BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paraparesis
Inferior adalah sindrom
klinis dimana prosesnya dimediasi oleh sistem imun menyebabkan cedera neural
medula spinalis dan mengakibatkan berbagai derajat disfungsi motorik, sensori,
dan autonom. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun dewasa pada semua
usia. Akan tetapi puncak usia adalah antara usia 10-19 tahun dan 30-39 tahun.
(Anwar 2005)
Penyebab Paraparesis Inferior
adalah sindrom klinis berupa berbagai derajat disfungsi motorik, sensori, dan
autonom yang disebabkan oleh peradangan fokal di medula spinalis. Pasien
biasanya mengalami kecacatan karena cedera pada neural sensori, motorik dan
autonom di dalam medula spinalis. (Anwar 2005)
Gambaran klinis Paraparesis Inferior
adalah Timbulnya kelemahan yang bersifat spastik secara gradual pada tungkai
yang mengakibatkan kesukaran berjalan, Reflek tendon yang meningkat dengan
reflek plantar ekstensor, Sensorik dan fungsi saraf lain normal. Bila terjadi
mulai kanak-kanak, kaki jadi melengkung dan memendek dan terdapat
pseudokontraktur dari otot betis, mengakibatkan jalannya menggunakan ujung
jari-jari. Kadang-kadang lutut tampak fleksi ringan dan lengan ekstensi serta
adduksi. Otot lengan terkena dalam berbagai tingkatan. Tangan jadi kaku, lemah,
bicara disartri Fungsi sphincter tak terganggu, Sering bersamaan dengan
nistagmus, kelemahan saraf otak, optik atrofi, degenerasi makular pigmentasi,
ataksia, epilepsi, dementia Gambaran patologi menunjukkan degenerasi dari
traktus kortikospinalis, penipisan dari kolumna Goll, terutama regio lumbal dan
traktus spinocerebellaris. Dilaporkan juga terdapat berkurangnya sel Betz di
kornuanterior (Japardi, 2002).
Komplikasi yang terjadi berupa disfungsi neural sistem motorik, sensori dan
autonom yang berada di dalam dan melewati area peradangan. (Ngastiyah
2005).
Penatalaksanaan fokus untuk
mengurangi peradangan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberi terapi
imunomodulator seperti steroid, plasmapheresis, dan imunomodulator lain. Ketika
fase akut selesai, biasanya pasien akan meninggalkan gejala sisa yang sangat
mempengaruhi hidupnya. Lamanya fase penyembuhan tergantung terapi fisik dan
okupasi yang diberikan segera mungkin. Terapi dapat menolong pasien bertambah
kuat, mencegah dekubitus, kontaktur, dan mengajari mereka bagaimana mengkompensasi
defisit yang permanen (Ngastiyah,2005).
Masalah keperawatan yang timbul pada
pasien dengan Paraparesis
Inferior adalah disfungsi motorik, pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, dan kurang pengetahuan mengenai
penyakit.(Carpenito, 2005).
Peran perawat terhadap pasien dengan Paraparesis Inferior adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan terhadap kebutuhan dasar
manusia yang di butuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat di tentukan diagnosis keperawatan
agar bisa di rencanakan dan di laksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan
tingkat kebutuhan dasar manusia. (Hidayat A,2004).
Umumnya
serangan pertama terjadi pada umur muda 20-40 tahun, kadang-kadang
umur 12-15 tahun. Laki-laki lebih sering dari wanita. Keadaan
ini pada 60-90% penderita diikuti gejala remisis dan relaps.( Hariyono S,2003).
Melihat kompleknya permasalahan yang
timbul maka di perlukan peran perawat yang spesifik dalam menghadapi masalah
yang ada pada pasien dengan memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif
yang mencakup aspek Bio, Psiko, sosial, dan Spiritual.
0 komentar:
Post a Comment