usia dini memberikan kontribusi terhadap angka ini terutama didaerah pedesaan. (Depkes RI, 2010).
Pernikahan dini merupakan fenomena social yang sering terjadi khususnya di Indonesia. Fenomena pernikahan anak di bawah umur bila diibaratkan seperti fenomena gunung es, sedikit di permukaan atau terekspos dan sangat marak di dasar atau di tengah masyarakat luas. Dalih utama yang digunakan untuk memuluskan jalan melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur adalah mengikuti sunnah Nabi SAW. Namun, dalih seperti ini biasa jadi bermasalah karena masih terdapat banyak pertentangan di kalangan umat muslim tentang kesahihan informasi mengenai pernikahan anak di bawah umur yang dilakukan Nabi SAW dengan Aisyah r.a. Selain itu, peraturan perundang – undangan yang belaku di Indonesia dengan sangat jelas menentang keberadaan pernikahan anak di bawah umur. Jadi tidak ada alasan lagi pihak – pihak tertentu untuk melegalkan tindakan mereka yang berkaitan dengan pernikahan anak di bawah umur (Jayadiningrat, 2010)

Banyak efek negatif dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belum siap untuk menghadapi tanggung jawab yang harus diemban seperti orang dewasa. Padahal kalau menikah itu kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa dan siap untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baik itu ekonomi, pasangan, maupun anak. Sementara itu mereka yang menikah dini umumnya belum cukup mampu menyelesaikan permasalahan secara matang. Remaja yang menikah dini baik secara fisik maupun biologis belum cukup matang untuk memiliki anak. Sehingga kemungkinan anak dan ibu meninggal saat melahirkan lebih tinggi (BKKBN, 2007)

Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Keputihan Fisiologis dan Patologis Di Desa



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Berlakang.
Masa remaja menurut Mappiare berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu 12 atau 13 tahun remaja awal dan 17 atau 18 tahun adalah remaja menengah, dan usia 21 atau 22 tahun adalah remaja akhir (Asrori, 2011).
Fluor  albus (Leukorea) atau keputihan, walaupun tidak mengandung bahaya maut (kecuali pada korsioma servisis uteri), cukup mengganggu penderita baiki fisik maupun mental, sifat dan banyaknya keputihan dapat memberi petunjuk kearah etologinya.
Masalah keputihan adalah masalah yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Keputihan adalah keluarnya sekret atau cairan dari vagina. Sekret tersebut dapat bervariasi dalam konsistensi, warna dan bau. Keputihan dapat diartikan sebagai semacam lendir yang keluar terlalu banyak, warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan, jika slim atau lendir ini tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan. Umumnya wanita yang menderita keputihan mengeluarkan lendir tersebut terlalu banyak dan menimbulkan bau yang tidak enak. Ini disebabkan karena terjadinya peradangan dan infeksi pada liang vagina. Jika keputihan sudah berlarut-larut dan menjadi berat, maka kemungkinan wanita yang bersangkutan akan menjadi mandul (Wijayanti, 2009).
Keputihan adalah cairan yang keluar dari vagina. Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar, namum belum tentu bersifat patologis. Pengertian lain setiap cairan yang keluar dari vagina selain darah, dapat berupa sekret, transsudasi, atau eksudat dari organ atau lesi dari saluran genital. Cairan normal vagina yang berlebih, jadi hanya bersifat sekresi dan transsudasi yang berlebih tidak termasuk eksudat. Sumber cairan ini dapat berasal dari sektresi vulva, cairan vagina, sekresi serviks, sekresi uterus, atau sekresi tuba falopii, yang dipengaruhi fungsi ovarium (Mansjoer, 2009).
Keputihan yang dialami remaja saat ini akibat faktor keinginan remaja putri untuk melakukan hubungan intim, 56% remaja putri berusia 13-16 tahun sudah pernah berhubungan intim. Keputihan yang dialami remaja dalam 3bulan berturut-turut dan tidak diobati dengan benar akan menyebabkan terjadinya kanker servik (Octaviyani, 2008)
Faktor-faktor yang memicu berkembangnya keputiahan antara lain karena pengetahuan yang rendah, apalagi remaja yang secara biologis servik-nya belum matang. Karena berada dalam masa peralihan, maka pada remaja sering ditemukan masalah-masalah yang berkaitan erat dengan tumbuh kembang tubuhnya. Terutama dalam hal ini adalah organ reproduksi yang memberi dampak besar terhadap kehidupan remaja di masa datang. Terlebih pada remja putri yang memang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan bentuk dan fungsi tubuh yang sangat istimewah dan juga sangat rentan terhadap gangguan dari luar, dalam hal ini Infeksi pada Saluran Reproduksi (ISR) dengan gejala yang umum adalah keputihan. Manuaba dalam bukunya memaparkan bahwa keputihan merupakan manifestasi klinik dari berbagi macam infeksi. Reaksi kejiwaan ini bermanifestasi sebagai ras kecemasan yang berlebihan, minder bahkan membatasi kegiatan sosialnya. Ditambah lagi remaja putri pada umumnya malu untuk menceritakan masalah yang berkaitan organ kelamin apalagi untuk memeriksakannya (Depkes RI, 2009).
Untuk itulah sangat penting bagi remaja putri untuk mendapat pengetahuan yang memadai kesehatan reproduksi khususnya keputihan agar mereka tahu bagai mana seharusnya mereka bersikap ketika menghadapi keputihan yang nantinya akan berpengaruh terhadap keputihan yang dialaminya, apakah berperilaku sehat atau tidak sehat (Depkes RI, 2009).
Jumlah wanita di Dunia yang permah mengalami keputihan 75%, sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25%. Di Indonesia sebanyak 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan 45% diantaranya bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih (BKKBN, 2011).
Berdasarkan data statistik Indonesia tahun 2012 dari 43,3 juta jiwa remaja berusia 15-24 tahun di Indonesia berperilaku tidak sehat. Remaja putri Indonesia dari 23 juta jiwa berusia 15-24 tahun 83,3% pernah berhubungan seksual, yang merupakan salah satu penyebab terjadinya keputihan.